Qassim Soleimani, Jenderal Iran yang Dibunuh Amerika Lewat Serangan Udara
Profil Mayor Jenderal Qassim Soleimani, Ia Dipandang sebagai Musuh yang Tangguh, Hingga Ahli Strategi Berpengaruh.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Malvyandie Haryadi
Pasukan Al Quds memiliki tugas menjalankan operasi-operasi bantuan militer maupun politik di luar wilayah Iran, demi kepetingan negara tersebut.
Qassem merupakan veteran perang Irak-Iran. Sebagai kepala pasukan ekstrateritorial, Qassem memiliki hubungan sangat dekat dengan milisi Hezbollah di Lebanon.
Begitu juga dengan kelompok Hamas di Jalur Gaza. Secara politik, Qassem juga memiliki hubungan sangat baik dengan kelompok Kurdi Irak dan Suriah serta kaum Shiah di kedua negara tersebut.
Saat kelompok Kurdi memberontak Saddam Hussein pada tahun 90an, Qassem membantu menyalurkan senjata dan logistik untuk mereka.
Ketika Suriah terjatuh dalam perang saudara, pemberontakan dan meluasnya sepakterjang kelompok ISIS, Iran mengirimkan Qassem Soleimani.
Ia bahu-membahu bersama pasukan Bashar Assad, memerangi ISIS dan kelompok-kelompok bersenjata dukungan Saudi, Emirat, Turki, dan negara barat.
Di Irak, kelompok PMU dengan dukungan Qassem bersama pasukan Irak, sukses mengalahkan ISIS yang menguasai Mosul dan sekitarnya bertahun-tahun.
Sebagai anak desa, Qassem kecil tumbuh selayaknya putra petani miskin. Beranjak muda, ia merantau ke Kota Kerman, bekerja sebagai tukang bangunan.
Pada 1975, Qassem bekerja di perusahaan air minum di Kerman. Di sela-sela istirahatnya, Qassem berusaha ikut latihan beban di tempat gymnasium.
Ia juga sering mendengarkan pengajian dan kotbah Hojjat Kamyab, ulama anak didik Ayatollah Khomeini.
Pada 1979, Qassem bergabung ke Pasukan Pengawal Revolusi Iran, sesaat sesudah Revolusi Iran berhasil menjungkalkan Shah Reza Pahlevi.
Di awal karier militernya, sebagai opsir muda ia ditempatkan di barat laut Iran, dan ikut serta dalam penanganan pemberontakan separatis Kurdi di Provinsi Azerbaijan Barat.
Pada 22 September 1980, ketika Presiden Irak Saddam Hussein menyatakan perang ke Iran, Soleimani terjun memimpin kompi pasukan dari Kerman.
Prestasinya cemerlang karena ia berani dan cermat. Ia berhasil merebut wilayah-wilayah yang diduduki pasukan Irak di Kerman.
Kontribusinya itu membuat ia diganjar penghargaan memimpin Divisi Sarallah 41 saat masih berusia 20-an. Ia ikut dalam sebagian besar operasi di wilayah selatan.
Sesudah perang Irak-Iran berakhir pada 1988, Qassem menapaki karier penting di IRGC, hingga ia dipercaya mengepalai Pasukan Quds.
Qassem sempat diyakini akan memimpin IRGC, meneruskan kepemimpinan Jenderal Yahya Rahim Safavi pada 2007. Ternyata hingga kematiannya, ia masih berada di pos Pasukan Quds.
Qassem Soleimani digambarkan merupakan perwira yang paling berpengaruh di Timur Tengah untuk saat ini.
Ia ahli strategi dan taktik militer terkait usaha Iran memerangi pengaruh barat dan memperluas pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Di Irak, sebagai komandan Pasukan Quds, dia diyakini telah mempengaruhi organisasi di pemerintahan Irak, terutama mendukung Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Profil Qassem Soleimani, Jenderal Iran yang Dibunuh Atas Perintah Presiden Trump
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Malvyandie Haryadi) (Tribun Jogja/Setya Krisna Sumargo)