Kondisi Manila Berubah Sepi Setelah Lockdown Virus Corona
Jalanan di Metro Manila seketika sepi, setelah beberapa waktu lalu pemerintah memberlakukan lockdown. Pemerintah menutup batas kota guna menahan wabah
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNEWS.COM - Jalanan di Metro Manila, Filipina seketika sepi setelah beberapa waktu lalu pemerintah memberlakukan lockdown atau penguncian kota.
Pemerintah menutup batas kota untuk menahan penyebaran wabah Covid-19.
Kini 12 juta jiwa di Manila harus menanggung resiko pembatasan ini.
Kementerian Kesehatan Filipina pada Minggu (15/3/2020) mengonfirmasi 28 kasus baru Covid-19.
Kini total keseluruhan kasus corona di sana adalah 140 jiwa.
Pasien termudanya adalah seorang gadis berusia 13 tahun.
Sementara jumlah kematian adalah 11 orang jiwa.
Sedangkan The Wuhanvirus pada Senin (16/3/2020) mencatat ada 1 kematian baru sehingga kini totalnya 12 korban meninggal di Filipina.
Penguncian ini mau tak mau mempengaruhi kawasan padat penduduk layaknya Manila.
Seperti halnya yang terjadi di kawasan perbelanjaan elit di Makati.
Dilansir Al Jazeera, lokasi itu terlihat sepi pengunjung.
Padahal biasanya tempat-tempat di sana akan penuh sesak dengan pengunjung keluarga setelah misa Minggu.
Salah satu cabang Starbucks memperpendek waktu kerja karyawannya.
Bahkan salah satu barista mengaku dia tidak yakin kedai kopi ini akan buka esok harinya atau tidak.
Sejumlah trasnportasi umum seperti kereta api dan bus masih beroperasi.
Namun hanya terlihat kursi-kursi kosong, hanya diisi segelintir penumpang di dalamnya.
"Covid-19 ini lebih buruk daripada perang," ujar seorang penegmudi taksi, Bobric Caballo.
"Kita semua terpengaruh. Namun, yang paling parah adalah mata pencaharian kami," Caballo mengeluhkan sepinya penumpang.
Baca: Imbas Corona, Presiden Filipina Tutup Kota Manila
Baca: Hadapi Ceres Negros FC di Piala AFC 2020, Pemain Bali United Optimis Raih Poin dari Manila
Padahal hari-hari biasanya dia bisa menghasilkan sekitar 50 USD atau sekira Rp 700.000.
Pengasilannya ini sudah melebihi upah minimum harian di Manila.
Namun kini dia harus bergelut dengan pusat kota Filipina yang lengang.
Bila beruntung, dia bisa mendapat 20 USD tau sekira Rp 300.000 saja.
Bahkan dia juga harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli masker dan pembersih untuk keselamatan dirinya sendiri.
"Aku memberikan masker kepada penumpang yang tidak punya."
"Aku berharap bisa menghentikan orang-orang yang bersin dan batuk karena alkohol."
"Tapi itu sebenarnya tidak sopan," jelas Caballo.
Presiden Memerintahkan Lockdown Khusus Manila
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte menjelaskan sejumlah langkah pemerintah dalam menahan penyebaran wabah Covid-19 pada 12 Maret lalu.
Dia menyerukan agar warga Filipina khususnya Manila, untuk melakukan karantina pribadi.
Upaya lainnya yaitu dengan menangguhkan akses masuk baik dari udara, darat, dan laut.
Hal ini berlaku di 17 distrik Metro Manila dari 15 Maret sampai 14 April.
Perbatasan daerah akan dikawal oleh gabungan aparat polisi dan militer.
Mereka akan berpatroli di sepanjang perbatasan dari pukul 8 malam hingga 5 pagi.
Duterte menilai pembatasan ini tidak akan mempengaruhi perekonomian di ibukota Manila.
"Kami tidak ingin menggunakan kata itu (lockdown) karena kalian takut dengan penguncian, tapi ini adalam penguncian," ujar Duterte.
Baca: Cegah Penyebaran Virus Corona, Presiden Duterte Lockdown Rakyat Filipina
Baca: Sampai Februari, Isuzu Sudah Kapalkan 800 UnitTraga ke Filipina
Sebanyak 56 pos pemeriksaan dikerahkan untuk menjaga titik masuk 17 distrik Metro Manila.
Polisi dan militer tersebut akan memeriksa suhu pada orang-orang yang akan melintasinya.
Wakil Sekretaris Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah (DILG) Jonathan Malaya mengakui bahwa kebijakan lockdown ini akan berdampak pada perekonomian.
Terutama untuk urusan logistik.
Namun bagaimanapun juga langkah drastis seperti ini perlu dilakukan.
Kendati demikian, Otoritas kepolisian Manila (NCRPO) Debold Sinas mengatakan hanya setengah dari pos pemeriksaan yang dilengkapi alat pemindai suhu tubuh.
"Jika tidak ada alat pemindai termal yang cukup, kami akan memindahkan dari kantor polisi ke pos pemeriksaan," ujar Sinas.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)