Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Majelis Tinggi Jepang Memasukkan Virus Corona dalam Revisi UU Darurat Influenza

Majelis tinggi Jepang akan memasukkan penyakit corona ke dalam Revisi UU Darurat Influenza Jepang, Jumat (13/3/2020) besok.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Majelis Tinggi Jepang Memasukkan Virus Corona dalam Revisi UU Darurat Influenza
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Peta Kota Gamagori di tepian Pantai Perfektur Aichi Jepang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Majelis tinggi Jepang akan memasukkan penyakit corona ke dalam Revisi UU Darurat Influenza Jepang, Jumat (13/3/2020) besok.

Selanjutnya UU Darurat Influenza itu akan mulai diimplementasikan pada Sabtu (14/3/2020) mendatang.

"Di beberapa negara penalti dan penerapan hukum dijalankan bagi yang tak patuh untuk dirumahkan. Tetapi di Jepang hanya permohonan saja, menunggu kalau ada permintaan pihak ketiga dan penegak hukum. Namun di Singapura misalnya sudah ada denda," ungkap mantan jaksa khusus Jepang Wakasa Masaru, baru-baru ini.

Masalah hukum mulai mengemuka di Jepang setelah adanya kasus 4 Maret lalu.

Seorang pria usia 50 tahunan mengunjungi sebuah restoran di Kota Gamagor Perfektur Aichi 4 Maret lalu.

Baca: Said Didu Sebut Alasan Jokowi Ingin Libatkan Ahok di Ibu Kota Baru: Saling Memegang Kunci

Baca: Reaksi Ibu Ussy dan Andhika saat Tahu Jenis Kelamin Cucu Kelima, Andhika Pratama: Hasilnya 90 Persen

Pria itu sengaja berteriak akan menyebarkan infeksi corona yang dideritanya kepada orang sekitarnya.

Berita Rekomendasi

Petugas polisi dikirim dengan pakaian pelindung sebagai tanggapan terhadap laporan dari toko, dan pejabat pusat kesehatan juga dipaksa untuk mendisinfeksi.

Orang tua yang tinggal bersama lelaki tersebut dirawat di rumah sakit karena demam dan dispnea dan ditemukan terinfeksi pada 3 Maret lalu, membuat anak lelakinya stres dan berteriak di dalam restoran tersebut.

Pada hari berikutnya, lelaki itu ditemukan positif dengan tes genetik.

Lelaki itu telah diminta untuk menunggu di rumah sampai ada tempat di rumah sakit bisa menampungnya.

Pria itu tidak mau dan semakin stres, panik, lalu melakukan aksinya 4 Maret malam hari di sebuah restoran di Kota Gamagori.

"Kami sangat menyesal bahwa bahaya infeksi telah mencapai warga meskipun diperintahkan untuk tinggal di rumah," kata Wali Kota Gamagori Toshiaki Suzuki pada konferensi pers.

Baca: Video Gol PSG vs Dortmund di Liga Champions, Neymar & Juan Bernat Bawa Tuan Rumah ke Perempat Final

Baca: Saat Terkena Demam Berdarah Jangan Hanya Fokus Minum Jus Jambu

Wali kota juga mengakui telah menerima berbagai pendapat.

"Kami dapat mempertimbangkan tindakan pencegahan yang diperlukan di masa mendatang," kata dia.

Cara yang dilakukan pria tersebut tampaknya hanya bisa berproses hukum di Jepang apabila dilaporkan dan penuntutan dilakukan pemilik toko restoran yang bersangkutan.

"Jika seseorang ditemukan terinfeksi, menyebarkan infeksinya, dapat diajukan dengan tuduhan mencederakan orang lain dan pria itu harus bertanggungjawab," ungkap Wakasa.

Hal itu merupakan kejahatan seperti penggambaran bisnis yang keliru, ancaman dan pelanggaran undang-undang kejahatan ringan, dan kerusakan dapat dicari.

Amandemen Undang-Undang tentang Tindakan Khusus terhadap Pandemi Influenza, termasuk corona yang akan diimplementasikan Sabtu (14/3/2020) besok, memungkinkan Gubernur dan kepala daerah membatasi penggunaan fasilitas apa pun dan di mana pun di wilayah kekuasaannya.

Rawat inap secara paksa pada orang yang terinfeksi sekarang dimungkinkan, tetapi tes dan menunggu di rumah hanya diperlukan dan tidak wajib.

Baca: Liga Eropa: Sevilla Kontra AS Roma dan Inter Milan vs Getafe Ditunda Karena Virus Corona

Baca: FAKTA WN Belanda Aniaya Nelayan di NTT: Tak Terima Rumahnya Disebut Sampah hingga Sama-sama Mabuk

Di Singapura, penolakan untuk melakukan tes infeksi atau melanggar perintah untuk menunggu di rumah akan menghasilkan denda maksimum 10.000 dolar Singapura (sekitar 760.000 yen) atau hukuman enam bulan penjara.

Di Taiwan, pekerja rumahan diminta untuk memberikan informasi lokasi ponsel cerdas mereka untuk memeriksa apakah mereka ke luar.

Norio Sugaya, Direktur Pusat Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Keiyukai Perfektur Kanagawa menekankan bahwa tidak ada wabah besar-besaran telah terjadi di Jepang pada saat ini.

"Tidak perlu menunggu mereka dengan menunggu di rumah. Namun, jika beberapa wabah terjadi, maka kita harus siap untuk kerugian ekonomi, harus memotong (memisahkan) kota dan mengambil langkah-langkah lain untuk mencegah penyebaran infeksi, seperti di negara-negara di luar negeri," ungkap Sugaya.

Diskusi mengenai Jepang dalam WAG Pecinta Jepang terbuka bagi siapa pun. Kirimkan email dengan nama jelas dan alamat serta nomor whatsapp ke: info@jepang.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas