Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ninja Jepang Tak Bisa Digunakan Sebagai Penengah untuk Mendamaikan Ketegangan Antara Iran dan AS

Ninja tak bisa bergerak dan atau tak bisa digunakan sebagai penengah untuk mendamaikan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Ninja Jepang Tak Bisa Digunakan Sebagai Penengah untuk Mendamaikan Ketegangan Antara Iran dan AS
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Jinichi Kawakami (70), ninja terakhir di Jepang saat ini. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Ninja adalah mata-mata (spy) dari kalangan samurai (ksatria) Jepang tingkatan terbawah, layaknya para petani biasa.

Banyak fungsi ninja digunakan sebagai mata-mata, pembawa dan pemberi informasi banyak pihak dan kadang sekaligus juga sebagai penengah untuk dua pihak yang sedang bersitegang atau bahkan bermusuhan.

Namun ternyata dalam dunia modern saat ini ninja tak bisa bergerak dan atau tak bisa digunakan sebagai penengah untuk mendamaikan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Mengapa?

"Urusan kedua negara tersebut terkait kental dengan urusan agama pula terutama Iran yang muslim," kata Jinichi Kawakami (70), ninja terakhir Jepang kepada Tribunnews.com baru-baru ini.

Jinichi Kawakami, Ninja Terakhir di Jepang
Jinichi Kawakami, Ninja Terakhir di Jepang (intisari)

Mneurutnya, apa yang telah terkait dengan soal agama menjadi serba sulit untuk dipecahkan, sulit didamaikan, apalagi kalau sudah bersebelahan alias berbeda agama.

"Meskipun ada ninja Amerika, misalnya, juga akan sulit menjadi penengah antara kedua negara tersebut. Demikian pula misalnya ada ninja Iran, apakah bisa jadi pendamai dengan pihak Amerika Serikat?"

BERITA REKOMENDASI

Segala sesuatu kalau sudah terkait perang dengan negara yang punya satu agama memang agak sulit.

"Bukan hanya butuh uang untuk mengurus perdamaian, tetapi juga terkait agama, dan terlebih terkait pride (kebanggaan) juga yang sulit dan sensitif sekali. Ninja tak bisa dipakai untuk hal itu," kata dia.

Saat ini dunia sudah sangat berubah dibandingkan puluhan tahun yang lalu.

Baca: Nama Keluarganya Hanya Satu Huruf, Takako Kesulitan Bepergian ke Luar Negeri

Baca: Khawatir Virus Corona, Amerika Serikat Larang Non-warga yang Lakukan Perjalanan ke China Masuk AS

"Itu sebabnya saya tak mau mengajarkan ninja kepada siapa pun kecuali 13 murid yang ada saat ini tersebar di Jepang," tambahnya.

Belajar ninja menurut ayah dari seorang pueri yang masih berusia 4 tahun ini, tak ada untungnya bagi kehidupan saat ini, tak akan bisa memberikan makan untuk kehidupan sehari-hari.

Jadi harus dilengkapi dengan ilmu baru yang ada misalnya penguasaan IT, dan sebagainya.

Ninja Kawakami juga melihat perhatian dunia lebih banyak mengerti dan memahami ninja ketimbang samurai.

Jinichi Kawakami (71), Ninja terakhir Jepang.
Jinichi Kawakami (71), Ninja terakhir Jepang. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

"Itulah sebabnya ninja semakin populer di samping juga ada Game Ninja memang bagi para anak muda serta berbagai pola promosi mengenai ninja di berbagai negara. Namun di Jepang sendiri malahan justru kurang populer. Bahkan tidak sedikit yang mempertanyakan atau pun meragukan adanya ninja, disangkanya malah penipuan," jelas Kawakami.

Oleh karena itu Kawakami berharap bisa memberikan pengertian yang lebih baik lagi dan lebih luas lagi mengenai ninja justru di dalam negerinya sendiri di Jepang.

Baca: Deretan Negara yang Melarang Turis China Masuk untuk Cegah Penyebaran Virus Corona

Baca: Rute Penerbangan Pesawat Menuju Bandara Haneda Tokyo Jepang Berubah Mulai 29 Maret 2020

Agar tidak salah pengertian mengenai ninja apalagi sampai dianggap ninja itu sebuah penipuan, hanya karena kurangnya informasi mengenai ninja.

Buku "Ninja Indonesia" dalam bahasa Indonesia akan diterbitkan dalam tahun ini.

Info lengkap dapat dibaca di http://ninjaindonesia.com/ atau email ke: info@ninjaindonesia.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas