Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sekolah Bahasa Jepang Secara Berencana Menipu Lebih Dari 10 Pelajar Indonesia

Tahun lalu Ali tiba di Tokyo di antar bos LPK tersebut bahkan beserta isterinya. Diperkenalkan ke sekolah Jepang lalu ditinggal pergi.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sekolah Bahasa Jepang Secara Berencana Menipu Lebih Dari 10 Pelajar Indonesia
Richard Susilo
Dua pengacara Jepang, Sayaka Hirose (kiri) dan Yusaku Mimura (kanan) 

"Habis semua uang saya terpakai untuk belajar ke Jepang eh malah saya masih harus nombokin pula uang sekolah ini yang katanya belum dibayar oleh pihak LPK," ceritanya lagi.

Ali bukan sendirian. Dari angkatan ke-dua LPK tersebut ikut bersamanya total 12 orang termasuk dirinya dan 4 orang seniornya juga di sekolah yang sama sudah ada di Tokyo sehingga total 16 orang.

"Saya tahu bekerja maksimal 28 jam seminggu. Dengan kerja 28 jam seminggu tentu uang sangat kurang tak akan bisa hidup sebenarnya. Tapi saya takut melanggar aturan di Jepang, polisi saja sudah 19 kali memberhentikan saya menanyakan kartu penduduk Jepang saya, untuk selama ini mengikuti aturan jadi tak apa-apa, disuruh jalan lagi setelah diperiksa," tekannya lagi.

Namun teman-temannya banyak yang "over" melebihi ketentuan 28 jam seminggu untuk bekerja yang berarti melanggar aturan pemerintah Jepang.

"Mereka terpaksa bekerja lebih dari 28 jam karena harus bayar uang sekolah sama seperti saya. Padahal kita semua telah ditipu LPK Indonesia yang katanya uang yang kita bayar untuk 6 bulan, kenyataan hanya untuk 3 bulan," tegasnya lebih lanjut.

Oktober 2019 visanya akan habis dan Ali memang berniat pulang. Namun satu yang membuatnya bingung karena belum bisa melunasi hutangnya di perbankan di Indonesia.

Selain itu pihak kedua pengacara terutama Mimura juga mengungkap ketentuan pemerintah Jepang yang tertulis di situs kementerian kehakimannya (www.moj.go.jp), yang diperlihatkan kepada Tribunnews.com.

Berita Rekomendasi

Situs Kementerian Kehakiman menuliskan, pemegang visa pelajar pada dasarnya dapat bekerja  28 jam per minggu (dapat bekerja dalam 8 jam per hari selama liburan sekolah). Jika mereka bekerja selama 28 jam per minggu, mereka dapat memperoleh 80.000 - 110.000 yen per bulan tergantung pada perfektur yang memiliki standar upah minimum yang berbeda. Jika mereka bekerja lebih lama dari peraturan, mereka akan dideportasi dari Jepang, atau tidak dapat memperpanjang visa pelajar dan harus berhenti belajar di Jepang. Siswa asing tidak dapat menanggung semua biaya kuliah dan biaya hidup dengan bekerja paruh waktu. 

Situs tersebut menuliskan  satu contoh sebagai peringatan dari seorang calo, "Jika Anda pergi ke Jepang, Anda dapat memperoleh lebih dari 300.000 yen per bulan sebagai paruh waktu. Jadi, Anda dapat menutup semua biaya kuliah dan biaya hidup dengan upah pekerjaan paruh waktu. Anda tidak harus menerima uang dari orang tua Anda dan lainnya, bahkan  Anda dapat mentransfer uang ke negara Anda. "

Namun, kisah seperti itu sepenuhnya palsu atau bohong besar karena secara hukum hanya dapat memperoleh 80.000 - 100.000 yen per bulan, tulis situs kementerian kehakiman itu.

"Itulah sebabnya saya ingin menginformasikan kepada semua orang Indonesia agar mempertimbangkan kembali saat ingin  ke Jepang untuk belajar bahasa Jepang di Sekolah Bahasa Jepang," tekan pengacara Mimura.

Kerja paruh waktu atau baito di Jepang per jam sekitar 1000 yen. Kalau seminggu kerja 28 jam berarti mendapatkan 28.000 yen dan sebulan berarti 4x28.000 yen hanya mendapat maksimum 112.000 yen.

Lalu dari mana asalnya uang 300.000 yen tersebut?

Informasi kementerian kehakiman Jepang itu jelas tidak sesuai dengan keadaan nyata yang ada di masyarakat sehingga membuat kekacauan pula dalam perhitungan biaya kehidupan di Jepang khususnya bagi pelajar asing, tambahnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas