Armenia-Azerbaijan Bertemu di Moskow, Kesepakatan Gencatan Senjata Segera Dicapai
Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan penghentian permusuhan Armenia dan Azerbaijan. Putin meminta pertukaran tahanan dan mayat korban perang.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Menteri Luar Negeri Armenia dan Azerbaijan bertemu di Moskow, dalam upaya peredaan konflik yang difasilitasi pemerintah Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin Kamis (8/10/2020) menyerukan penghentian permusuhan antara Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.
Upaya penghentian permusuhan juga diupayakan Presiden Prancis Emanuel Macron. Laporan Istana Elysee dikutip kantor berita AFP menyatakan, gencatan senjata akan dicapai selambatnya Sabtu (10/10/2020).
Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan telah tiba di Moskow, Jumat. Di saat berbarengan, Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin dan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, mendiskusikan situasi terkini di Karabakh.
Baca: Presiden Iran Hassan Rouhani Peringatkan Perang Nagorno-Karabakh Bisa Jadi Konflik Regional
Baca: Dua Tokoh Populer Armenia Tewas di Tengah Perang Nagorno-Karabakh
Baca: Erdogan Dorong Azerbaijan Lanjutkan Perang di Nagorno-Karabakh
Mishustin menunjukkan perlunya gencatan senjata segera di wilayah tersebut. Selain itu, Mishustin dan Pashinyan membahas kerja sama bilateral di bidang energi, transportasi, dan industri.
Mereka menekankan pentingnya melaksanakan proyek bersama, memperdalam kerja sama di dalam EAEU, dan melawan infeksi virus corona.
Memperkuat mediasi Rusia, Presiden Putin memberi tahu Dewan Keamanan Rusia tentang percakapan teleponnya dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.
Sementara menyusul kontak telepon Macron dan Pashinyan, Prancis telah menyerukan gencatan senjata segera dan memulai negosiasi damai dalam kerangka OSCE Minsk Group.
Kelompok kerja itu dibentuk 1992 untuk merundingkan konflik Azerbaijan-Armenia atas eksistensi Republik Artsakh.
Kelompok tersebut diketuai bersama oleh Rusia, Prancis dan AS, dan termasuk Armenia dan Azerbaijan sebagai pihak berkonflik.
Belarusia, Jerman, Portugal, Belanda, Finlandia, Turki, Italia dan Swedia juga turut jadi anggota kelompok kerja Minsk ini.
Macron juga terus menjalin komunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam seruan Kamis, Putin meminta Armenia-Azerbaijan mengakhiri permusuhan di Karabakh, serta bertukar tahanan dan korban tewas akibat perang.
Namun demikian, dari pihak Armenia, menggarisbawahi pentingnya hak untuk menentukan nasib sendiri bagi Republik Artsakh di wilayah sengketa itu.
Republik Artsakh memerdekakan diri dari Azerbaijan menyusul runtuhnya Uni Soviet. Wilayah didominiasi warga Armenia ini ada di dalam Republik Azerbaijan.
Perang antara Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh telah berlangsung dua minggu. Masing-maisng belah mengklaim telah menghancurkan target perang, dan masing-masing mempublikasikan video kendaraan militer yang hancur.
Konflik militer di Karabakh berlanjut di hari ke-12 ditandai rangkaian ledakan yang mengguncang Stepanakert, ibu kota Republik Nagorno-Karabakh (Republik Artsakh).
Turki, sementara itu, telah menyatakan akan mendukung Azerbaijan baik dalam pembicaraan dan pertempuran, mengklaim Armenia harus meninggalkan wilayah pendudukan.
Wilayah Nagorno-Karabakh yang berpenduduk mayoritas Armenia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Azerbaijan pada 1991.
Deklarasi itu menyebabkan konflik besar antara Yerevan dan Baku yang berlangsung hingga 1994 ketika kedua pihak sepakat untuk memulai pembicaraan mengenai perselisihan tersebut.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)