Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Memanas, Militer Korea Utara Bersiap Ubah Zona Demiliterisasi Jadi Benteng Pertahanan Hadapi Korsel

Selebaran 'propaganda" dari para pembelot - biasanya disampaikan pada balon udara atau di dalm botol yang sengaja diambangkan di aliran sungai.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Memanas, Militer Korea Utara Bersiap Ubah Zona Demiliterisasi Jadi Benteng Pertahanan Hadapi Korsel
(Screenshot/KBS)
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat menggenggam erat tangan Presiden Korea Selatan Moon Jae In yaang hendak menyeberangi garis demarkasi sisi Utara di wilayah gencatan senjata, perbatasan Desa Panmunjom, zona demiliterisasi (DMZ) antar Korut dan Korsel. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Militer Korea Utara bersiap mengambil tindakan tegas, jika para pembelot masih terus mengirim selebaran anti-Pyongyang di perbatasan Korea.

Demikian dilaporkan Kantor Berita Resmi Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), Selasa (16/6/2020).

Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) mengatakan hubungan dua Korea makin buruk, dan mereka telah mempelajari "rencana aksi" untuk memasuki kembali zona yang telah didemiliterkan di bawah Pakta Inter-Korea dan "mengubah garis depan menjadi sebuah benteng."

Baca: Korut Bersiap Mobilisasi Pasukan ke Perbatasan Korea

Baca: Seorang Warga Kulit Hitam Ditembak Mati Polisi, Unjukrasa Kembali Membara di Atlanta

Baca: Demi Cegah Covid-19, Warga New York Diminta Tetap Pakai Masker Saat Berhubungan Seks

Tentara Korea Utara di tepi sungai Yalu di Sukju, Provinsi Pyongan Utara
Tentara Korea Utara di tepi sungai Yalu di Sukju, Provinsi Pyongan Utara (DailyNK)

"Militer kami akan dengan cepat dan menyeluruh melaksanakan keputusan dan perintah dari Partai dan pemerintah," demikian pernyataan KPA seperti dilaporkan kantor berita KCNA.

Ketegangan telah meningkat saat Pyongyang mengancam untuk memutuskan semua komunikasi antar-Korea dan mengambil tindakan balas dendam atas selebaran, yang membawa pesan kritis kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong un termasuk soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Selebaran 'propaganda" dari para pembelot - biasanya disampaikan pada balon udara atau di dalm botol yang sengaja diambangkan di aliran sungai.

BERITA REKOMENDASI

Pada Sabtu pekan lalu, Kim yo Jong, saudari Kim Jong Un--pejabat senior Partai Buruh yang berkuasa, mengatakan ia memerintahkan militer untuk mempersiapkan tindakan tegas terhadap Korea Selatan.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mendesak Pyongyang pada Senin (15/6/202.), untuk menjaga kesepakatan perdamaian yang dicapai oleh dua pemimpin dan kembali ke jalan dialog.

Sebelumnya Korea Utara mengatakan pada Selasa (9/6/2020) akan memutuskan semua sambungan atau saluran komunikasi dengan Korea Selatan.

"Korea Utara menyebut, ini sebagai langkah pertama menuju sepenuhnya mematikan semua sarana komunikasi dengan Seoul," Kantor Berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA).

Baca: Pimpinan Serikat Polisi New York: Berhenti Memperlakukan Kami Seperti Binatang dan Penjahat

Baca: Derek Chauvin Tetap Dapat Uang Pensiun Rp 14 Miliar Walau Dinyatakan atas Pembunuhan George Floyd

Baca: Tiga Opsir di TKP Kematian George Floyd Didakwa Membantu Pembunuhan: Terancam 40 Tahun Penjara

Selama beberapa hari ini, Korea Utara telah menyerang Korea Selatan, mengancam akan menutup kantor penghubung antar Korea dan proyek lainnya, jika Korea Selatan tidak menghentikan pembelot mengirim leaflet atau selebaran ke Pyongyang.

Pejabat pemerintah tertinggi di Korea Utara, termasuk saudari Kim Jong un, Kim yo Jong, dan Kim Yong Chol (Wakil Ketua Komite Pusat Partai Buruh Korea) bertekad "akan melakukan langkah-langkah itu untuk melawan musuh Korea Selatan."

"Sebagai langkah pertama, di hari Selasa, Korea Utara akan mengakhiri jalur komunikasi di kantor penghubung antar Korea, dan hotline antara dua militer dan kantor kepresidenan, antara lain," kata laporan KCNA.

Pengumuman resmi ini tampaknya merupakan kemunduran dari upaya selama ini untuk mencairkan ketegangan dua Korea.

Laporan KCNA menyatakan, Korea Utara menuduh pemerintah Korea Selatan tidak bertanggung jawab sehingga memungkinkan pembelot untuk menyakiti martabat kepemimpinan tertinggi Korea Utara.

"Ini adalah tanda permusuhan kepada semua warga kami," kata KCNA.

"Kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu untuk duduk berhadapan dengan pemerintah Korea Selatan dan tidak ada masalah untuk berdiskusi dengan mereka, karena mereka hanya membikin kita kecewa kita," katanya. (Reuters/Channel News Asia)

.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas