Ritual Ekstrem Pengorbanan Anak Terbongkar, 140 Kerangka Korban Ditemukan di Lokasi Ritual
Bukti ritual pengorbanan anak-anak di Peru akhirnya ditemukan. Peneliti menemukan 140 kerangka yang berhasil digali di situs arkeologi Huanchaquito
Editor: Sugiyarto
Bukti pengorbanan anak juga ditemukan di peradaban Maya, Aztec, dan Teotihuavan.
Pada 2016, para peneliti mengumumkan bahwa sebuah gua di Belize–yang dijuluki Midnight Terror Cave–menjadi lokasi di mana anak-anak dibunuh dalam ritual untuk menenangkan dewa hujan Chaac.
Huanchaquito-Las Llamas sendiri merupakan bagian dari masyarakat Chimu, sebuah peradaban yang berkembang sekitar 900 A.D di sepanjang pantai utara Peru.
Tidak seperti budaya pra-Columbus lainnya, hanya ada sedikit bukti ritual pengorbanan pada masyarakat ini–hingga kemudian kuburan massal ditemukan pada 2011.
“Kami beruntung bisa menggali Huanchaquito-Las Llamas. Situs ini membuka bab baru tentang praktik pengorbanan anak di masa kuno,” kata Verano.
Menenangkan Dewa Hujan
Apa yang memicu orang-orang Chimu melakukan ritual pengorbanan sebesar itu masih belum diketahui. Namun, studi peneliti menunjukkan bahwa lapisan lumpur di atas sedimen menandakan hujan lebat atau banjir terjadi sebelum pembunuhan.
“Meskipun korelasi antara hujan lebat dan waktu pengorbanan mungkin kebetulan, tapi bisa jadi persembahan massal anak-anak itu dilakukan dalam upaya menenangkan para dewa dan mengurangi efek ENSO (El Niño Southern Oscillation, yang biasanya membawa banjir ke Peru) pada 1400 hingga 1450 A.D,” papar Prieto.
Ia menambahkan, El Nino dapat menyebabkan ‘peristiwa cuaca luar biasa’ di sepanjang pantai utara Peru setiap 100 tahun atau lebih.
“ENSO yang terjadi antara 1400 hingga 1450 A.D adalah salah satu peristiwa luar biasa. Itu memengaruhi ekonomi Chimu, merusak sistem irigasi dan jalanan. Hujan juga berdampak pada kontruksi batu bata di kota mereka,” ungkap Prieto.
“Melihat hal tersebut, ritual pengorbanan kemungkinan dilakukan untuk menyenangkan hati dewa dan memintaNya untuk menghentikan hujan serta banjir,” pungkasnya. (Gita Laras Widyaningrum)