Analisis Pakar: Politik Turki Antara Ekspansif Neo-Ottoman dan Pragmatis Bertahan di Kawasan
Kebijakan agresif Turki dipicu faktor keamanan domestik dan kawasan, kemandirian energi, berkurangnya pengaruh AS di Irak dan Suriah.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Dukungan AS untuk Unit Perlindungan Rakyat (YPG), cabang PKK Suriah, dalam perang melawan ISIL (ISIS) juga membuat khawatir pemerintah Turki.
Ini menurut Marwan Kabalan, memaksa Erdogan untuk memikirkan kembali kebijakan luar negerinya terkait Suriah.
Ancaman Kawasan dan Kemandirian Energi
Penggerak penting kebijakan luar negeri Turki juga keamanan energi, yang dengan sendirinya terkait dengan berbagai ancaman yang berasal dari saingan regional.
Saat ini, Rusia dan Iran memasok sekitar 80 persen kebutuhan energi Turki. Persaingannya dengan keduanya membuat Ankara dalam posisi sulit.
Itulah sebabnya, selama beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan diversifikasi pasokan energi dan meningkatkan upayanya dalam eksplorasi energi di perairan yang berdekatan, termasuk Laut Mediterania.
Ini secara langsung mempengaruhi kebijakan Turki di Libya. Ketika perang saudara Libya kedua pada 2014 pecah, Turki tidak terlalu tertarik memainkan perannya.
Perhatiannya difokuskan pada Suriah di sebelahnya dan pada ancaman langsung lainnya. Dukungan Turki untuk GNA yang berbasis di Tripoli terbatas pada media dan dukungan diplomatik.
Namaun saat Khalifa Haftar berusaha merebut kekuasaan, menyatukan Libya di bawah pemerintahannya yang didukung Emirat Arab dan Mesir, Turki bergerak maju.
Pembentukan East Med Gas Forum (EMGF) di awal 2019 oleh Mesir, Yunani, Siprus, Israel, Italia, Yordania dan Otoritas Palestina (PA) juga meningkatkan rasa tidak aman Turki.
Turki sengaja dikecualikan dari pengaturan regional ini untuk mengubah Mediterania Timur menjadi pusat energi utama.
Saat itulah Libya muncul sebagai peluang paling menjanjikan bagi Turki untuk melawan upaya mengisolasinya. Meningkatnya permusuhan oleh Mesir dan UEA, juga mempercepat perubahan kebijakan ini.
Perjanjian eksplorasi minyak di Mediterania
Pada November 2019, pemerintah Turki menandatangani perjanjian dengan GNA tentang yurisdiksi maritim di Mediterania.