Tim Penyelamat di Beirut Deteksi Adanya 'Detak Jantung' di Reruntuhan 1 Bulan setelah Ledakan
Tim penyelamat di Beirut mengatakan mereka mendeteksi kemungkinan adanya detak jantung di bawah puing-puing bangunan yang hancur akibat ledakan
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Tim penyelamat di Beirut mengatakan mereka mendeteksi kemungkinan adanya detak jantung di bawah puing-puing bangunan yang hancur akibat ledakan pada 4 Agustus lalu.
Dilansir Mirror, seekor anjing pelacak dilaporkan memberi tahu penyelamat akan keberadaan orang yang mungkin selamat.
Pencarian besar-besaran pun dilakukan.
Jika ditemukan dalam keadaan hidup, berarti orang tersebut telah terjebak di bawah reruntuhan selama 29 hari.
Peralatan sensor spesialis telah dibawa ke area Mar Mikhael menyusul laporan yang belum dikonfirmasi bahwa detak jantung terdeteksi.
Baca: Tentara Lebanon Kembali Temukan 4,35 Ton Amonium Nitrat di Dekat Pintu Masuk Pelabuhan Beirut
Baca: Korban Tewas Akibat Ledakan di Beirut Meningkat Jadi 190 Orang
"Tanda-tanda pernapasan dan denyut nadi bersama dengan sensor suhu mengungkap adanya kehidupan," kata petugas penyelamat Eddy Bitar kepada wartawan di tempat kejadian.
Ia menambahkan satu unit pertahanan sipil telah dipanggil untuk membantu dengan peralatan tambahan untuk melakukan pencarian.
Petugas penyelamat dengan jaket cerah memanjat gedung yang runtuh akibat ledakan itu.
Massa berkumpul di sekitar gedung sementara tim pencarian dan penyelamat menggali reruntuhan untuk menemukan sumber detak jantung.
Media lokal mengatakan upaya pencarian dan penyelamatan, jika diketahui bahwa seseorang masih hidup, kemungkinan akan memakan waktu berjam-jam.
Tim penyelamat Chili yang terlibat dalam pencarian tiba di Lebanon tiga hari lalu untuk membantu memilah-milah reruntuhan.
Tim yang sama dilaporkan pernah menyelamatkan seorang pria di Haiti 27 hari setelah dia terjebak akibat gempa bumi, menurut Daily Star.
Foto-foto dari tempat kejadian menunjukkan anggota militer berdiri bersama para pekerja dengan jaket visor tinggi saat mereka memeriksa reruntuhan.
Anggota masyarakat, yang sebagian besar memakai masker, terlihat merekam di ponsel mereka.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, sedikitnya 190 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya luka-luka dalam ledakan Beirut yang meluluhlantahkan kawasan pelabuhan itu sebulan lalu.
Lebih dari 300.000 orang sekarang terancam tunawisma pasca bencana.
Kurang dari seminggu setelah ledakan itu, pemerintah Lebanon mengundurkan diri.
Perdana Menteri Hassan Diab berpidato di depan bangsa, mengumumkan pengunduran dirinya dan pemerintahannya setelah ledakan, yang disebutnya sebagai "bencana yang tak terkira."
Ia mengkritik elit politik yang berkuasa di Lebanon karena mendorong aparat korupsi yang lebih besar dari negara.
"Kami telah bertempur dengan gagah berani dan bermartabat," katanya, mengacu pada anggota kabinetnya.
"Antara kita dan perubahan adalah penghalang besar yang sangat kuat."
Diab membandingkan ledakan hari Selasa lalu itu dengan "gempa bumi yang mengguncang negara" yang mendorong pemerintahnya untuk mundur.
"Kami telah memutuskan untuk berdiri bersama rakyat," katanya.
Tiga menteri kabinet telah mundur, bersama dengan tujuh anggota parlemen.
Setelah ledakan tersebut, protes terjadi di kota tersebut meminta Pemerintah untuk mundur.
Lebanon Pilih Mustapha Adib sebagai Perdana Menteri Baru yang Gantikan Hassan Diab
Seorang diplomat telah dipilih untuk membentuk pemerintahan baru di Lebanon, satu bulan setelah terjadi kekacauan akibat ledakan di Beirut.
Mustapha Adib, diplomat Lebanon untuk Jerman, ditunjuk sebagai perdana menteri yang baru.
Ia telah memenangkan dukungan politik dengan meraih 90 dari 128 suara di parlemen, Sky News mengabarkan.
Politikus 48 tahun itu segera menyerukan pembentukan pemerintahan baru dalam waktu singkat.
Ia juga menuntut reformasi cepat sebagai cara untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat Lebanon dan internasional.
Baca: Presiden Prancis Emanuel Macron Kembali Kunjungi Beirut Lebanon
Baca: Presiden Macron Peringatkan Lebanon Bisa Terjerumus Lagi ke Perang Saudara
Sedikitnya 190 orang tewas dan 6.000 lainnya luka-luka dalam ledakan di Beirut pada 4 Agustus lalu.
Ledakan itu menyebabkan kerusakan luas di kawasan pemukiman dan komersial di ibu kota.
Perdana Menteri Hassan Diab dan seluruh pemerintahannya mengundurkan diri kurang dari seminggu kemudian.
Biasanya, pembentukan pemerintahan baru memakan waktu berbulan-bulan.
Namun penunjukan cepat Adib menunjukkan rasa urgensi oleh politisi tradisional Lebanon untuk mencoba menahan memburuknya posisi keuangan negara.
Dengan ekonomi Lebanon yang bertekuk lutut, sebagian besar Beirut hancur dan ketegangan sektarian meningkat, bekas protektorat Prancis itu dikatakan menghadapi ancaman terbesar bagi stabilitasnya sejak perang saudara 1975-90.
Penunjukan Adib dilakukan beberapa jam sebelum Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan tiba untuk kunjungan dua hari di Lebanon.
Macron diharapkan dapat menekan para pejabat Lebanon untuk merumuskan pakta politik baru untuk mengangkat negara itu dari berbagai krisis.
Ia telah memimpin upaya internasional untuk mendorong Lebanon melakukan perubahan besar-besaran guna mengatasi krisis ekonomi.
Lebanon telah diminta untuk memberantas korupsi untuk mendapatkan lebih banyak dukungan keuangan.
Setelah penunjukannya oleh Presiden Lebanon Michel Aoun, Adib berkata:
"Kesempatan bagi negara kita kecil dan misi yang saya terima didasarkan pada semua kekuatan politik yang mengakui itu."
Adib mengatakan dia akan membentuk kabinet ahli dan bekerja dengan parlemen untuk menempatkan negara pada jalur perbaikan dan untuk mengakhiri drainase keuangan, ekonomi dan sosial yang berbahaya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)