Mengenal Tiga Orang Penyelamat Nyawa Ratusan Korban Keracunan Teror Gas Sarin di Jepang
Baru-baru ini terungkap mengenai tiga karyawan swasta yang menjadi penyelamat 640 korban gas Sarin di Tokyo Jepang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Guru Aum Shinrikyo (kelompok aliran sesat Jepang), Shoko Asahara (Chizuo Matsumot) telah dihukum mati 6 Juli 2018, 23 tahun setelah serangan gas yang didalanginya.
Dia dieksekusi bersama 6 orang anggota Aum Shinrikiyo lainnya.
Namun ternyata ada hal yang baru terungkap baru-baru ini mengenai tiga karyawan swasta yang menjadi penyelamat 640 korban gas Sarin (13 di antaranya meninggal) di Tokyo, termasuk koresponden Tribunnews.com saat itu nyaris menjadi korban gas beracun tanggal 20 Maret 1995.
"Saat itu semua korban dibawa ke Rumah Sakit Internasional St. Luke di daerah Tsukiji Tokyo karena dekat dengan lokasi penyebaran gas Sarin di sekitar Hibiya Kasumigaseki dan Tsukiji," ungkap sumber Tribunnews.com, Selasa (23/10/2018).
Saat itu Kepala Rumah Sakit St. Luke, Shigeaki Hinohara langsung bertindak meminta pasien luar distop dulu, dan memprioritaskan korban gas sarin semua ditampung di rumah sakit tersebut.
Lalu ditunjuk Dokter Shinichi Ishimatsu sebagai Direktur Emergency yang langsung melakukan rapat koordinasi dan menyelidiki zat beracun yang mengancam para korban.
Awalnya para dokter tidak tahu apa penyebabnya. Namun setelah disiarkan langsung semua televisi Jepang saat itu, seorang dokter di Nagano melihat kejadian lewat televisi.
Baca: Sebutan Gajah Wes Teko Membuat Agus Sakit Hati Lalu Membunuh Muhajir, Istri dan Anaknya
Dr Nobuo Yanagisawa dari Rumah Sakit Shinshu University School of Medicine di Nagano langsung mengirimkan faksimil ke Rumah Sakit St. Luke.
Yanagisawa mengabari para dokter bahwa zat beracun itu adalah 'Sarin'.
"Saya punya pengalaman mengatasi para korban gas Sarin di markas Aum Shinrikyo di Kamikuishiki. Jjadi pasti gas serupa yang menghantam kereta api bawah tanah Tokyo tersebut," kata Yanagisawa.
Keterangan itu membuat para dokter di Rumah Sakit St Luke mengetahui pula antidot, obat pelawan gas sarin yaitu cairan suntik (botol) PAM atau Pralidoksim.
Ishimatsu segera memerintahkan mengumpulkan obat PAM.
Kebetulan Rumah Sakit St. Luke hanya punya 8 botol PAM saja.