India Minta China Tarik Kembali Pasukannya dari Ladakh
Menteri Pertahanan India Rajnath Singh mendesak China menarik kembali pasukannya dari wilayah Ladakh.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh mendesak China menarik kembali pasukannya dari wilayah Ladakh.
Rajnath Singh mengatakan kepada Majelis Tinggi Parlemen, China telah mengumpulkan pasukan dan senjata di Ladakh, demikian dilaporkan Ap News.
Hal tersebut diklaim melanggar kesepakatan yang dicapai pada 1990-an.
China pun dinilai tengah mencoba untuk mengubah status quo di wilayah tersebut melalui tindakan agresif.
Rajnath menegaskan, tindakan tersebut tidak dapat diterima pada saat India mengupayakan resolusi damai melalui pembicaraan.
Baca: Ketegangan India-China: Tiongkok Klaim Lembah Galwan, Salahkan India Atas Bentrokan di Perbatasan
Baca: Konflik India-China: Pasca Bentrok 3 Hari di Lembah Galwan, Pasukan China Bebaskan 10 Tentara India
Menteri luar negeri kedua negara bertemu di Moskow seminggu yang lalu dan sepakat untuk meredakan ketegangan di Ladakh.
Namun ucapan Rajnath kepada Parlemen menunjukkan, penyelesaian sengketa akan menjadi proses yang panjang.
Dia juga mengatakan, India telah mengerahkan pasukan yang telah menggagalkan "upaya pelanggaran oleh China."
"Kami harus yakin bahwa angkatan bersenjata kami akan menangani situasi ini dengan sukses," kata Rajnath Singh.
"Terlihat dari aktivitas China, kata-kata mereka tidak sesuai dengan tindakan mereka."
Kementerian Luar Negeri China Limpahkan Tanggung Jawab pada India
Sementara itu, di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin melimpahkan tanggung jawab kepada India untuk meredakan ketegangan di Ladakh.
Wang Wenbin mengatakan, pasukan perbatasan China "selalu dengan tegas mematuhi (perjanjian) antara kedua negara dan berkomitmen untuk menjaga kedaulatan wilayah China serta menjaga perdamaian dan ketenangan di daerah perbatasan".
"Yang mendesak sekarang adalah bahwa pihak India harus segera memperbaiki kesalahannya, melepaskan diri di wilayah tersebut secepat mungkin dan mengambil tindakan nyata untuk meredakan ketegangan dan 'menurunkan suhu' di sepanjang perbatasan," kata Wang pada briefing harian.
Di sisi lain, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India, Anurag Srivastava mendesak China untuk "bekerja dengan tulus dengan pihak India".
Baca: India-China Memanas, Beijing Dikabarkan Lakukan Gerakan Militer di Perbatasan
Baca: Buntut Ketegangan dengan China, India Borong Senjata Hingga 5,55 Miliar USD
Hubungan India-China Sudah Lama Buruk
Hubungan antara kedua negara diketahui seringkali tegang, sebagian karena sengketa perbatasan mereka.
India-China berperang di perbatasan sejak 1962, kemudian meluas ke Ladakh dan berakhir dengan gencatan senjata.
Sejak itu, pasukan menjaga daerah perbatasan sesekali tawuran.
Ketegangan meningkat dan berujung pada bentrokan mematikan di pegunungan tinggi pada 15 Juni 2020 yang menewaskan 20 tentara India.
Baca: Menilik Kecanggihan Jet Tempur yang Dikirim China dan India ke Kawasan Sengketa di Ladakh
Baca: China Bebaskan 10 Tentara India Setelah Bentrokan yang Tewaskan 20 Orang di Ladakh
Setelah bentrokan itu, kedua negara melepaskan sebagian dari situs di Lembah Galwan dan setidaknya dua tempat lainnya, tetapi krisis terus berlanjut di setidaknya tiga wilayah lain, termasuk Danau Pangong glasial.
Dia mengatakan, ketegangan itu karena perbedaan persepsi tentang Garis Kontrol Aktual yang diperebutkan dengan sengit yang memisahkan wilayah yang dikuasai China dan India dari Ladakh di barat ke negara bagian Arunachal Pradesh di India timur.
Singh mengatakan India telah menggandakan anggarannya untuk membangun jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya di sepanjang perbatasan agar sesuai dengan infrastruktur China untuk mempercepat mobilitas pasukan.
“Kami sepenuhnya siap untuk melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah negara kami,” katanya.
Ia menambahkan, China terus menduduki hampir 38.000 kilometer persegi (14.670 mil persegi) tanah India di Ladakh.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)