Guru di Jepang Didenda 310.000 Yen Gara-gara Bawa Pulang Roti dan Susu dari Sekolah
Seorang guru laki-laki berusia 60 tahun didenda 310.000 yen dari sekolahnya karena membawa pulang roti dan susu yang tidak dimakan para pelajarnya.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Seorang guru laki-laki berusia 60 tahun didenda 310.000 yen dari sekolahnya karena membawa pulang roti dan susu yang tidak dimakan para pelajarnya.
Peristiwa ini kini tengah viral di Sakai, Osaka dan menjadi perbincangan di dunia maya.
"Salahnya apa dia membawa makanan yang tidak dimakan pelajar di sekolahnya? Daripada dibuang ke sampah, kan lebih baik dimakan," kata Utsunomiya, seorang pengajar Kota Sakai kepada Tribunnews.com, Selasa (31/12/2019).
Hingga 30 November 2019 seorang guru membawa pulang setiap hari makanan para pelajar sekolahnya yang tidak dimakan, atau yang muridnya tidak masuk, sehingga tersisa di sekolah.
Makanan sekolah itu dibawa pulang untuk dimakan sendiri dan tidak dijual.
Merasa sayang kalau dibuang ke sampah, selain juga meringankan tukang sampah karena sampah jadi semakin sedikit kalau makanan itu dibawa pulang guru dan dimakan sendiri.
Begitulah yanga ada di pikiran sang guru.
Namun pihak sekolah mendenda guru itu karena dianggap melanggar membawa ke luar makanan sekolah.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami di Jepang, Tewaskan 5.233 dan Sebabkan Kebakaran Besar
Baca: Pelawak Terkenal Jepang Beri Petunjuk Tanda-tanda Pria Ingin Ceraikan Istrinya
Baca: Gubernur Hyogo Minta Lotre Jepang Direformasi karena Jumlah Pemenang Semakin Sedikit
Jadi kalau tidak dimakan atau murid tidak masuk sekali pun, makanan harus dibuang ke tempat sampah, tidak boleh dibawa ke luar sekolah.
Hal tersebut untuk menjaga kesehatan, tanggung jawab sekolah atas kesehatan semua orang yang ada di sekolah tersbeut.
Kalau dibawa ke luar ada kemungkinan jadi basi lalu tetap dimakan dan sakit, maka sekolah yang akan jadi korban karena dianggap seolah menyediakan makanan basi.
Namun sang guru berpikir mottainai (mubazir) makanan yang masih baru lalu dibuang ke sampah.
Dari sekitar Juni 2015 hingga Juni tahun ini, guru membawa kembali sekitar 1.000 potong roti dan sekitar 4.200 pak susu yang telah dijadwalkan untuk dibuang.
Makan siang dibagikan sebagai “suplemen” di sekolah dari jam 19.10 selama istirahat 10 menit.
Program ini mencakup 150 siswa, dan biaya makan siang tahunan 2,16 juta yen dibayarkan oleh publik, memakai uang pajak masyarakat.
Baca: Bosozoku, Geng Motor Liar di Jepang Ramaikan Jalanan Menjelang Pergantian Tahun
Baca: Pohon Ichou Paling Cocok untuk Antisipasi Kebakaran di Jepang
Baca: Kagami Mochi, Terbesar di Dunia Seberat 700 Kg untuk Tahun Baru yang Lebih Baik Lagi di Jepang
Satu roti manis dan satu pak susu dalam bungkus kertas disediakan gratis.
Namun, banyak siswa bekerja di siang hari dan banyak siswa tiba-tiba absen karena alasan pekerjaan, sehingga tidak semua siswa siap datang dan belajar serta makan setiap waktu.
Akibatnya sekitar 10 hingga 30 orang meninggalkan makanan tersebut setiap hari dan makanan menjadi mubazir.
Dewan sekolah menganggap bahwa makan siang di sekolah dibeli dengan uang publik.
"Kami juga berkonsultasi dengan seorang pengacara. Dikatakan bahwa itu adalah pencurian, membawa pulang tanpa izin, meskipun itu dijadwalkan untuk dibuang," kata Sekretariat Pendidikan Dewan Kota Sakai.
Dianggapnya guru menghabiskan makanannya sendiri. Ini sama dengan mengambil peralatan rumah dari perusahaan. Pencurian dan penggelapan adalah satu masalah pelanggaran hukum.
Fun Mizuki, presiden Beautiful Smile (Kota Osaka), yang mengoperasikan situs mail order pengurangan kehilangan makanan, Los Zero, juga mengatakan, "Membuang-buang barang yang tersisa sia-sia."
Dia menunjukkan bahwa sisa makanan (zanza) dari seluruh makan siang sekolah di Jepang berjumlah sekitar 50.000 ton per hari.
Baca: Shani JKT48 Tampil di Teater AKB48 di Akihabara Jepang
Baca: Selama 9 Bulan, Penjualan di Pasar Ikan Iwate Jepang Mencapai 4,85 Miliar Yen
"Awalnya, sekolah adalah tempat bagi anak-anak untuk belajar tentang makanan dan lingkungan. Perlu untuk mengubah mekanisme yang tidak menghasilkan makanan berbahaya. Dengan kesempatan ini, masyarakat secara keseluruhan harus memikirkan sisa makanan dimakan siang hari di sekolah."
Menanggapi hal ini, kota mulai mempertimbangkan untuk menyumbangkan sisa makanan sebagai pakan atau pupuk.
"Kami sedang mempertimbangkan cara untuk menghindari sisa makanan di tempat pertama, tetapi jika meminta siswa sebelumnya untuk makan siang, jumlah orang yang memesan secara gratis akan meningkat untuk saat ini. Ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan mekanisme untuk mengurangi sisa makanan."
Makanan bagi pelajar sekolah tersebut disediakan gratis dengan menggunakan uang pajak masyarakat.
Murid boleh memakannya dan meminumnya, tetapi harus di sekolah saja.
Itulah sebabnya bagi pelajar yang sudah bosan atau enggan makan, maka ditinggal di sekolah dan harus dibuang ke sampah, menjadikan masalah saat ini, karena dianggap mottainai (mubazir).
Situs Mottainai diciptakan oleh warga Indonesia di Jepang agar semua barang dapat digunakan sesama WNI yang membutuhkan, daripada dibuang percuma.
Semua dapat menjadi member gratis di facebook ini: https://www.facebook.com/groups/BagibagiTokyoJepang/