China Revisi Data Wabah Covid-19, Ada Peningkatan 50 Persen Jumlah Korban Meninggal
Jumlah korban meninggal di Kota Wuhan bertambah 1.290 dari data sebelumnya 2.579 orang, mencerminkan pelaporan yang salah akibat keterlambatan.
Penulis: Febby Mahendra
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - China merevisi jumlah korban tewas di Kota Wuhan Provinsi Hubei, terkait Covid-19. Ada peningkatan 50 persen jumlah korban meninggal dibandingkan dengan laporan sebelumnya sehingga total menjadi 3.869 orang.
Sedangkan jumlah kematian nasional pada Jumat (17/4/2020) menjadi 4.632 orang.
Revisi tersebut merupakan jawaban atas keraguan sejumlah pihak mengenai keakuratan data China tentang penyakit ini ketika kasus global meningkat.
Jumlah korban meninggal di Kota Wuhan bertambah 1.290 dari data sebelumnya 2.579 orang, mencerminkan pelaporan yang salah akibat keterlambatan dan kelalaian.
Revisi tersebut sekaligus mengikuti spekulasi luas mengenai jumlah kematian di Wuhan secara signifikan lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Rumor tentang lebih banyak korban akibat virus corona di Wuhan telah berminggu-minggu berkembang, dipicu oleh foto-foto antrean panjang anggota keluarga yang menunggu mengumpulkan abu kerabat yang dikremasi dan laporan ribuan guci menumpuk di rumah duka.
"Pada tahap awal, karena kapasitas rumah sakit terbatas dan kekurangan staf medis, beberapa lembaga medis gagal terhubung dengan sistem pengendalian dan pencegahan penyakit lokal secara tepat waktu. Akibatnya, tertundanya pelaporan kasus yang dikonfirmasi dan beberapa kegagalan untuk menghitung jumlah pasien secara akurat," ujar seorang pejabat di Wuhan seperti dikutip media pemerintah, CGTN.
Kecurigaan China tidak transparan tentang wabah telah meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Baca: Foto-foto Pernikahan Kedua Rahma Azhari, Bahagia Telas Lepas Status Janda di Los Angeles
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu menyatakan skeptis tentang jumlah kematian yang sebelumnya dinyatakan sekira 3.000 orang.
"Apakah Anda benar-benar percaya pada data di negara luas yang disebut China itu. Mereka memiliki sejumlah kasus dan sejumlah kematian tertentu, apakah ada yang benar-benar percaya akan hal itu," kata Trump.
Beberapa ahli percaya angka kematian di banyak negara tidak menunjukkan jumlah yang sesungguhnya karena beberapa orang meninggal akibat Covid-19 tanpa sempat menjalani pengujian atau pergi ke rumah sakit.
Akibatnya mereka tidak termasuk dalam penghitungan resmi.
Jumlah total kasus di Wuhan direvisi meningkat 325, menunjukkan beberapa kematian baru telah dicatat sebagai kasus tetapi tidak dikonfirmasi sebagai kematian.
Itu menjadikan jumlah total kasus di kota berpenduduk 11 juta orang itu menjadi 50.333, atau sekira 60 persen dari total kasus di China daratan.
Kasus Baru
Topik mengenai Wuhan merevisi angka kematiannya menjadi berita yang paling banyak dibaca di platform microblogging Weibo China.
Baca: Cukup Melakukan Ini Raffi Ahmad Jaga Diri Selama Bekerja Ditengah Pandemi Corona
Banyak komentator memuji pemerintah karena mengakui kesalahannya dan memperbaikinya, meskipun beberapa masih mempertanyakan jumlahnya dan satu mendesak provinsi lain untuk mengkaji kembali data mereka.
Dokter dan pejabat pemerintah di Wuhan telah berulang kali ditanya tentang keakuratan jumlah korban meninggal oleh wartawan.
Beberapa pejabat itu mengakui orang mungkin telah meninggal tanpa dihitung pada hari-hari awal wabah yang kacau, sebelum tes tersedia secara luas.
"Tidak mungkin banyak jumlahnya karena itu periode yang sangat singkat," kata Wang Xinghuan, kepala sebuah rumah sakit darurat yang dibangun untuk wabah, kepada wartawan di Wuhan pada 12 April.
Sebelum data baru Wuhan diumumkan, China mengatakan telah mencatat 26 kasus baru virus corona pada Kamis, turun dari 46 kasus sehari sebelumnya.
Ini membuat jumlah total kasus di China daratan menjadi 82.367.
Dari kasus-kasus baru ini, 15 merupakan infeksi impor, terendah sejak 17 Maret.
Baca: Jokowi Minta Data Virus Corona Dibuka Seluas-luasnya, Istana: Kita Harus Akui Ada Keterbatasan
Sekitar 11 kasus sisanya dikonfirmasi ditransmisikan secara lokal, turun dari 12 kasus pada hari sebelumnya.
Jumlah kasus baru tanpa gejala meningkat menjadi 66 dari 64 kasus pada sehari sebelumnya.
China tidak memasukkan pasien tanpa gejala klinis seperti batuk atau demam dalam penghitungan kasus yang dikonfirmasi. Tidak ada kematian baru yang dilaporkan.
Tutup Rumah Sakit Darurat
Rumah Sakit Leishenshan yang dibangun secara kilat untuk merawat para pasien COVID-19 di Kota Wuhan, China, ditutup setelah pasien terakhir sembuh.
Meskipun demikian rumah sakit yang dibangun pada 25 Januari 2020 dan bisa digunakan 14 hari kemudian itu tidak akan dibongkar.
"Rumah sakit ini sangat krusial dalam memerangi Covid-19 hingga jumlah pasien menurun sampai nol. Fasilitas di rumah sakit ini bagus, sekalipun dalam skala global," kata Direktur Utama RS Leishenshan, Wang Xinghuan, dikutip media resmi setempat, Kamis (16/4/2020).
Ia menyebutkan rumah sakit yang mengadopsi sistem pelayanan RS Xiaotangshan dalam menangani wabah SARS di Beijing pada 2003 itu telah menangani 2.011 pasien Covid-19.
Dari jumlah itu, 45 persen dalam kondisi parah dan tingkat kematian sekira 2,3 persen.
Baca: Jane Shalimar Langsung Ngidam Kambing Muda Saat Tahu Hamil
Wakil Direktur RS Leishenshan Yuan Yufeng menyebutkan empat pasien berusia 80 tahun dan dua pasien berusia 70 tahun telah meninggalkan rumah sakit tersebut pada Selasa (14/4/2020).
"Sebanyak empat dari pasien tersebut hasil tesnya menunjukkan negatif tapi masih membutuhkan perawatan lanjutan untuk penyakit bawaannya," ujarnya seperti dikutip China Daily.
Rumah sakit yang dibangun dalam tempo dua pekan di atas lahan seluas 21,9 hektare di pinggir Danau Huangjia, Kecamatan Jiangxia, itu mampu menampung 1.600 pasien Covid-19.
RS Leishenshan merupakan rumah sakit kedua untuk penanganan Covid-19 di Wuhan setelah RS Huoshenshan yang juga dibangun dalam waktu relatif cepat (12 hari), daya tampung 1.000 pasien. (cnn/scm/feb)