Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengakuan Pelajar Asing di Jepang: Belajar di Tempat Pemandian Umum

Hasil penyelidikan TV NHK World tanggal 6 Juli 2019 mengungkap fakta bahwa beberapa pelajar asing menjadi kecewa setelah tiba di Jepang.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pengakuan Pelajar Asing di Jepang: Belajar di Tempat Pemandian Umum
NHK World
Pelajar asing dari Nepal memperlihatkan kepada wartawan NHK World tempat mandi umum (sento) di Tokyo yang dijadikan tempat belajar satu kelas 35 orang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hasil penyelidikan TV NHK World tanggal 6 Juli 2019 mengungkap fakta bahwa beberapa pelajar asing menjadi kecewa setelah tiba di Jepang.

"Saya datang ke Jepang untuk belajar. Ternyata kehidupan saya jadi neraka di Jepang," kata seorang pelajar wanita asal Filipina yang diwawancarai TV NHK World dan kini menuntut sekolahnya diwakili pengacara Shoichi Ibusuki.

Sebuah sekolah bernama Universitas Kesejahteraan Sosial Tokyo (UKST) dalam tiga tahun terakhir ini merekrut sedikitnya 5.000 pelajar dan sedikitnya 16.000 pelajar kabur dari sekolah tersebut, termasuk menjadi penduduk ilegal.

Seorang pelajar pria asal Nepal yang diwawancarai NHK World juga menunjukkan tempat belajarnya di dalam sebuah tempat pemandian umum (sento) dengan satu kelas berisi 35 murid.

Tsuneo Nakajima, mantan Presiden UKST meminta stafnya untuk meningkatkan jumlah murid dari luar Jepang.

Baca: Peternak Ayam Gugat Datuk Penghulu Rp 1 M, Berawal dari Aksi Unjuk Rasa Akibat Serangan Hama Lalat

Dari rekaman yang diperoleh NHK World tersebut terungkap perintah Nakajima dan ketika dikonfirmasikan ke rumahnya, wartawan NHK World tidak dibukakan pintu meskipun lampu dalam rumah menyala.

Berikut rekaman suara Nakajima "Saya minta datangkan 2000 pelajar asing ke Jepang. Kita bisa hasilkan 110 juta dolar AS sesuai perhitungan saya. Ngapain bicarakan irit listrik dan sebagainya, nggak ada artinya. Kalau bisa masukan banyak pelajar, kita bisa dapat untung. Ini ide bagus kan?" tegas mantan Presiden UKST tersebut.

Berita Rekomendasi

Kesaksian sumber NHK World yang diwawancarai juga mengakui hal tersbeut.

"Sekolah cuma tahu terima uang saja tak melihat latar belakang pelajar asing, asal terima saja. Jadi kami sibuk sekali saat itu menangani pelajar asing, juga mengecek mereka yang tidak datang ke sekolah. Tidak ada perhatian lagi kepada pendidikan, hanya soal uang saja," ungkap sumber tersebut.

Pihak UKST secara resmi memberikan pernyataan bahwa komentar mantan presidennya tak ada kaitan dengan kasus sekolah tersebut.

"Kita akan stop sementara merekrut pelajar asing sambil meningkatkan kualitas manajemen sekolah ini," kata dia.

Pelajar Wanita di Jepang Dari Filipina
Pelajar wanita dari Filipina mengakui kehidupannya jadi neraka setelah ke Jepang.

Pelajar lain, Thapa Lil (28) dari Nepal menyatakan kekecewaannya.

"Saya ke sini untuk belajar, tapi kini melihat tak ada lagi masa depan buat saya. Padahal saya mau jadi ahli IT sebenarnya. Tapi di sekolah saat belajar hanya disajikan sekolah yang sangat sulit hanya bisa dibaca orang Jepang saja. Guru juga tidak jelaskan dan asal ngajar saja, kita tak ada kesempata bertanya. Akhirnya 6 bulan kemudian saya terpaksa ke luar," jelasnya.

Thapa Lil menganggap sangat kecewa berada di Jepang dan citra mengenai Jepang berubah sama sekali.

"Pemerintah Jepang tampaknya tidak cek sekolah dan membiarkan sekolah menangani sendiri. Hal serupa dilakukan lembaga sekolah lain. Akibatnya ya seperti kasus UKST tersebut," ungkap Ibuki, sang pengacara.

Demikian pula anak sekolah yang punya hal 28 jam seminggu terpaksa kerja lebih dari jam itu supaya bisa hidup baik di Jepang, akibatnya mereka jadi sangat kelelahan saat belajar. Sekolah tak siapkan pendidikan yang layak. Jadi bukan masalah UKST saja," kata Ibuki.

Baca: Diperiksa 12 Jam Kasus Ikan Asin, Rey Utami, Pablo, dan Galih Ginanjar Ditetapkan jadi Tersangka


Seorang pelajar Vietnam dari UKST juga menyatakan keprihatinannya untuk masa depannya saat ini karena kerja paruh waktu juga masih susah hidupnya, sementara masih harus sekolah.

Sementara itu di Hokkaido ada pemda yang memberikan beasiswa 52.000 dolar AS untuk dua tahun.

"Saya setuju cara beasiswa tersebut supaya pelajarnya merasa bermanfaat sehingga tidak memberatkan hidup mereka dan bisa fokus belajar. Sistem itu harus diperluas di Jepang. Jangan melihat pelajar asing sebagai perahan untuk dipekerjakan saja," kata pengacara Ibuki.

Bagi yang mau belajar dan bekerja di Jepang bisa hadir di seminar 26 Juli jam 13.00-17.00 di NAM Hotel Kemayoran Jakarta dan 27 Juli jam yang sama di Hotel Prime Plaza Sanur Bali tanpa dipungut bayaran.

Informasi kerja bisa diikuti gratis di facebook: https://www.facebook.com/groups/kerjadijepang/
(Sumber NHK World)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas