Benarkah Plasma Darah Pasien Sembuh Virus Corona Bisa Obati Covid-19? Ahli Beri Penjelasan
Para ahli memberikan penjelasan terkait plasma darah pasien sembuh virus corona bisa obati infeksi Covid-19.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Antibodi merupakan protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan 'penjajah', seperti virus, bakteri atau zat asing lainnya.
Baca: Seorang Perawat di Rumah Sakit Kota Sagamihara Jepang Positif Terinfeksi Virus Corona
Baca: China Bantah Tidak Transparan Umumkan Jumlah Korban Virus Corona
Meski begitu, dibutuhkan waktu bagi tubuh untuk meningkatkan produksi antibodi yang bisa menjadi obat baru.
Apabila virus atau bakteri mencoba menyerang lagi di masa mendatang, tubuh akan mengingat dan secara cepat menghasilkan pasukan antibodi.
Penyintas Covid-19 masih memiliki antibodi terhadap virus corona dalam darah mereka.
Menyuntikkan antibodi dari darah mereka pada orang yang sakit, secara teoritis bisa membantu pasien melawan infeksi lebih baik.
Dengan kata lain pengobatan ini akan mentransfer kekebalan tubuh penyintas pada pasien sakit.
Benjamin Cowling, profesor epidemionologi di Universitas Hong Kong, mengatakan pendekatan serupa juga pernah dilakukan saat pandemi flu.
"Saya senang mengetahui bahwa plasma dari pasien yang telah sembuh sedang diuji," ujar Carol Shoshkes Reiss, profesor biologi dan ilmu saraf di Universitas New York.
Namun, Reiss menyebutkan, para ahli dan dokter perlu mengendalikan kemungkinan efek dari pengobatan tersebut.
Meski begitu, tak semua orang yakin, menggunakan plasma darah penyintas pada pasien terjangkit Covid-19 merupakan hal masuk akal.
"Saya pikir perawatan teoretis ini adalah ide bagus."
Baca: Berjuang Melawan Maut, Pasien Korban Virus Corona Akhirnya Meninggal di Taiwan
Baca: Pengakuan Mengejutkan Pasien yang Sembuh dari Virus Corona
"Tapi lebih baik kita melakukan prosedur normal untuk memastikan bahwa perawatannya aman dan efektif, sebelum diuji coba pada orang," tutur Dokter Eric Cioe-Pena, direktur kesehatan global di Northwell Health, New York.
"Saya pikir kita harus melakukan proses ilmiah untuk melanjutkan dan mencoba mempelajari perawatan ini sebelum memberlakkannya."
"Terutama pada virus yang tingkat kematiannya rendah," imbuh dia.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)