Kanselir Jerman Angela Merkel Minta Rusia Selidiki Dugaan Keracunan Alexei Navalny
Kanselir Jerman Angela Merkel meminta Rusia menyelidiki dugaan keracunan tokoh oposisi Kremlin Alexei Navalny, Senin (24/8/2020).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Lebih jauh, Rumah Sakit Charite Berlin mengatakan tim dokter di sana telah memeriksanya secara rinci setelah kedatangannya.
"Temuan klinis menunjukkan keracunan dengan zat dari kelompok penghambat kolinesterase," kata rumah sakit itu dalam sebuah pernyataan.
"Zat spesifik yang terlibat masih belum diketahui, dan serangkaian pengujian komprehensif lebih lanjut telah dimulai," tambah pernyataan itu.
Pejabat kesehatan Rusia membantah diagnosis Jerman.
Mereka mengatakan Navalny telah dites negatif untuk penghambat kolinesterase ketika dia dirawat di rumah sakit di Omsk minggu lalu.
Katanya, Navalny tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan ketika dia dirawat di klinik dan tes dilakukan padanya untuk memeriksa berbagai macam zat, termasuk penghambat, kata kementerian kesehatan di Omsk dalam sebuah pernyataan.
Baca: Tokoh Oposisi Rusia Alexei Navalny Ditahan Lagi
Obat Penawar
Lebih jauh, pernyataan rumah sakit Jerman mengatakan bahwa Navalny dirawat dengan obat penawar atropin.
Itu adalah obat yang sama yang digunakan oleh dokter Inggris untuk merawat Sergei Skripal, mantan agen ganda Rusia, dan putrinya Yulia, yang diracuni dengan agen saraf pada 2018 di Salisbury, Inggris.
Kremlin telah berulang kali membantah terlibat dalam insiden itu dan insiden lainnya, menyebut tuduhan itu bertanggung jawab atas provokasi anti-Rusia.
Baca: WNA Asal Rusia Ditemukan Tewas di Kamar Hotel, Di Samping Mayat Ditemukan Obat-Obatan
Sosok Alexei Navalny
Untuk diketahui, Navalny dianggap sebagai 'duri' di pihak Kremlin selama lebih dari satu dekade.
Dia kerap mengungkap apa yang disebut sebagai korupsi tingkat tinggi dan memobilisasi kerumunan pengunjuk rasa muda.
Navalny juga berulang kali ditahan karena mengatur pertemuan publik dan aksi unjuk rasa dan dituntut atas penyelidikannya terhadap korupsi.
Dia dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada 2018.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)