Kabar Kim Jong Un Meninggal Bikin Warga Panic Buying, Takut Ada Sengketa Kekuasaan di Pyongyang
Kabar hilangnya Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un hingga rumor meninggal membuat para warga Pyongyang melakukan panic buying.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Kabar hilangnya Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un hingga rumor meninggal membuat para warga Pyongyang melakukan panic buying.
Seperti diberitakan sebelumnya, diktator berusia 36 tahun itu sudah menghilang dari pandangan publik sejak beberapa pekan terakhir.
Tiba-tiba muncul kabar dari media Korea Utara di Seoul, bahwa Kim Jong Un dalam kondisi kritis hingga mati otak karena operasi jantung yang gagal.
Perkembangan terakhir adalah dokter yang memasang ring pada jantung Kim gemetar ketakutan sehingga mengakibatkan kegagalan.
Baca: Rumor Kim Jong Un Meninggal, Simak Fakta-fakta Kim Yo Jong, Sang Calon Pengganti
Baca: Selain Kim Jong Un, Kim Yo Jong Dinilai Lebih Kejam Juga dari Kakeknya Jika Jadi Presiden
Jadi Kim dikatakan dalam kondisi vegetatif, namun seorang sumber terpercaya mengklaim bahwa diktator itu meninggal dunia.
Banyaknya spekulasi ini alhasil memicu pertanyaan tentang keadaan sebenarnya dan ketakutan akan adanya perebutan kekuasaan di Pyongyang.
Sebagaimana dilaporkan The Sun dari New York Post, rak-rak di toko di Ibukota Pyongyang sudah kosong.
Barang-barang penting seperti deterjen, makanan, alat elektronik, serta alkohol sudah ludes terjual.
Produk-produk impor adalah barang yang pertama kali diserbu pembeli.
Tetapi beberapa hasil produksi dalam negeri seperti rokok dan ikan kaleng juga habis.
Ada sejumlah helikopter yang terbang rendah di langit Pyongyang.
Kemudian ditemukan kerusakan pada layanan kereta api ke China, satu-satunya tetangga Korea Utara.
Baca: Ramai #KIMJONGUNDEAD: Kabarnya Kim Jong Un Koma karena Dokter Gemetar Ketakutan saat Mengoperasi
Baca: Kim Jong Un Diduga Alami Kondisi Vegetatif atau Kelainan Kesadaran
Para ahli memperingatkan bahwa kekosongan kekuasaan ini akan mengakibatkan kerusuhan atau bahkan perang saudara.
Itu mungkin terjadi diantara pusat kekuatan dari oposisi di dalam rezim negara itu dan militer.