Wanita 25 Tahun di Mongolia Terjangkit Pes setelah Makan Marmot, 19 Orang Terdekatnya Diisolasi
Seorang wanita di Mongolia positif terinfeksi pes setelah makan marmot. Ia diisolaso bersama 19 orang lainnya
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Seorang wanita di Mongolia positif terinfeksi pes setelah makan marmot.
Seperti yang dilansir Mirror, wanita 25 tahun tersebut diisolasi di Provinsi Khovd bersama 19 orang yang sempat melakukan kontak dengannya.
Infeksi wanita di Altai Soum atau distrik Provinsi Khovd di Mongolia itu dikonfirmasi dari hasil tes laboratorium, Pusat Nasional untuk Penyakit Zoonosis (NCZD) negara itu melaporkan.
Ia diketahui makan daging marmot minggu lalu, kata NCZD.
Tes juga sedang dilakukan pada seorang suspek pasien di Provinsi Khentii, kata laporan.
Berburu marmut adalah ilegal di Mongolia.
Tetapi banyak yang menganggap hewan pengerat itu enak dan mengabaikan hukum.
Tahun ini, Mongolia telah melaporkan 22 kasus pes yang dicurigai, dengan enam kasus dikonfirmasi, jumlah tertinggi dalam satu dekade.
Baca: Remaja di Mongolia Meninggal Dunia akibat Penyakit Pes
Baca: Warga Mongolia Dilarang Makan Hewan Marmot Setelah Muncul Wabah Pes di China
Tiga dari enam orang meninggal, yang terbaru adalah seorang pria berusia 38 tahun di Provinsi Khovsgol awal bulan ini yang memakan marmut yang terinfeksi.
Dua kematian sebelumnya tahun ini adalah seorang anak laki-laki berusia 15 tahun di Provinsi Govi-Altai pada bulan Juli.
Serta kematian seorang pria berusia 42 tahun di Provinsi Khovd pada bulan Agustus.
Tujuh belas dari total 21 provinsi Mongolia sekarang berisiko terkena wabah pes, NCZD memperingatkan.
Orang-orang diperingatkan agar tidak berburu, makan, menjual, membeli atau mengangkut marmut.
Dua kematian juga dilaporkan tahun ini di Mongolia Dalam, China.
Rusia telah mengambil langkah besar untuk menghentikan penyebaran Black Death di perbatasannya dengan Mongolia dan China, karena wilayah tersebut juga berperang melawan Covid-19.
Puluhan ribu orang telah divaksinasi di daerah perbatasan di republik Tuva dan Altai di Siberia.
Satu wabah tercatat di dataran tinggi Ukok di Pegunungan Altai di Rusia, untuk pertama kalinya dalam lebih dari 60 tahun.
Secara terpisah di China, seorang anak laki-laki berusia tiga tahun di provinsi barat daya Yunnan dikhawatirkan terjangkit wabah pes juga dikenal sebagai dengan nama Black Death.
Kasus di China muncul setelah tiga tikus mati ditemukan di sebuah desa di Menghai.
Wilayah tersebut telah memulai tanggap darurat tingkat IV untuk mencegah penyebaran penyakit, lapor Global Times.
Wabah pes adalah penyakit bakteri yang disebarkan oleh kutu yang hidup di hewan pengerat liar.
Pes dapat membunuh orang dewasa dalam waktu kurang dari 24 jam jika tidak segera diobati.
Black Death atau wabah pes, pernah membunuh lebih dari 200 juta orang di abad ke-14.
Penyebab Black Death
Penyakit pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang ditransmisikan oleh kutu yang terinfeksi oleh tikus atau hewan pengerat.
Black Death juga disebut sebagai Pestilence atau Great Mortality, dan disebut-sebut menjadi wabah terburuk sepanjang sejarah manusia.
Dari tahun 1347 – 1353, diperkirakan 75 – 100 juta nyawa melayang akibat wabah tersebut.
Wabah terakhir yang menakutkan terjadi di London pada 1665, dan menewaskan sekitar seperlima penduduk kota tersebut.
Pada masa itu, Black Death diprediksi berasal dari Asia Tengah atau Asia Timur di mana bakteri menyebar dari inang (tikus/ marmut) melalui transmisi kutu.
Dari dua kawasan tersebut, Black Death traveling melalui Jalur Sutera hingga tiba di Crimea pada 1347.
Dari situ wabah pun menyebar ke kawasan Mediterania, Afrika, Asia bagian Barat, dan beberapa wilayah Eropa antara lain Konstantinopel, Sislilia, dan Italian Peninsula.
Kasus wabah pes telah dilaporkan secara berkala di seluruh dunia.
Negara Madagaskar di Afrika menghadapi lebih dari 300 kasus selama wabah pada 2017.
Black Death dan Karantina
Penyakit tersebut dinamakan Black Death karena gejalanya.
Salah satu gejala penyakit ini adalah pembusukan pada area tubuh (mayoritas jari), yang membuat kulit menjadi hitam.
Gejala lainnya adlah demam yang berkisar antara 38 – 41 derajat Celcius, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, dan muntah.
Hingga saat ini belum ada yang mengetahui penyebab berhentinya wabah mematikan ini, namun ilmuwan menyebutkan pasti ada hubungannya dengan karantina.
Pada saat itu, pemerintah kota pelabuhan Ragusa di Italia melakukan karantina terhadap para pelayar untuk membuktikan bahwa mereka tidak membawa penyakit.
Pada awalnya, para pelayar ditahan di kapal mereka selama 30 hari.
Hukum yang berlaku Venesia menamai kondisi ini sebagai trentino.
Kemudian, masa isolasi bertambah menjadi 40 hari yang dikenal sebagai quarantine, asal mula kata quarantine dan karantina.
Namun demikian, wabah pes kemungkinan tidak akan menyebabkan epidemi, kata ahli.
"Tidak seperti di abad ke-14, kami sekarang memiliki pemahaman tentang cara penularan penyakit ini," kata Dr Shanti Kappagoda, dokter penyakit menular di Stanford Health Care, kepada situs berita Heathline.
"Kami tahu cara mencegahnya. Kami juga bisa merawat pasien yang terinfeksi dengan antibiotik yang efektif,” tambahnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wabah Pes Muncul di China, Dulu Sebabkan ‘Black Death’ yang Tewaskan Jutaan Jiwa"
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.