Babak Baru Trump Vs Iran: Situs Pemerintahan AS Diretas, Ada Gambar ''Potus'' Dipukul
Situs pemerintahan Amerika Serikat diretas pasca Donald Trump mengancam Iran lewat Twitter: Kami selalu siap.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Seorang hacker alias peretas yang mengaku dari Iran, telah mengambil kendali situs resmi pemerintahan Amerika Serikat.
Para pengguna internet yang masuk ke situs American Federal Depository Library Programme (FDLP), disambut layar hitam penuh tulisan dan foto Donald Trump.
FDLP merupakan situs yang dibuat pemerintah agar publikasi federal Amerika tersedia untuk umum dan bisa diakses tanpa biaya.
Aksi peretas ini terjadi pada Minggu (5/1/2020) waktu Indonesia.
"Demi nama Tuhan, Republik Islam Iran. Ini adalah pesan dari Republik Islam Iran," tulis peretas di awal pesannya, dikutip Tribunnews dari Daily Mirror.
"Kami tidak akan berhenti mendukung teman-teman kami di wilayah ini: rakyat Palestina yang tertindas, rakyat Yaman yang tertindas, rakyat dan pemerintah Suriah, rakyat dan pemerintah Irak, rakyat Bahrain yang tertindas, mujahidin sejati di Lebanon dan Palestina.
(Mereka) akan selalu didukung oleh kami," lanjut peretas.
Di bawahnya, terpampang gambar sang "Potus" (Presiden Of The United States) Donald Trump dipukul di bagian pipi kirinya.
Trump terlihat menunjukkan ekspresi kesakitan sementara ia menggigit bibir bagian bawah.
Di bawah gambar Donald Trump, tertulis aksi peretasan dilakukan oleh grup peretas dari Iran.
"Diretas oleh Iran Cyber Security Group Hackers.
Ini adalah sebagian kecil dari kemampuan meretas Iran.
Kami selalu siap.
Berlanjut," bunyi tulisan tersebut.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews, situs pemerintahan Amerika yang diretas tersebut tidak dapat diakes pada Minggu siang.
Diretasnya situs pemerintahan Amerika Serikat tersebut terjadi beberapa jam setelah Trump menuliskan ancaman yang ditujukan untuk Iran di Twitter.
Dalam cuitannya, Trump mengatakan akan menargetkan 52 situs Iran jika Iran menyerang warga atau aset Amerika.
Trump menyebutkan, situs-situs tersebut sangat penting bagi Iran maupun budaya Iran.
Ditargetkannya 52 situs itu, ujar Trump, adalah sebagai gantinya 52 warga Amerika yang disandera bertahun-tahun lalu.
"Iran tengah berbicara dengan sangat berani, tentang menargetkan aset Amerika sebagai balas dendam karena kita membersihkan dunia dari pemimpin teroris mereka yang baru saja membunuh seorang warga Amerika, dan melukai banyak orang, belum lagi semua orang yang telah dia bunuh selama hidupnya, termasuk baru baru ini...."
"....ratusan pemrotes Iran. Dia sudah menyerang Kedutaan Besar kita, dan menyiapkan serangan tambahan di lokasi lain.
Iran telah menjadi masalah selama bertahun-tahun.
Biarkan ini berfungsi sebagai PERINGATAN, jika Iran menyerang warga Amerika atau aset Amerika, kami memiliki...."
"....target 52 situs Iran (mewakili 52 sandera Amerika yang diambil Iran bertahun-tahun lalu), beberapa di tingkat sangat tinggi dan penting bagi Iran dan budaya Iran, dan target itu, dan Iran sendiri, AKAN DISERANG SANGAT CEPAT DAN SANGAT KERAS. Amerika Serikat tidak ingin ada ancaman lagi!" cuit Donald Trump, dikutip dari akun Twitternya.
Masih mengutip Daily Mirror, diketahui 52 warga Amerika disandera di Iran selama 444 hari setelah ditangkap di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran pada November 1979.
Kejadian tersebut menjadi titik negatif dalam hubungan antara Amerika dan Iran.
Diketahui, ancaman yang diberikan Iran kepada Amerika terkait tewasnya komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani di Bandara Internasional Baghdad, Irak pada Jumat (3/1/2020) dini hari waktu setempat.
Iran Bersumpah Balas Dendam
Sejumlah pejabat Iran, termasuk pemimpin tertingginya, bersumpah balas dendam setelah jenderal top mereka tewas diserang AS.
Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang merupakan sayap Garda Revolusi, terbunuh di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Dia tewas bersama wakil kepala organisasi paramiliter Irak Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, dalam rentetan serangan rudal.
Pentagon menyatakan, jenderal top Iran itu tewas dalam serangan berdasarkan "arahan" dari Presiden Donald Trump.
Dalam kicauan di akun Twitter, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan tiga hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani.
"Dia mati syahid setelah upayanya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun," ucap Khamenei dilansir AFP, Jumat (3/1/2020).
Khamenei menyatakan, dengan kehendak Tuhan, segala pekerjaan maupun langkah komandan 62 tahun itu tidak akan sia-sia.
"Balas dendam yang sangat menyakitkan menunggu para kriminal yang telah menumpahkan darah para martir itu di tangan mereka," ancamnya.
Pemimpin tertinggi itu mengklaim, segala pihak yang berseberangan dengan AS bakal siap untuk membalaskan kematian Soleimani.
"Kehilangan jenderal kami memang pahit. Namun meneruskan perjuangannya dan mencapai kemenangan bakal membuat para penjahat getir," janjinya.
Senada dengan Khamenei, Presiden Hassan Rouhani menyatakan, kematian Soleimani yang disebutnya "syahid" telah menghancurkan negara di Timur Tengah.
"Tidak diragukan lagi Bangsa Iran yang besar dan negara bebas lain bakal balas dendam atas kejahatan ini," tegasnya.
Sementara Menteri Pertahanan Amir Hatami, yang juga komandan Pasukan Quds, berjanji pembalasan yang datang bakal "mengerikan".
"Kami akan menuntut pembalasan dari mereka yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pembunuhannya," janjinya dikutip Sky News.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenderal Topnya Tewas Diserang AS, Iran Bersumpah Balas Dendam"
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)