Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meski Dinyatakan Positif Corona, George Floyd Tidak Meninggal karena Covid-19

Setelah sepekan aksi protes sejak kematian George Floyd di tangan polisi Minneapolis, hasil autopsi menunjukkan hal yang mengejutkan.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Meski Dinyatakan Positif Corona, George Floyd Tidak Meninggal karena Covid-19
kstp.com
George Floyd dan polisi yang membunuhnya, Derek Chauvin. 

TRIBUNNEWS.COM - Setelah sepekan aksi protes sejak kematian George Floyd di tangan polisi Minneapolis, hasil autopsi menunjukkan hal yang mengejutkan.

Ternyata Floyd dinyatakan positif Covid-19 sejak April silam.

Kendati demikian, Kantor Penguji Medis di Hennepin pada Rabu (3/6/2020) lalu menegaskan virus ini bukan penyebab Floyd meninggal, sebagaimana dikutip dari CNN

Bahkan menurut pihak medis yang melakukan autopsi, virus corona yang ada dalam tubuh Floyd kemungkinan tidak mudah menular.

"Karena status positif untuk (Covid-19) dapat bertahan selama berminggu-minggu setelah onset dan resolusi penyakit klinis."

"Hasil autopsi kemungkinan besar mencerminkan kepositifan asimptomatik tetapi persisten dari infeksi sebelumnya," bunyi pernyataan Kantor Penguji Medis.

Baca: Sama dengan George Floyd, Siapa Adama Traore? Korban Kekerasan Polisi yang Sebabkan Prancis Rusuh

Baca: Aksi Anti Rasisme Pemain Liga Jerman dapat Apresiasi dari Presiden FIFA dan Bundesliga

Sejumlah demonstran berlutut dan mengangkat tangan saat melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Chandan Khanna
Sejumlah demonstran berlutut dan mengangkat tangan saat melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. (AFP/Chandan Khanna)

Menurut hasil otopsi, Floyd selamat dari virus corona yang dinilai lebih rentan menyerang komunitas kulit hitam di AS.

Berita Rekomendasi

Ini terbukti dari beberapa perhitungan yang menunjukkan lebih banyak keturunan Afrika-Amerika yang meninggal karena Covid-19 dibanding orang kulit putih.

Komunitas Afrika-Amerika mewakili 13,4 persen dari populasi Amerika menurut Biro Sensus AS.

Nahasnya sebuah studi memperlihatkan hampir 60 persen kematian Covid-19 didominasi komunitas kulit hitam.

Di lain sisi, protes atas kematian George Floyd yang berlangsung berhari-hari ini akan menambah risiko kesehatan bagi demonstran.

Jarak sosial tidak mungkin dilakukan sehingga diyakini demonstrasi akan mempermudan penularan virus corona.

Hasil Otopsi dari Pemerintah dan Keluarga George Floyd Berbeda

Selain kabar positif Covid-19, pemerintah juga merilis rincian hasil otopsi akhir George Floyd.

Menurut Pemeriksa Medis di Hennepin, Floyd meninggal karena masalah jantung.

Laporan ini menjelaskan bahwa meski polisi menekan lehernya selama hampir 9 menit, aksi itu tidak langsung menyebabkan kematiannya.

Selain itu Floyd dikatakan memiliki memar dan luka di kepala, wajah, mulut, bahu, lengan, dan kaki.

Ini dikarenakan keempat polisi yang memaksanya tiarap ke jalanan.

Namun laporan otopsi menyimpulkan tidak ada bukti bahwa luka-luka ini adalah jejak kekerasan yang secara langsung menyebabkan Floyd meninggal.

Tidak ditemukan bukti cedera leher utama, tengkorak, atau cedera otak.

Baca: Tenaga Medis Covid-19 Gabung dalam Demo Bela George Floyd: Kami Juga Lawan Virus Rasisme

Baca: Kata Pengacara: Bukan Covid-19, Tapi Pandemi Rasisme yang Tewaskan George Floyd

George Floyd
George Floyd (cbs)

Selain itu juga tidak ada kerusakan pada organ dalam tubuh.

"Tulang rawan tiroid dan tulang hyoid masih utuh," jelas laporan ini.

Sebagai informasi, tulang hyoid bisa patah bila dicekik.

Autopsi terakhir mengatakan Floyd memiliki penyakit jantung dan riwayat tekanan darah tinggi.

Ini termasuk laporan toksikologi yang lebih lengkap yang mengatakan Floyd memiliki bukti beberapa obat dalam darah dan urinnya termasuk morfin, fentanil, ganja, dan metamfetamin, meskipun tidak semua tes dapat diandalkan.

Baca: Direktur CDC: Aksi Protes George Floyd Jadi Ajang Penyebaran Covid-19

Baca: Gas Air Mata dan Semprotan Merica Berisiko Jadi Penyebab Penularan Corona di Tengah Kerusuhan AS

Para ahli otopsi yang disewa oleh keluarga Floyd dan Pemeriksa Medis Hennepin menyimpulkan bahwa kematian Floyd merupakan tragedi pembunuhan.

Namun kedua hasil otopsi memiliki pandangan penyebab yang berbeda.

Otopsi independen oleh keluarga Floyd tidak setuju dengan kesimpulan hasil pihak berwenang.

Mereka mengatakan pria malang ini meninggal karena sesak napas akibat tekanan yang berkelanjutan.

Keluarga juga mengatakan tidak ada bukti penyakit jantung dan menambahkan ahli patologi tidak memiliki semua akses sampel dari tubuh Floyd.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas