Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Umi Bantah Menipu Iwan, Justru 'Tersandera' Setahun di Jepang akibat Paspornya Ditahan

Umi Rahmini membantah telah melakukan penipuan, sebaliknya justru dia yang dirugikan karena membuat hidupnya tersandera di Jepang selama setahun.

Penulis: Dewi Agustina
zoom-in Umi Bantah Menipu Iwan, Justru 'Tersandera' Setahun di Jepang akibat Paspornya Ditahan
peruri.co.id
Ilustrasi Paspor 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Umi Rahmini Umran dan Herfan Nurmansa membantah telah melakukan penipuan alias wanprestasi seperti yang dituding oleh Iwan (nama disamarkan).

Sebaliknya menurut Umi, justru dirinya lah yang dirugikan dalam kasus ini.

Persoalan yang dihadapinya dengan Iwan menjadi berlarut-larut dan membuat hidup Umi tersandera di Jepang selama 1 tahun tanpa mempunyai tempat tinggal yang jelas dan juga tanpa memiliki visa.

Sebab paspor miliknya saat ini ditahan oleh pihak Iwan.

"Bagaimana kami harus survive dengan kondisi yang ada dan berapa banyak kerugian materi kami yang muncul karena diakibatkan persoalan dengan yang bersangkutan?"

"Namun kenyataannya saat ini kami yang dituduh menghilang kabur oleh yang bersangkutan, bagaimana kami bisa kabur sementara passpor saudari Umi tidak ada dan kami juga masih berusaha komunikasi untuk mengajukan cicilan pembayaran utang ke yang bersangkutan, namun tetap saja ditolak," demikian pernyataan Umi seperti disampaikan kepada redaksi Tribunnews, Rabu (14/11/2018).

Sebelumnya diberitakan Tribunnews pada edisi Selasa, 6 November 2018, kasus penipuan hingga Rp 260 juta yang menimpa pasangan musisi Anang Hermansyah dan Ashanty tahun 2012 lalu, kini menimpa banyak warga Indonesia di Jepang dengan pelaku yang sama, Umi Rahmini Umran.

Berita Rekomendasi

Mereka menderita kerugian mencapai ratusan juta rupiah, dan pelaku saat ini masih bersembunyi di Jepang sebagai overstayer (ilegal).

"Saya kena tipu Rp 14 juta dengan janji malam itu juga segera dikembalikan," ungkap seorang warga Indonesia di Jepang, sebut saja bernama Iwan (bukan nama sebenarnya) melalui laporannya di sebuah forum warga Indonesia yang ada di Jepang.

Baca: WNI di Jepang Tertipu Ratusan Juta Rupiah, Pelakunya Diduga Umi yang Dulu Menipu Anang-Ashanty

Warga Indonesia lain kena tipu 2,4 juta yen sekitar Rp 325 juta dengan modus untuk membantu 17 orang Indonesia supaya bisa pulang kembali ke Indonesia.

"Saya mau berbagi kisah tidak mengenakkan saya tentang Umi Rahmini Umran (biasa dipanggil Umi) dan Herfan Nurmansa," tulis Iwan di forum tersebut.

"Saya mengenal orang ini di salah satu masjid di Tokyo selama beberapa bulan yang lalu. Orang ini berbuat baik dan aktif datang ke masjid."

"Saya sendiri yang masih baru di Tokyo dan sangat terkesan dengan kebaikannya," kata Iwan.

"Selang beberapa waktu, dia meminta bantuan saya untuk kerja sama di travel yang dia miliki. Namun karena saya belum ada uang cukup, saya tidak mengiyakan tawarannya."

"Setelah itu, dia meminjam uang saya untuk top up ticket travel miliknya yang kurang dan urgent sebesar Rp 14 juta dengan janji malam itu juga segera dikembalikan. Saya pun memberikan pinjaman itu dengan tanpa curiga karena orang ini memang baik pada saya dan orang-orang," tulis dia.

"Selain itu, istri saya memesan tiket juga kepadanya."

"Tiket berangkat HND-SBY diberikan walau sempat tertunda hingga 2 hari dengan berbagai alasan, namun tiket booking kembali dari SBY-HND berakhir bermasalah."

"Setiap kali saya bertanya “kapan tiket tsb dapat diissue” dia selalu beralasan ini itu dan berakhir wan prestasi."

"Sampai suatu hari, orang ini tidak ke masjid lagi dan saya baru mengetahui bahwa dia juga bermasalah dengan banyak orang Indonesia lain. Terlebih kemudian saya mengetahui berita di Kompas dan saya langsung lemas."

"Semua kontak (wa, line, dan sebagainya) yang bersangkutan tidak bisa saya hubungi sampai sekarang. Saya Tak pernah menyangka ini terjadi di Jepang."

Tribunnews.com mencari tahu dari berbagai sumber dan ternyata korban dari pelaku tersebut sedikitnya berjumlah 13 warga Indonesia di Jepang.

Bahkan pelaku sempat datang ke Masjid Kabukicho Shinjuku Tokyo lalu terus menghilang setelah Jumat-an.

Modusnya selalu di bidang travel, bikin usaha travel bersama, tawaran tur menarik, tambahkan modal urusan tur yang dipegangnya dan sebagainya, lalu uang tidak kembali.

"Kedua pelaku telah overstay di Jepang, visa aktif mereka telah mati dan paspor Umi sempat ditahan seorang korban, sehingga saat ini Umi yang masih bersembunyi di Jepang tanpa paspor," ungkap sumber Tribunnews.com.

Umi Rahmini Umran dan Herfan Nurmansa dalam klarifikasi yang disampaikan kepada redaksi Tribunnews.com, Rabu (4/11/2018) menyampaikan sejumlah keberatan terhadap pemberitaan tersebut.

"Sehubungan dengan itu kami yang telah disebutkan namanya sebagai penipuan di dalam berita tersebut mengajukan keberatan dengan isi berita yang telah dimuat oleh Tribunnews.com."

"Adapun keberatan kami tersebut dikarenakan beberapa isi berita tersebut tidak seluruhnya benar atau tidak sesuai dengan fakta yang ada dan oleh sebab itu kami akan memberikan tanggapan/hak jawab," kata Umi dalam pernyataannya.

Bahwa di dalam berita tersebut telah disebutkan, sbb :

1.Bahwa kami wanprestasi dalam merealisasikan pemesanan tiket pesawat istri dari saudara “Iwan” (nama samaran di berita Tribunnews.com).

Penjelasan :
Bahwa memang kami ada keterlambatan dalam merealisasikan pesanan tiket pesawat istri saudara Iwan, pesanan tiket tersebut adalah untuk PP (pulang-pergi) Haneda – Surabaya dan Surabaya – Haneda.

Namun pada kenyataannya tiket kepulangan dari Surabaya - Haneda tidak terealisasi bukan atas keinginan dari kami pribadi.

Karena saat beberapa hari sebelum jadwal tiket kepulangan tersebut kami ada komunikasi dengan istri saudara Iwan melalui SMS, pada saat itu kami ingin menginformasikan bahwa tiket pesawat kepulangan yang dimaksud akan kami kirimkan melalui e-mail.

Namun istri saudara Iwan menjawab sms kami dengan penjelasan bahwa yang bersangkutan sudah membeli tiket baru “saya sudah beli tiket sendiri”.

Pada saat itu juga kami memastikan ke yang bersangkutan “berarti tiket yang pesan di kami bagaimana? Di cancel?” kemudian yang bersangkutan menjawab SMS kami “iya cancel saja”.

Namun komunikasi kami melalui SMS tidak berakhir begitu saja dan kami pun merespon SMS iseri saudara Iwan dengan isi SMS “berapa harga tiket baru yang sudah kamu beli biar nanti kami gantikan uangnya yah?”.

Namun jawaban SMS dari yang bersangkutan agak kurang mengenakan bahasanya namun kami tetap merespon dengan SMS “yasudah klo begitu nanti kami refund saja yah uang tiketnya berikut kami kembalikan juga uang Rp 14 jt yang sudah kami pinjam”, (kurang lebih isi percakapan SMS nya seperti itu, bukti SMS kami punya).

"Bahwa faktanya sebelum jadwal tiket pesawat pesanannya yang bersangkutan terlaksana (ybs kembali ke Jepang) kami masih ada komunikasi dengan yang bersangkutan (istri saudara Iwan).

"Isi dari komunikasi tersebut kami bermaksud ingin mengkonfirmasi untuk tiket kepulangan yang bersangkutan namun ditolak. Dan didalam SMS tersebut kami juga minta permohonan maaf atas keterlambatan pengembalian uang pinjaman sebesar Rp 14 juta tersebut kepada yang bersangkutan dan kami menjanjikan akan mengembalikannya secepat mungkin."

2.Bahwa menurut pemberitaan saudara Iwan semua kontak (WA, Line, dan sebagainya) kami tidak dapat dihubungi.

Penjelasan :
Bahwa memang WA dan Line kami off, namun untuk nomor Hp dan juga SMS kami selalu aktif (On). Komunikasi kami dengan istri saudara Iwan pun pada saat itu juga melalui SMS.

Dan sampai dengan saat ini pun nomor HP kami aktif dan bisa dihubungi baik telepon ataupun juga melalui SMS, namun yang bersangkutan tidak ada komunikasi masuk ke Hp kami.

Jadi pada kenyataannya Hp kami masih aktif dan masih bisa dihubungi, kenapa kami bilang seperti itu??

Karena di antara beberapa orang- orang yang memiliki permasalahan dengan kami faktanya sampai dengan saat ini masih ada yang bisa komunikasi melalui SMS. (Bukti kami punya).

3.Bahwa dalam keterangannya saudara Iwan menjelaskan secara pasti bahwa kami adalah seorang penipu dan permasalahan yang ada pada masa lalu diartikan atau dikaitkan sama seperti persoalan yang ada saat ini.

Penjelasan :
Bahwa dalam pemberitaan di Tribunnews.com saudara Iwan dengan sengaja membuka aib Umi Rahmini yaitu dengan cara mencantumkan link berita online tentang persoalan hukum yang pernah dihadapi oleh Umi Rahmini pada masa lalu.

Dimana persoalan tersebut sebetulnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan persoalan yang ada saat ini antara Umi Rahmini dengan saudara Iwan.

Karena menurut kami persoalan antara Umi Rahmini dengan Anang di masa lalu sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan juga sudah menjalankan proses sebagaimana mestinya berbeda dengan permasalahan yang ada saat ini.

Bahwa dengan penjelasan saudara Iwan di berita tersebut bukan hanya dapat diartikan yang bersangkutan ingin membuka aib Umi Rahmini saja melainkan saudara Iwan diduga juga memiliki niatan ingin membuat atau membentuk opini ke publik bahwa dengan menyebarluaskan berita tentang masa lalunya Umi Rahmini secara tidak langsung.

Hal itu dapat memberikan dampak atau ingin memperkuat penilaian para pembaca, bahwa kami atau Umi Rahmini ini diartikan melakukan penipuan terhadap saudara Iwan dan juga ke WNI yang ada di Jepang sekarang ini.

Dalam hal ini pun kami juga menilai bahwa koresponden Tribunnews.com di Jepang juga telah mendahulukan azas praduga tak bersalah dengan mencantumkan judul/tag line berita “WNI di Jepang Tertipu Ratusan Juta Rupiah, Pelakunya DIduga Umi yang Dulu Menipu Anang – Ashanty”.

Bahwa atas perbuatan saudara Iwan tersebut kami berkesimpulan secara tidak langsung yang bersangkutan bukan hanya telah melakukan pencemaran nama baik, namun dengan sengaja bermaksud menyerukan atau mengajak kepada semua orang yang membaca berita tersebut untuk bersama sama membuat kesimpulan bahwa kami ini adalah “penipu”.

4.Bahwa di dalam berita tersebut koresponden Tribunnews.com menyebutkan bahwa kami telah melakukan penipuan uang sebesar 2,5 juta yen kepada salah satu WNI di Jepang.

Penjelasan :
Bahwa pemberitaan yang dimaksud adalah tidak benar seluruhnya, kami memiliki bukti-bukti dan juga kronologis bagaimana persoalan itu terjadi dan jumlah utang uang yang disebutkan di dalam berita tersebut pun juga tidak sesuai kebenarannya karena kami telah ada pembayaran sebelumnya kepada pihak tersebut.

Bahwa dalam persoalan ini sejujurnya pihak yang sangat dirugikan adalah kami bukan pihak yang memberikan piutang ke kami.

Bahwa akhir tahun 2017 yang bersangkutan benar telah membantu kami untuk membayarkan terlebih dahulu biaya pembelian tiket pesawat kepulangan untuk group/rombongan tour yang kami miliki.

Singkat cerita ketika group/rombongan tour kami kembali ke Jakarta saya, Umi, tidak dapat ikut kembali bersama rombongan dikarenakan saya belum membayar kewajiban yang ada kepada yang bersangkutan.

Padahal pada saat sebelum jadwal kepulangan, yang bersangkutan sudah menyetujui bahwa pembayaran boleh dilakukan saat saya tiba di Jakarta nanti dan teknis pembayaran boleh berupa mata uang rupiah dan yang akan menerima pembayaran tersebut di Jakarta adalah perwakilan keluarga yang bersangkutan.

Namun pada saat jadwal kepulangan ke Jakarta yang bersangkutan merubah ketentuan yang ada dan minta saya untuk tetap berada di Jepang sampai saya bisa melunasi pembayaran yang dimaksud.

Pada saat itu yang bersangkutan minta jaminan namun saya bilang tidak punya dan saya bilang “saya hanya punya passpor”.

Pada saat itu atas dasar itikad baik saya, saya menyerahkan passpor tersebut kepada yang bersangkutan dan pada akhirnya group/rombongan tour saya dapat kembali ke Jakarta dan saya tertahan di Jepang.

Bahwa dalam waktu singkat tersebut saya langsung komunikasi menceritakan tentang persoalan yang ada dengan salah satu pihak keluarga saya yang ada di Indonesia yaitu Herfan.

Singkat cerita saya musyawarah dengan pemberi piutang tersebut akhirnya ada kesepakatan bersama yang intinya apabila saya dapat membayar minimal Rp 100 juta terlebih dahulu ke yang bersangkutan, maka yang bersangkutan setuju bersama-sama saya ke Jakarta untuk mengurus sisa pembayaran kekurangannya.

Karena saat itu saya sampaikan bahwa saya memiliki uang di deposito bank dan harus saya sendiri yang dapat mencairkannya.

Pada saat itu Herfan melakukan transfer uang Rp 100 juta ke yang bersangkutan dan saya, Umi memberikan uang cash ¥100.000.

Namun setelah uang tersebut diterima dan saya meminta komitmen yang bersangkutan untuk bersama-sama ke Jakarta, ternyata yang bersangkutan menolaknya dengan alasan suami yang bersangkutan tidak setuju kecuali ada tambahan pembayaran lagi.

Bahwa perlu diketahui untuk jumlah kewajiban yang harus dibayarkan pada saat itu sangat berbeda dengan kenyataan yang ada karena dari total pokok utang dibebankan bunga 30 persen dan dikenakan denda per hari sebesar Rp 5 juta dari tanggal yang disepakati untuk pelunasan ditambah biaya-biaya lain yang diluar dugaan kami.

Bahwa dalam perjalanan waktu tersebut akhirnya saya melaporkan persoalan ini ke KBRI Jepang, mengingat visa saya yang sudah hampir habis masa tinggalnya di Jepang dan saya pun juga tidak pegang indentitas diri saya yaitu passpor saya.

Setelah saya melaporkan kondisi tersebut ke KBRI dan KBRI mencoba memfasilitasi pertemuan antara saya dengan yang bersangkutan, hingga akhirnya sampai dengan beberapa kali pertemuan tidak mendapatkan jalan keluar yang terbaik.

Hingga akhirnya Herfan datang ke Jepang dengan membawa kesiapan uang untuk melakukan pembayaran ke yang bersangkutan, namun belum terlalu mencukupi untuk melunasinya.

Dan dengan keterbatasan yang kami miliki tersebut kami bermaksud ingin mencoba musyawarah kembali namun tetap saja saya tidak diizinkan kembali ke Jakarta.

Bahwa dalam beberapa kali pertemuan tersebut kami sudah menyampaikan semua cara yang menurut kami baik agar yang bersangkutan berkenan memberikan passpor saya (Umi) dan juga mengizinkan saya untuk bisa kembali ke Jakarta dan menyelesaikan sisa utang yang ada saat nanti bersama sama di Jakarta.

Sampai saya menawarkan ke yang bersangkutan bahwa seluruh biaya tiket pesawat PP dan akomodasi yang bersangkutan selama di Jakarta saya yang menyediakan, namun tetap saja yang bersangkutan tidak mengizinkan.

Bahwa dari beberapa penjelasan kami diatas tersebut tanpa disadari sebetulnya yang berhak kecewa adalah kami karena persoalan tersebut yang berlarut-larut jadi membuat hidup kami tersandera di Jepang selama 1 tahun tanpa mempunyai tempat tinggal yang jelas dan juga tanpa memiliki visa.

Lebih ironisnya lagi passpor saya (Umi) berada di tangan yang bersangkutan.

Sementara PIHAK KBRI JEPANG SUDAH MENGETAHUI SANGAT JELAS BAHWA APABILA PASSPOR SESEORANG TIDAK BOLEH DI TAHAN ATAU DI PEGANG OLEH ORANG LAIN YANG BUKAN DIRINYA SENDIRI (SI PEMBERI PIUTANG) KARENA HAL ITU ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM NAMUN KBRI JEPANG SAMA SEKALI TIDAK MEMPERDULIKAN HAL TERSEBUT DENGAN NYATA PIHAK KBRI JEPANG LEBIH BERAT KEBERPIHAKANNYA KE YANG BERSANGKUTAN.

Bahwa bersama dengan surat ini mungkin Tribunews.com dapat menyimpulkan bagaimana perjalanan hidup kami selama 1 tahun ini di Jepang.

Bagaimana kami harus survive dengan kondisi yang ada dan berapa banyak kerugian materi kami yang muncul karena diakibatkan persoalan dengan yang bersangkutan.

Namun kenyataannya saat ini kami yang dituduh menghilang kabur oleh yang bersangkutan, bagaimana kami bisa kabur sementara passport saudari Umi tidak ada dan kami pun juga masih berusaha komunikasi untuk mengajukan cicilan pembayaran utang ke yang bersangkutan namun tetap saja ditolak.

5. Bahwa di dalam berita tersebut koresponden Tribunnews.com membuat judul berita/tag line “WNI di Jepang Tertipu Ratusan Juta Rupiah, Pelakunya DIduga Umi yang Dulu Menipu Anang – Ashanty”

Penjelasan :
Bahwa kami sangat keberatan dan juga kecewa dengan pemberitaan yang muncul di Tribunews.com bukan hanya dengan judul yang mengaitkan persoalan kami dengan persoalan masa lalu Umi Rahmini saja.

Melainkan terdapat kesan dalam penulisan judul dan juga isi dari pemberitaan yang telah dibuat saudara Richard Susilo sifatnya tendensius dan terlalu berpihak sebelah dan juga tidak mendahulukan azas praduga tak bersalah, sehingga membuat kesan memunculkan nama kami layaknya “penipu” ke publik.

Dalam hal ini koresonden Tribun juga dengan sengaja tanpa memiliki izin dari kami telah memasukkan foto kami serta memasukan biodata/identitas lengkap kami di pemberitaan tersebut, dalam hal ini kami menilai saudara Richard Susilo telah melakukan pencemaran nama baik.

Bahwa dalam hal ini kami menilai koresponden Tribunews.com Jepang tidak menjalankan tugas jurnalis sebagaimana mestinya yang tidak mengikuti kode etik jurnalis sesuai dengan peraturan atau undang undang pers yang berlaku yaitu dengan menulis/memuat berita yang AKURAT, BERIMBANG DAN TIDAK BERITIKAD BURUK.

Bahwa yang perlu diperhatikan bersama bahwa persoaan ini belum masuk ke ranah hukum, yaitu belum ada laporan ke pihak yang berwajib (polisi setempat), dan belum naik tingkat ke penyidikan serta belum di persidangkan ataupun belum memiliki keputusan hukum tetap dari pengadilan.

Namun mengapa dengan mudah mempublikasikan berita tersebut tanpa dasar-dasar yang ada dengan menghakimi kami “Melakukan Penipuan”??!

Atas pengertian dan kerja sama yang baik kami ucapkan terima kasih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas