Penjelasan Hukum Lese-majeste, Raja Thailand serta Keluarganya Tidak Boleh Dikritik
Penjelasan hukum lese-majeste Thailand, hukum yang melarang penghinaan terhadap monarki, termasuk salah satu hukum yang paling ketat di dunia.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Sedangkan Militer, yang menggulingkan pemerintah sipil pada Mei 2014, dikenal sangat royalis.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha telah menekankan bahwa hukum lese-majeste diperlukan untuk melindungi para bangsawan.
Bagaimana penerapannya?
Meskipun undang-undang tersebut telah ada sejak lama, jumlah penuntutan telah meningkat dan hukuman semakin berat sejak militer mengambil alih kekuasaan.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan jumlah orang yang diselidiki untuk lese-majeste telah meningkat.
Peningkatan terjadi lebih dari dua kali lipat jumlah yang diselidiki dalam 12 tahun sebelumnya.
Hanya 4% dari mereka pada tahun 2016 dibebaskan.
Ada berbagai macam pelanggar, dari seorang kakek yang mengirim pesan teks yang dianggap menghina ratu, hingga seorang warga negara Swiss yang saat mabuk menyemprotkan poster-poster mendiang raja.
Orang-orang juga telah ditangkap karena lese-majeste atas aktivitas online.
Contohnya seperti memposting gambar anjing favorit mendiang Raja Bhumibol di Facebook, dan mengklik tombol "suka" di Facebook pada postingan yang dianggap menyinggung.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah menggunakan undang-undang sebagai alat politik untuk membungkam ucapan kritis, terutama secara online.
Undang-undang tersebut, kata Amnesty International, telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat secara damai dan memenjarakan tahanan yang tidak bersalah".
Pada Februari 2017, pelapor khusus PBB untuk promosi opini dan ekspresi, David Kaye, mengatakan "fakta bahwa beberapa bentuk ekspresi yang dianggap menghina seorang tokoh publik tidak cukup untuk membenarkan pembatasan atau hukuman".
Dia menyerukan pencabutan undang-undang, dengan mengatakan bahwa "ketentuan lese-majeste tidak memiliki tempat di negara demokratis".
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)