Presiden Prancis Emanuel Macron Kembali Kunjungi Beirut Lebanon
Oligarki dan korupsi telah membawa Lebanon ke posisi paling sulit secara ekonomi. Macron diharapkan membantu memecahkan problem akut negara itu.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Presiden Prancis Emmanuel Macron tiba di Beirut, Lebanon, Senin (1/9/2020) pagi, untuk kunjungan keduanya sejak ledakan besar terjadi di pelabuhan ibu kota awal bulan ini.
Tragedi itu mempertajam krisis politik yang sudah berlangsung lama di negara itu. Kedatangannya di Beirut untuk kunjungan dua hari terjadi beberapa jam setelah para pemimpin Lebanon menunjuk diplomat Mustapha Adib sebagai perdana menteri baru.
Adib sebelumnya bertugas sebagai Dubes Lebanon di Berlin, Jerman. Ia memiliki tugas membentuk pemerintahan setelah pengunduran diri pemerintahan sebelumnya menyusul ledakan dahsyat 4 Agustus.
Ledakan yang melanda Beirut menewaskan sedikitnya 190 orang, melukai ribuan orang dan menyebabkan kerusakan luas yang menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal layak.
Baca: Korban Tewas Akibat Ledakan di Beirut Meningkat Jadi 190 Orang
Baca: Presiden Lebanon Tak Percaya Hizbullah Terkait Ledakan Dahsyat di Beirut
Baca: Presiden Macron Peringatkan Lebanon Bisa Terjerumus Lagi ke Perang Saudara
Macron telah melakukan kontak langsung dengan para pejabat Lebanon sejak kunjungan pertamanya dua hari setelah ledakan.
Ia mendesak para politisi menemukan kesepakatan baru, melakukan reformasi besar-besaran dan menghentikan korupsi dan kesalahan manajemen selama beberapa decade.
Oligarki dan korupsi telah membawa negara itu ke posisi paling sulit secara ekonomi. Kedatangan Macron disambut mitranya dari Lebanon, Michel Aoun, di Bandara Beirut.
Macron juga akan bertemu penyanyi legendaris Lebanon, Fairouz Senin malam.
Lewat akun Twitternya, Macron dalam bahasa Arab mengatakan dia kembali untuk menggenapi janji bekerja sama menciptakan kondisi yang diperlukan untuk rekonstruksi dan stabilitas bagi negara itu.
Selama kunjungannya, Macron diharapkan dapat mendorong para politisi untuk memberlakukan reformasi yang diminta oleh donor internasional sebelum mereka mengeluarkan dukungan keuangan.
Negara-negara barat melihat dimulainya kembali negosiasi yang macet dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Reformasi sektor listrik dan keuangan menjadi syarat utama untuk memberikan bantuan keuangan skala besar.
Organisasi tersebut memperkirakan kebutuhan mendesak Lebanon hingga akhir tahun 2020 antara $ 605 juta dan $ 760 juta, termasuk untuk bantuan tunai, perumahan, dan dukungan untuk bisnis.
Seperti pendahulunya Hassan Diab, Adib yang berusia 48 tahun belum banyak diketahui public kiprahnya mengurus negara.