Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

2.000 Orang Tunggu Eksekusi Hukuman Gantung di Malaysia, Separonya Terkait Kasus Narkoba

Jika kerajaan memutuskan tidak mahu menghapus hukuman mati, maka semua pesalah yang berjumlah 2000 orang lebih itu akan digantung secara bergilir

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in 2.000 Orang Tunggu Eksekusi Hukuman Gantung di Malaysia, Separonya Terkait Kasus Narkoba
SERAMBINEWS.COM/Hand Over
Hasan Basri M Nur (tengah) bersama kriminolog dan ahli kejiwaan University Utara Malaysia (UUM), Prof Madya Dr Jamaluddin Mustaffa (kiri) dan Prof Madya Kamal Ab Hamid (kanan), dalam International Conference on Islamic Civilization (ICOINIC II), di aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Selasa (23/4/2019) 

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Lebih 2.000 orang narapidana saat ini menunggu eksekusi hukuman gantung di Kerajaan Malaysia dan setengahnya adalah pengguna dan penyebar narkoba.

Narapidana itu, selain warga Malaysia, mereka berasal dari berbagai negara.

Ini dikatakan Kriminolog dan ahli kejiwaan University Utara Malaysia (UUM), Prof Madya Dr Jamaluddin Mustaffa dan Prof Madya Kamal Ab Hamid, dalam International Conference on Islamic Civilization (ICOINIC II) yang berlangsung di aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Selasa (23/4/2019).

“Ada desakan dari dunia luar agar Kerajaan Malaysia menghapus hukuman mati dan menggantinya dengan hukuman seumur hidup," katanya.

Ilustrasi
Ilustrasi (KOMPAS.com)

Saat ini, kata dia  kerajaan sedang membahas masalah ini, apakah menghapusnya atau tidak.

"Makanya 2000 lebih pesalah menunggu keputusannya,” kata Mustaffa, seperti dikutip siaran pers yang dikirim Hasan Basri M Nur, unsur panitia ICOINIC II yang juga mahasiswa UUM.

Baca: Amnesty International: Angka Eksekusi Hukuman Mati Tahun 2018 Cenderung Turun

“Jika kerajaan memutuskan tidak mahu menghapus hukuman mati, maka semua pesalah yang berjumlah 2000 orang lebih itu akan digantung secara bergilir,” kata Mustaffa yang mantan perwira kepolisian kerajaan Malaysia itu.

BERITA REKOMENDASI

Menurut Mustaffa dan Kamal, narkoba adalah musuh nomor satu di Malaysia dan kerajaan sangat serius memeranginya.

“Dadah (narkoba, red) adalah musuh nomor satu di Malaysia. Dadah sangat merusakkan manusia. Kerajaan akan hancur gara-gara dadah. Makanya hukumannya sangat berat di Malaysia. Pemilik dadah di atas 15 gram akan dihukum gantung,” lanjut Prof Kamal.

Kedua akademisi ini memandang narkoba sebagai musuh global yang dipasok ke sebuah negara dengan berbagai cara.

“Para mafia dadah menggunakan jalan tikus, jalur laut, sampai memasukkannya ke dalam dubur manusia sekali pun. Semua dilakukan karena mereka mendapatkan duit yang sangat banyak,” lanjut Kamal.

Demonstran yang menolak adanya hukuman mati
Demonstran yang menolak adanya hukuman mati (blog.amnestyusa.org)

Prof Mustaffa dan Prof Kamal menyarankan kepada generasi muda agar tidak mencoba-coba dengan narkoba, karena ketika dicoba sekali maka akan ketagihan.


“Saat ketagihan apa pun akan dilakukan termasuk membunuh ibunya untuk mendapatkan duit,” kata Prof Mustaffa dibenarkan Prof Kamal.

“Di Malaysia bahkan ada hafiz quran yang ikut terkena dadah. Ketika dia selesai belajar hafiz di pesantren lalu pulang ke kampung dan salah dalam bergaul. Dia mencoba dadah, padahal selama di pesantren, merokok saja dia tidak mahu. Inilah yang saya maksud dadahtak mengenal siapa saja,” pungkas Prof Mustaffa.

Rombongan akademisi dari UUM Malaysia berangkat ke Banda Aceh sebanyak 40 orang dan berada di Banda Aceh selama lima hari (Senin-Jumat).

Baca: Daerah Diminta Tidak Menerbitkan Perda yang Larang Peredaran Kantong dan Kemasan Plastik

Selain ikut konferensi, mereka juga akan mengunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan (LP) untuk melihat penanganan korban narkoba di Indonesia.

Mereka antara lain adalah Prof Dr Noor Azniza Ishak, Dr Siti Rozaina Kamsani, Prof Madya Dr Zawawi Abu Bakar, Zakaria bin Ramli, Muhammad Zulfaqar dan lain-lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas