AS Veto Usulan Resolusi Terorisme, Indonesia: Dunia Kehilangan Kesempatan Berharga untuk Lebih Aman
Untuk Indonesia sendiri, PRR merupakan bagian integral dari pendekatan komprehensif dalam menyikapi ancaman teroris.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Indonesia menyayangkan sikap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang gagal mengadopsi draf resolusi tentang penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR) teroris karena Amerika Serikat (AS) sebagai anggota tetap DK PBB mengeluarkan veto.
Wakil Tetap RI untuk DK PBB di New York, Dian Triansyah Djani mengungkapkan, sebagai negara yang pernah menjadi korban sekaligus terdepan dalam pemberantasan terorisme, Indonesia gagal memahami bahwa ketika dunia terus dikepung oleh ancaman terorisme berat bagi perdamaian dan keamanan internasional.
Yang merupakan sebuah prakarsa penting untuk menangani ancaman serius ini belum diterima di Dewan, lantaran ada penolakan dari pihak yang pandangan yang tidak bisa dipahami.
"Rancangan resolusi dimaksudkan untuk memberikan panduan yang jelas bagi negara-negara anggota untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi PRR yang komprehensif, membangun aspek penuntutan yang kuat, memberikan elemen rehabilitasi dan reintegrasi yang jelas dan praktis, melalui pengembangan metode jangka panjang untuk melawan ekstremisme kekerasan yang kondusif bagi terorisme," tegas Djani pada keterangannya yang dikutip Tribunnews.com dari PTRI New York, Selasa (1/9/2020).
Baca: Amerika Serikat Veto Resolusi Indonesia di DK PBB Terkait Penanganan Teroris Asing
Ia menambahkan, apalagi resolusi yang diusulkan Indonesia itu untuk mendorong pendekatan pemerintah secara proaktif dan mengakui peran yang dapat dimainkan oleh keluarga dan organisasi masyarakat sipil, pemimpin agama, termasuk mendorong partisipasi penuh dan kepemimpinan perempuan.
Rancangan resolusi menyerukan kepada negara-negara anggota untuk menangani kondisi yang kondusif bagi penyebaran terorisme, termasuk dengan mencegah radikalisme dan mendorong kolaborasi erat, peningkatan kapasitas dan berbagi pengalaman tentang penuntutan, rehabilitasi dan langkah-langkah reintegrasi, termasuk penyelidikan kriminal, penyelidikan bersama, dan pencegahan radikalisasi di penjara.
Rancangan resolusi juga meminta negara-negara anggota untuk mengembangkan alat penilaian dan risiko, metodologi standar, dan mekanisme pengawasan.
Untuk Indonesia sendiri, PRR merupakan bagian integral dari pendekatan komprehensif dalam menyikapi ancaman teroris.
"Pendekatan ini sangat penting dalam upaya kontra-terorisme secara keseluruhan dan oleh karena itu harus menjadi salah satu prioritas Dewan Keamanan. Tanpa tindakan PRR yang komprehensif, ada risiko signifikan bahwa teroris dapat jatuh ke dalam siklus residivisme yang tak ada habisnya," jelas dia.
Menurut Djani, Resolusi PRR jika diadopsi, akan menjadi alat kunci bagi Dewan, dan semua Negara Anggota PBB, serta sistem PBB, untuk memiliki strategi yang komprehensif dan berjangka panjang dalam melawan aksi teroris dan ekstremisme kekerasan yang kondusif serta mencegah terulangnya aksi teroris.
"Oleh karena itu, kegagalan Dewan untuk mengadopsi resolusi penting ini tidak hanya melumpuhkan upaya kolektif kita untuk menghadapi ancaman terorisme, tetapi yang paling penting juga mengirimkan sinyal yang merusak bahwa Dewan, untuk pertama kalinya, tidak bersatu dalam perang melawan momok. terorisme," ungkap Djani.
Faktanya, inisiatif Indonesia atas rancangan resolusi PRR mendapatkan dukungan luar biasa dari hampir semua anggota Dewan. Ini adalah bukti yang jelas dan kuat tentang nilai dan substansi yang ditawarkannya.
Meskipun mayoritas anggota setuju dengan inisiatif penting ini, sayangnya ada anggota Dewan yang memiliki pandangan yang berlawanan tentang apa yang terbaik untuk dunia dan bagaimana Dewan harus bergerak maju. Hikmat banyak orang tampaknya diabaikan.
"Upaya kolektif kami untuk menemukan resolusi Dewan yang berarti tentang PRR tidak boleh berakhir di sini dan sekarang. Kami berpandangan bahwa ke depan isu penting seperti ini akan terus mendapatkan rasa hormat dan dukungan dari semua anggota Dewan, mengingat yang dipertaruhkan adalah keselamatan dan keamanan umat manusia," terangnya.
"Perlu diketahui bahwa dunia akan lebih aman dengan rancangan resolusi ini, namun, kami kehilangan kesempatan berharga dengan tidak mengadopsinya hari ini," sambung Djani.