Konferensi Perdamaian Global Memberi Harapan dan Menyokong Pembentukan Uni Asia-Pasifik
Sebanyak 10 ribu orang dari 81 negara dari antara negara-negara Asia-Pasifik menyaksikan program ini. Tapi itu hanya sepertiga dari peserta
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis Covid sejauh ini telah menghancurkan dan mematikan. Namun, suar harapan telah dinyatakan di tengah kegelapan yang membingungkan dan kekacauan yang saat ini menjadi riam di seluruh dunia.
Para delegasi dari International Leadership Conference (ILC) atau Konferensi Kepemimpinan Internasional tiga hari yang baru saja selesai diadakan pada tanggal 11-13 September 2020, dapat melihat sekilas hari esok yang lebih cerah saat krisis berubah menjadi peluang dan keputusasaan menjadi harapan.
Nyatanya, itulah tema konferensi perdamaian global, “Peluang dan Harapan pada Saat Krisis Global: Interdependen, Kemakmuran Bersama dan Nilai Universal (Opportunity and Hope at a Time of Global Crisis: Interdependence, Mutual Prosperity dan Universal Values).
Konferensi tersebut disponsori oleh Universal Peace Federation (UPF), sebuah LSM yang memegang status konsultatif umum dengan ECOSOC dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dampak ILC dirasakan di seluruh penjuru dunia.
Sebanyak 10 ribu orang dari 81 negara dari antara negara-negara Asia-Pasifik menyaksikan program ini. Tapi itu hanya sepertiga dari peserta di seluruh dunia. Tiga konferensi diselenggarakan secara bersamaan oleh cabang-cabang UPF di berbagai cluster kontinen, yaitu: i) Benua Amerika (Utara, Selatan dan Tengah), ii) benua Eropa, Afrika dan Timur Tengah, dan iii) Asia Pasifik.
UPF didirikan pada tanggal 12 September 2005 oleh mendiang Rev. Sun Myung Moon dan istrinya, Dr. Hak Ja Han Moon, untuk memajukan perdamaian dunia dan mendukung pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konferensi ini menandai ulang tahun ke 15 berdirinya UPF. Itu juga memperingati 75 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dari Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, dan Dr. Agung Laksono, yang sekarang menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), hadir dalam ILC kali ini sebagai pembicara masing-masing dari sudut pandang Keagamaan dan Parlemen. Dr. Agung Laksono menggarisbawahi tentang pentingnya peranan dewan dan badan legislatif agar memiliki visi yang jelas dalam membangun consensus di antara pihak yang bertikai di mana Indonesia menjadi model dalam hal ini baik secara domestik maupun internasional.
Agung Laksono juga menekankan tentang kerja sama dengan UPF dalam inisiatif bangun-damai di mana UPF memiliki 5 prinsip perdamaian yang sejalan dengan Pancasila dalam menyediakan kerangka dasar untuk pembangunan dan pembinaan ke depan khususnya menuju Asia-Pasifik Bersatu.
Di sisi lain, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, menyebutkan bahwa dalam masa pandemic ini banyak masyarakat yang terjebak dalam ritual sehingga menganggap bahwa melakukan ritual ibadah lebih penting dari pada mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan.
Karena itu masyarakat membutuhkan pemimpin agama dan spiritual yang dapat membimbing dalam peran positif untuk membimbing dan memberikan pengertian yang benar yang dapat dipahami dengan baik sehingga bisa keluar dari kemunafikan dan miskonsepsi dari retorika keagamaan yang banyak berlaku dalam masyarakat.
Diplomat dari India, Amb. K.V. Rajan, menyebutnya "pengalaman yang benar-benar mengangkat dan hebat." Setelah pensiun, sekarang ia menjabat sebagai anggota Dinas Luar Negeri India dan Sekretaris Tetap di Kementerian Luar Negeri.
Amb. Rajan melanjutkan dengan mengatakan bahwa, “UPF mungkin adalah satu LSM yang memiliki harapan, kemauan, visi, sarana dan dasar kelembagaan untuk membantu pemerintah dan badan-badan internasional seperti PBB dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dunia yang terpampang luas pada spektrum aktivitas manusia."
Penyelenggara konferensi menargetkan delapan audiens yang didefinisikan dengan jelas: kepala negara, anggota parlemen, pemimpin agama, pemimpin wanita dan ibu negara, profesional media, pengusaha bisnis, akademisi, dan pemuda dan pelajar.
Pembicara utama pada Sesi Pembukaan tanggal 11 September, Prof. Yeon Ah Moon yang merupakan Presiden UPF Korea, menyoroti pentingnya pembentukan Uni Asia-Pasifik, sebuah gagasan yang didukung oleh banyak pembicara dan diakui dalam Resolusi ILC2020.
Dia mencatat bahwa peradaban Atlantik menjadi makmur karena fondasi Kristennya tetapi kehilangan beradabannya dengan menjadi budaya yang "mengambil dari orang lain dan menaklukkan."
Peradaban Pasifik, jelasnya, lebih spiritual dan altruistik; yaitu kurang individualistis. Prof. Moon menekankan bahwa Uni Asia-Pasifik' didasarkan pada nilai-nilai budaya yang sama di kawasan Asia-Pasifik: hati yang saleh dan berbakti, keluarga, dan iman.