Akademisi China Serukan Keadilan bagi Li Wenliang: Poin Kuncinya adalah Kebebasan Berbicara
Akademisi China telah terbitkan surat terbuka yang desak pemerintah untuk melindungi kebebasan berpendapat dan meminta maaf atas kematian Li Wenliang.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Pravitri Retno W
Warga Republik Rakyat Tiongkok, dalam melaksanakan kebebasan dan hak-hak mereka, tidak boleh melanggar kepentingan negara, masyarakat atau kolektif, atau pada kebebasan dan hak sah warga negara lainnya."
Sebelum kematiannya, Li Wenliang bekerja sebagai dokter mata di Rumah Sakit Pusat Wuhan.
Baca: Warga Singapura Antre Belanja 2 Km setelah Status Wabah Virus Corona Naik & Kegiatan akan Diliburkan
Baca: Terungkap Pria Inggris yang Positif Virus Corona saat Bulan Madu, Baru Menikah Januari 2020
Pria 34 tahun tersebut, menikah dan telah memiliki seorang putra dengan istrinya yang tengah hamil anak kedua.
Pada 30 Desember 2019, ia mengirim pesan WeChat ke mantan teman-teman sekolah kedokterannya, berjudul "Tujuh kasus Sindrom pernapasan akut (SARS) dari Pasar Grosir Makanan Laut Huanan", di mana ia memperingatkan wabah pneumonia yang tidak terdiagnosis di rumah sakitnya.
Tangkapan layar dari pos tersebut bocor dan diedarkan secara online pada hari berikutnya.
Pada 1 Januari 2020, otoritas kesehatan setempat membuat pengumuman resmi yang mengatakan bahwa 27 kasus pneumonia karena penyebab yang tidak diketahui telah terdeteksi.
Sementara polisi Wuhan mengatakan, mereka telah menghukum delapan orang karena 'menyebarkan desas-desus'.
Kematian Li Wenliang disambut guncangan dan kemarahan di Tiongkok.
Baca: Update Corona, Keluarga dari Inggris Diisolasi di Rumah Sakit Spanyol dan Satu WN Amerika Meninggal
Baca: Meski Ada Wabah Virus Corona, Warga Wuhan di Bali Tetap Ingin Pulang
Hampir 35 ribu orang mengonfirmasi kasus dan lebih dari 720 kematian akibat virus corona, kini banyak pertanyaan diajukan mengapa peringatan Li Wenliang tidak ditanggapi dengan serius.
"Wabah virus corona baru bukanlah bencana alam, tetapi buatan manusia. Kita harus belajar dari kematian Li Wenliang," ujar Tang Yiming.
"Sebagai intelektual senior dan akademisi, jika kita tidak mengatakan sesuatu, kita akan merasa malu atas hati nurani dan pengetahuan kita, maaf untuk orang-orang," tambahnya.
"Kita semua harus merenungkan diri kita sendiri. Dan para pejabat bahkan harus menyesali kesalahan mereka," lanjutnya.
Seorang profesor hukum dari Universitas Peking di Beijing, Zhang Qianfan menyerukan pemerintah untuk menetapkan 6 Februari sebagai 'Hari Kebebasan Berbicara' dan menghapuskan ketentuan dalam hukum pidana yang berupaya untuk menahannya.
"Kita tidak bisa membiarkan Li Wenliang mati sia-sia," ujar Zhang Qianfan.