Trump Beri Isyarat Ada Negara akan Ikuti Jejak UEA Terkait Normalisasi Hubungan dengan Israel
Trump tidak mengungkapkan nama negara yang mungkin akan bergabung. Tetapi ia memperkirakan Arab Saudi pada akhirnya akan mengambil keputusan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan kemungkinan negara lain di wilayah Teluk akan segera bergabung dengan kesepakatan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA).
Trump akan menjadi tuan rumah upacara penandatanganan kesepakatan normalisasi hubungan Israel dan UEA, pada Selasa (15/9/2020) depan.
Sebagai negosiator, Trump telah berusaha untuk membujuk negara-negara Teluk lainnya, seperti Bahrain dan Oman, untuk bergabung dalam menormalkan hubungan dengan Israel.
Israel dan UEA sepakat bulan lalu untuk menormalkan hubungan dalam kesepakatan yang Trump membantu mengaturnya.
"Minggu depan di Gedung Putih kita akan menyaksikan penandatanganan antara UEA dan Israel, dan akan ada negara lain akan bergabung. Dan saya akan memberi tahu Anda bahwa banyak negara antre ingin masuk ke dalamnya," kata Trump pada konferensi pers Gedung Putih, Kamis (10/9/2020) waktu setempat.
Baca: Trump Diusulkan Terima Nobel Perdamaian oleh Parlemen Norwegia karena Bantu Normalisasi Israel-UEA
Trump, yang sedang menggelar kampenye untuk pemilihan presiden pada 3 November, tidak mengungkapkan nama negara yang mungkin berikutnya akan bergabung.
Tetapi ia memperkirakan Arab Saudi pada akhirnya akan mengambil keputusan.
"Anda akan mendengar negara-negara lain ikut bergabung dalam waktu yang relatif singkat. Dan Anda bisa memiliki kedamaian di Timur Tengah," katanya.
"Saya pikir apa yang pada akhirnya akan terjadi adalah Anda akan memiliki beberapa negara termasuk yang besar akan bergabung. Saya berbicara dengan Raja Arab Saudi, jadi kita bicara. Kami baru saja memulai dialog," katanya.
Kedutaan Besar Saudi di Washington tidak menanggapi pertanyaan Reuters tentang apakah duta besar Saudi atau perwakilan Saudi lainnya akan menghadiri upacara penandatanganan minggu depan di Gedung Putih.
Trump mengatakan dia percaya Palestina, yang telah mengecam inisiatif perdamaian Timur Tengah karena dinilai terlalu menguntungkan Israel, pada akhirnya akan kembali membuka dialog.
"Saya terus terang terkejut mereka belum pernah ke meja dialog sebelumnya," kata Trump, yang menambahkan Amerika Serikat akan mempertimbangkan untuk mencabut pembekuan bantuan kepada palestina jika kesepakatan dapat dicapai dengan mereka.
Iran Tuding UEA Khianati Dunia Islam
UEA telah mengkhianati dunia Islam dan Palestina dengan mencapai kesepakatan untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Hal itu ditegaskan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Selasa (1/9/2020), seperti dilansir Reuters.
"Tentu saja, pengkhianatan UEA tidak akan berlangsung lama, tetapi stigma ini akan selalu diingat. Mereka mengizinkan rezim Zionis untuk memiliki pijakan di wilayah itu dan melupakan Palestina," kata Khamenei dalam sebuah pidato.
Baca: Raja Salman Tak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel, Kecuali Ada Kejelasan Status Palestina
"Emirat akan dipermalukan selamanya atas pengkhianatan ini terhadap dunia Islam, negara-negara Arab dan Palestina."
"Saya berharap Emiratis bangun dan mengkompensasi apa yang mereka lakukan."
Hal ini adalah reaksi pertama Khamenei terhadap perjanjian antara UEA dan Israel yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 13 Agustus 2020.
Ketika ditanya tentang pernyataan Khamenei tentang kesepakatan UEA-Israel, pejabat Kementerian Luar Negeri UEA Jamal Al-Musharakh mengatakan kepada wartawan di Abu Dhabi: "Jalan menuju perdamaian dan kemakmuran tidak dijalankan dengan hasutan dan ujaran kebencian."
Israel dan UEA telah sepakat untuk menormalkan hubungan diplomatik dan menjalin hubungan baru yang luas di bawah kesepakatan yang disponsori AS.
Normalisasi ini menjadikan UEA sebagai negara Arab ketiga memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel setelah Mesir dan Yordania.
Kesepakatan Isreal dan UEA dibantu ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kesepakatan ini membuat Israel menangguhkan rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Israel telah menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Tetapi UEA, bersama dengan sebagian besar negara Arab lainnya, tidak mengakui Israel dan tidak memiliki hubungan diplomatik atau ekonomi formal sampai sekarang.
Kesepakatan ini membuat UEA menjadi negara Teluk Arab pertama yang mencapai kesepakatan seperti itu dengan Israel.
Pejabat dari tiga negara menyebut kesepakatan itu "bersejarah" dan terobosan menuju perdamaian.
Namun tidak bagi para pemimpin Palestina, yang tampaknya terkejut, mengecamnya sebagai "tusukan dari belakang" bagi perjuangan mereka.
Dalam sebuah pernyataan bersama, Trump mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed telah "menyetujui normalisasi penuh hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab".
"Kesepakatan itu akan memungkinkan kedua negara "untuk memetakan jalur baru yang akan membuka potensi besar di kawasan itu," katanya.
Baca: Delegasi UEA Dikabarkan Akan Lakukan Kunjungan Resmi Pertama ke Israel pada 22 September
Israel dan UEA diharapkan segera bertukar duta besar dan kedutaan besar. Upacara penandatanganan akan diadakan di Gedung Putih.
Trump mengatakan perjanjian itu menyatukan "dua mitra terdekat Amerika di kawasan" dan mewakili "langkah signifikan untuk membangun Timur Tengah yang lebih damai, aman, dan sejahtera."
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Netanyahu mengatakan kesepakatan itu akan mengarah pada "perdamaian penuh dan formal" dengan UEA dan menyuarakan harapan bahwa negara-negara lain di kawasan itu akan mengikuti jejaknya.
"Itu juga berarti menyetujui permintaan dari Trump untuk "menangguhkan sementara" pelaksanaan perjanjian aneksasi," kata Netanyahu.
"Ini adalah momen yang sangat menyenangkan, momen bersejarah untuk perdamaian di Timur Tengah," tambah Netanyahu.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, bagaimanapun, menolak kesepakatan tersebut.
Juru bicara Abu Rudeineh mengatakan kesepakatan itu adalah "pengkhianatan terhadap Yerusalem, Al-Aqsa dan perjuangan Palestina."
Ditanya apakah Palestina telah mengetahui kesepakatan itu akan berlangsung?
Negosiator senior Hanan Ashrawi mengatakan kepada Reuters: "Tidak. Kami buta (akan hal itu-red)."
Di Gaza, Fawzi Barhoum, juru bicara kelompok Islam bersenjata Hamas, mengatakan, "Normalisasi adalah tusukan dari belakang perjuangan Palestina dan itu hanya melancarkan pendudukan Israel."
Sheikh Mohammed bin Zayed dari UEA mengatakan perjanjian itu akan menghentikan aneksasi Israel lebih lanjut atas wilayah Palestina, yang selama ini Israel hanya menunggu lampu hijau dari Washington.
Pejabat senior UEA Anwar Gargash mengatakan kesepakatan itu membantu meredakan apa yang disebutnya bom waktu.
Gargash mendesak Israel dan Palestina untuk kembali ke meja perundingan.(Reuters/AFP/AP/Arab News/Haaretz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.