Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Bisa Berbahasa Jepang, Pelajar Indonesia Kesulitan Konsultasi Terkait Covid-19

Asosiasi Internasionalisasi Miyagi, yang bekerja untuk mendukung penerjemah bagi orang asing membentuk sistem juru bahasa online bulan April ini.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tak Bisa Berbahasa Jepang, Pelajar Indonesia Kesulitan Konsultasi Terkait Covid-19
Foto Kahoku Shinpo
Dua pelajar Indonesia sedang konsultasi dengan pengajarnya pertengahan Maret 2020. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pelajar Indonesia di Jepang yang tidak bisa bahasa Jepang mulai kesulitan untuk konsultasi terkait Covid-19 ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di tempatnya masing-masing.

"Jumlah orang yang terinfeksi dengan coronavirus baru meningkat di Tohoku, sebelah utara Jepang, dan kini muncul pula masalah para pelajar asing yang tak bisa bahasa Jepang untuk konsultasi terkait Covid-19," ungkap sumber Tribunnews.com, Rabu (29/4/2020).

Di Kota Sendai, tiga orang dari Universitas Tohoku dan Universitas Pendidikan Miyagi dipastikan terinfeksi bulan ini, dan seorang mahasiswa asing yang sakit ditolak pemeriksaan medis karena kendala bahasa.

Organisasi pendukung meningkatkan jumlah meja konseling dan bekerja untuk memperkuat bantuan mereka kepada warga asing di sana.

Baca: WhatsApp Sudah Bisa Video Call 8 Orang Sekaligus, Begini Caranya!

"Aku hampir tidak bisa berbicara bahasa Jepang, dan aku cemas ketika gejala-gejalaku muncul," ungkap seorang pelajar Indonesia berusia dua puluhan yang kuliah di sekolah pascasarjana Universitas Tohoku.

Pada awal April, karena demam dan batuk, lelaki itu berkonsultasi dengan penasihat akademis secara online pada malam tanggal 9 April.

Berita Rekomendasi

Pihak fakultas menghubungi Pusat Panggilan Corona.

Pagi berikutnya, berdasarkan instruksi dari orang yang bertanggung jawab, pelajar itu menelepon sebuah lembaga medis yang dapat menangani dalam bahasa Inggris, tetapi ditolak untuk pemeriksaan medis karen tidak memiliki staf yang tersedia hari itu.

Untungnya, gejalanya mereda, dan pria itu diwawancarai oleh puskesmas pada tanggal 10 April melalui email dengan perantaraan bantuan seorang guru.

Hasilnya, peluang infeksi ditentukan rendah, dan dia diperintahkan untuk mengamati kesehatan di rumah selama 2 minggu.

"Saya berhati-hati untuk tidak pergi ke pusat kota. Jika saya terinfeksi, saya khawatir dapat menularkan ke lingkungan sekitar," katanya.

Seorang staf anggota fakultas menekankan, "Kami menyadari bahwa ada banyak kecemasan tentang apa yang dapat ditangani oleh siswa dengan keterampilan kemampuan bahasa Jepang yang minimal."

Baca: Cita Citata Gelisah, Tak Sabar Ingin Cepat Menikah Agar Tak Muncul Fitnah, Tapi Ada Wabah Corona

Sekitar 2.000 mahasiswa asing di Universitas Tohoku dan sekitar 13.000 warga asing di Kota Sendai.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas