Pengacara AS Ajukan Tuntutan pada China, Tiongkok Dianggap Lalai Kelola Wabah Corona
Pengacara Amerika Serikat menuntut China senilai triliunan dolar AS atas pandemi Covid-19.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pengacara Amerika Serikat menuntut China senilai triliunan dolar AS atas pandemi Covid-19.
Pihaknya menuduh para pemimpin China lalai karena membiarkan wabah meledak di dunia dan menutupi fakta dalam negeri.
Tuntutan ini melibatkan ribuan penggugat dari 40 negara termasuk Inggris dan AS, dan diajukan di Florida pada bulan lalu sebagaimana dilaporkan Daily Mail.
Baca: LSM Asal Israel Ini akan Ajukan Gugatan pada China atas Wabah Virus Corona
Baca: Menikah di Amerika, Intip Deretan Foto Rahma Azhari dengan Suami Bulenya, Paris Chong
Kasus kedua yang diajukan bulan ini atas nama paramedis yang menuduh China menimbun peralatan medis.
Aksi ini juga diikuti LSM asal Israel, Shurat Hadin.
Semua tuntutan ini lantas meningkatkan tekanan pada Presiden China, Xi Jinping untuk bertanggungjawab penuh atas tindakan pemerintahannya.
Selain itu, muncul seruan agar PBB mengadakan penyelidikan untuk mengetahui penyebab Covid-19 pecah di Wuhan dan menyebar luas di seluruh dunia.
Seruan ini sama halnya dengan yang dinyatakan Dominic Raab, Menteri Luar Negeri Inggris yang menggantikan Presiden Boris Johnson sementara.
"Kami harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang bagaimana itu terjadi dan bagaimana itu tidak bisa dihentikan sebelumnya," katanya.
China kini menghadapi tuduhan bahwa mereka menyembunyikan data corona, memblokir sejumlah tim ahli kesehatan masyarakat dari luar negeri, dan membungkam para dokter yang berusaha memperingatkan epidemi tersebut.
Diketahui yang dimaksud membungkam suara dokter itu terjadi pada akhir Desember 2019 lalu.
Selanjutnya, tuntutan juga berupa asal muasal virus.
Apakah sesuai dengan pemberitaan selama ini yakni dari pasar basah Wuhan atau justru kelalaian labolatorium di kota tersebut.
Klaim hukum AS diluncurkan oleh Berman Law Group, sebuah perusahaan yang berbasis di Miami.
Perusahaan ini diketahui mempekerjakan kerabat laki-laki calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden sebagai penasihat.
"Para pemimpin Tiongkok harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Tujuan kami adalah untuk mengungkap kebenaran," kata Kepala Ahli Strategi fima hukum itu, Jeremy Alters.
Tiga tahun yang lalu, perusahaan ini memenangkan USD 1,2 milyar atau sekira Rp 18 Triliun, kasing terhadap China atas pembuatan bahan bangunan yang rusak.
Pengacara berpendapat bahwa meskipun negara memiliki kekebalan hukum, ada pengecualian di bawah hukum AS untuk kerusakan pribadi atau properti dan untuk tindakan di luar negeri yang berdampak pada bisnis di perbatasan mereka sendiri.
Salah satu penggugat lain dari Inggris, Olivier Babylone (38).
Dia adalah seorang agen real estate dari Croydon, London Selatan, yang pendapatannya turun drastis dan dirawat di rumah sakit awal bulan ini karena virus corona.
"Saya telah terluka secara finansial, tetapi banyak orang telah kehilangan nyawa mereka sehingga saya beruntung, dan NHS sangat fantastis. Kita perlu tahu siapa yang bertanggung jawab," katanya.
Kemudian ada Lorraine Caggiano, seorang administrator dari New York yang terjangkit virus itu bersama dengan sembilan anggota keluarga lainnya setelah menghadiri pernikahan.
Ayah dan bibinya meninggal bulan lalu.
"Saya tidak mengharapkan uang. Itu adalah gerakan simbolis yang kami lawan," ujarnya.
"Saya ingin tahu bagaimana dunia telah dipalingkan, dengan orang-orang sekarat dan perusahaan menjadi sia-sia. Kita harus memastikan itu tidak pernah terjadi lagi," sambungnya.
Baca: Nasib Pelajar Kurang Mampu di Amerika Serikat: Tak Bisa Ikuti Pelajaran Karena Tak Miliki Laptop
Baca: Inggris Perpanjang Lockdown, KBRI London Gelar ‘Ngopi Bareng Virtual’ Untuk Pantau WNI
Sama halnya dengan yang lain, LSM Israel, Shurat HaDin, berencana untuk mengajukan gugatan class action terhadap China atas wabah Covid-19.
Pihaknya menilai China telah lalai membiarkan virus SARS-CoV-2 sehingga bisa tersebar luas di seluruh dunia.
Dilansir Jerusalem Post yang mengutip Newsweek, setelah gugatan Israel ini akan bergabung dengan empat tuntutan hukum yang tengah diajukan Amerika ke pengadilan AS.
Menurut istri direktur Shurat HaDin, Nitsana Darshan-Leitner, yakni Aviel Letiner, biasanya LSM ini berfokus pada kelompok terorisme.
Namun terkait corona, China dinilai tidak mampu menghindari dugaan kegagalan dalam menahan virus.
Menurutnya ini sama seperti kasus teroris yang biasa LSM tangani.
Sementara itu, gugatan yang diajukan AS karena fakta sebagian besar negara lain takut akan implikasi kekuatan ekonomi China, jelas Aviel.
Para pengacara berpendapat bahwa kelalaian dan perilaku sembrono Beijing begitu buruk sehingga, seperti halnya terorisme, negara tidak dapat bersembunyi di balik kekebalan yang berdaulat.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)