Emirat Arab Tegaskan Hubungan Diplomatik dengan Israel Tidak untuk Hadapi Iran
Presiden Iran Hassan Rouhani menuduh UEA membuat "kesalahan besar" menormalkan hubungan dengan Israel. Ia menyebutnya UEA berkhianat.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Sumber pemerintah di Kuwait mengatakan posisinya terhadap Israel tidak berubah, dan akan menjadi negara terakhir yang menormalkan hubungan. Demikian disitir surat kabar lokal al-Qabas.
Imad K Harb, Direktur Pusat Riset dan Analisis Arab di Washington DC, lewat ulasannya di Aljazeera.com mengatakan, normalisasi hubungan UEA-Israel akan sia-sia.
Penundaan aneksasi Tepi Barat menurut klaim Israel sebagai konsekuensi hubungan UEA-Israel, tidak pernah terjadi.
Realitanya, Israel sudah mencaplok 30 persen wilayah Tepi Barat (Palestina) itu dan dihuni sekitar 600.000 pemukim baru, secara ilegal.
Proses politik hubungan UEA-Israel sudah berlangsung lama. Dalam beberapa tahun terakhir, tulis Imad K Harb, Emirat telah menjadi tuan rumah bagi para menteri dan atlet Israel.
Mereka berpartisipasi dalam konferensi keamanan maritim bersama para pejabat Israel, mendukung perjanjian kerja sama teknologi antara perusahaan Emirat dan Israel, dan bahkan mengundang Israel ke Dubai Expo.
Sebaliknya, UEA menggunakan keputusan Israel menunda rencana pencaplokannya untuk membenarkan langkahnya dan melindungi diri dari tuduhan mereka mengkhianati Palestina.
Secara teoritis, Netanyahu bisa mengingkari komitmen itu. Karenanya dalam pernyataannya, Netanyahu menyatakan, opsi aneksasi Tepi Barat tetap ada di mejanya.
Netanyahu secara politik membutuhkan dukungan pemukim Israel untuk tetap berkuasa, dan mereka ingin pendudukan Tepi Barat terus berlanjut.
Apalagi tokoh-tokoh Gedung Putih memiliki cita-cita sama. Orang di sekeliling Trump percaya pada interpretasi literal dari kitab suci yang memberi Israel hak mengontrol daerah itu selamanya.
Secara domestik, kata Imad K Harb, Trump berusaha memetik keuntungan atas kesepakatan UEA-Israel untuk mengubah nasib politiknya.
Pengumuman Oval Office memberi pesan jelas, Trump ingin mendapatkan dukungan dari sektor pemilih Amerika yang pro-Israel dalam pemilihan presiden mendatang.
Meski begitu, menurut Imad, dukungan tambahan seperti ini tidak akan banyak menolong mengingat kegagalannya yang signifikan di front domestik.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/xna)