Gelombang Boikot Negara-negara Arab terhadap Produk-produk Perancis Dimulai
Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di sejumlah negara mayoritas Muslim.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM, AMMAN - Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di sejumlah negara mayoritas Muslim.
Ini terjadi setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyatakan bahwa menggambarkan Nabi Muhammad sebagai kartun bukan hal yang salah.
Dilansir CNN, Macron menyatakan demikian pekan lalu sebagai penghormatan kepada guru sekolah menengah yang dibunuh.
Guru bernama Samuel Paty itu dipenggal kepalanya awal Oktober ini dalam serangan teror di wilayah pinggiran Paris.
Paty dihabisi setelah dia menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas dan menganggapnya sebagai kebebasan berekspresi.
Presiden Macron mengatakan Prancis tidak akan 'menyerah' dengan kasus kartun Nabi Muhammad dan mengaku akan menindak Islamisme ekstrim di negaranya.
Hal ini memicu demonstrasi dan boikot produk Prancis di sejumlah negara mayoritas Muslim.
Baca juga: BKSAP DPR Desak Pemerintah Kecam Sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron
Baca juga: MUI Kecam Macron , Seruan Boikot Produk Prancis di Negara-negara Arab
"Saya menyerukan kepada orang-orang, jangan mendekati barang-barang Prancis, jangan membelinya," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin (26/10/2020) saat berpidato di Ankara.
"Para pemimpin Eropa harus mengatakan 'berhenti' untuk Macron dan kampanye kebenciannya," tambahnya.
Di Kuwait, jaringan supermarket swasta mengatakan bahwa lebih dari 50 gerainya berencana memboikot produk Pracis.
Kampanye boikot ini juga sedang memanas di Yordania.
Di mana sejumlah toko grosir membuat tulisan pernyataan bahwa mereka tidak menjual produk asal Prancis.
Berbagai toko di Qatar melakukan hal yang sama, salah satunya jaringan supermarket Al Meera yang punya lebih dari 50 cabang di negara tersebut.
Universitas Qatar juga mengatakan bahwa mereka menunda Pekan Budaya Prancis tanpa batas waktu.
Kasus pembunuhan Paty telah menghidupkan kembali ketegangan seputar sekularisme, Islamisme, dan Islamofobia di Prancis.
Bahkan akibat pernyataan kontroversial Macron, hubungan diplomatik dan ekonomi terhadap negara-negara Arab mungkin akan turut terganggu juga.
Kementerian di Prancis mengatakan reaksi pemboikotan mendistorsi pernyataan Presiden Macron untuk tujuan politik.
Pihaknya menyatakan bahwa: "Posisi yang dipertahankan oleh Prancis (adalah) mendukung kebebasan hati nurani, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan penolakan panggilan untuk kebencian."
Pernyataan juga menjelaskan soal kalimat Macron terkait memerangi Islamisme radikal.
"(Kebijakan Macron ditujukan untuk) memerangi Islamisme radikal dan melakukannya dengan Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah, dan Republik Prancis," bunyi pernyataan itu.
"Kami tidak akan menyerah," cuit Macron Minggu lalu.
"Kami menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian. Kami tidak menerima ujaran kebencian dan mempertahankan perdebatan yang masuk akal."
"Kami akan selalu berpihak pada martabat manusia dan nilai-nilai universal," tambahnya.
Kematian Paty memicu tindakan keras pada keamanan di Prancis, di mana para pejabat melakukan ujaran kebencian di media sosial dan organisasi yang kemungkinan terkait dengan Islamisme.
Paty menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya yang bersumber dari majalah satir Charlie Hebdo, dan menilainya sebagai tanggapan atas serangan teror pada media ini 2015 silam yang menewaskan 12 orang.
Macron dengan keras membela hak untuk menampilkan kartun semacam itu di Prancis pada acara peringatan Paty.
Prancis akan terus "debat yang penuh kasih, argumen yang masuk akal, kami akan menyukai sains, dan kontroversi-kontroversi itu," kata orang nomor satu di Prancis itu.
Baca juga: Buntut Kontroversi Macron, Presiden Erdogan Serukan Rakyat Turki Boikot Produk Prancis
Baca juga: Macron dan Kontroversi Kartun Nabi Muhammad yang Bikin Marah: Turki Serukan Boikot Produk Prancis
"Kami tidak akan melepaskan karikatur, gambar, bahkan jika orang lain mundur," tambahnya.
Yordania, Pakistan, Mesir, dan Iran termasuk di antara negara-negara Islam yang mengutuk Prancis atas pembelaan penerbitan karikatur tersebut dan tanggapan Macron.
"Kami mengutuk publikasi kartun satir yang menggambarkan Nabi Muhammad," kata Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Al-Safadi.
Pemimpin Pakistan Imran Khan, otoritas agama tertinggi Mesir Imam Besar Al-Azhar, dan kementerian luar negeri Iran juga mengkritik Prancis.
Namun pemimpin Eropa lainnya mendukung Presiden Macron, termasuk diantaranya Kanselir Jerman Angela Merkel yang lewat jubirnya mengutuk pernyataan Erdogan.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan Berlin berdiri sebagai solidaritas dengan Paris.
Para pemimpin Yunani dan Austria juga telah menyatakan dukungannya untuk Macron.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)