Pendeta Ortodoks Yunani Ditembak di Luar Gereja di Lyon, Prancis
Seorang pendeta Ortodoks Yunani terluka parah dalam penembakan yang berlangsung di luar gereja kota Lyon, Prancis.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Aparat kepolisian dan saksi mata mengungkapkan, seorang pendeta Ortodoks Yunani terluka parah dalam penembakan yang berlangsung di luar gereja kota Lyon, Prancis.
Mengutip Al Jazeera, identitas korban diketahui yakni Nikolaos Kakavelaki, seorang warga negara Yunani berusia 52 tahun.
Narasumber yang dekat dengan penyelidikan mengatakan kepada kantor berita AFP, saat itu Kakavelaki tengah menutup gereja di Lyon pada Sabtu sore (31/10/2020).
Seketika, dia ditembak dua kali di bagian dada dari jarak dekat oleh penyerang.
Baca juga: Amankan Aksi Demo di Kedubes Prancis, 400 Polisi Berjaga, Kawat Duri Dipasang
Baca juga: Tuntut Pembatalan UU Cipta Kerja dan Kenaikan UMP 2021,Elemen Buruh Mulai Penuhi Kawasan Patung Kuda
Pejabat kepolisian mengatakan kepada Associated Press, pemuka agama sekarang berada di rumah sakit setempat dengan luka yang mengancam nyawanya.
Penyerang melarikan diri dari tempat kejadian tetapi jaksa penuntut umum Lyon kemudian mengumumkan, seorang tersangka telah ditangkap.
"Seseorang yang bisa sesuai dengan deskripsi yang diberikan oleh saksi awal telah ditempatkan dalam tahanan kebijakan," kata Jaksa Penuntut Nicolas Jacquet.
Baca juga: Presiden Prancis Macron Dapat Pahami Kemarahan Muslim Atas Kartun Nabi Muhammad
Jacquet menambahkan, tersangka tidak membawa senjata ketika dia ditangkap.
Tetapi, alasan penyerangan itu tidak jelas.
Lebih dalam, Wali Kota Lyon Gregory Doucet mengatakan kepada wartawan "kami tidak tahu apa motif di balik serangan ini".
Serangan Pisau
Seperti diketahui, beberapa waktu sebelum insiden ini terjadi, ada serangan pisau di sebuah gereja Katolik di kota Nice, Prancis.
Tiga orang dilaporkan kehilangan nyawa mereka.
Baca juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron: Saya Menolak Tunduk Pada Tekanan
Otoritas anti-teroris Prancis tidak menyelidiki serangan Sabtu itu, meski Menteri Dalam Negeri mengaktifkan tim darurat khusus untuk mengikuti kasus tersebut.
Perasaan Pendeta di Gereja Ortodoks Yunani Lainnya
Secara terpisah, Antoine Callot, pendeta di gereja Ortodoks Yunani di Lyon mengatakan kepada AP, komunitas Ortodoks Yunani di sana belum menerima ancaman apa pun.
Tetapi, Callot menerangkan, dia segera meminta polisi untuk memberikan perlindungan dan keamanan di gerejanya setelah aksi penembakan tersebut.
"Kami cemas dan sedih. Ini benar-benar mengerikan," katanya.
"Sekarang, kita perlu bersembunyi dan berhati-hati," ungkapnya.
Baca juga: Soal Peristiwa di Kota Nice, Jokowi: Indonesia Mengecam Keras Pernyataan Presiden Prancis Macron
Baca juga: Presiden Jokowi : Indonesia Mengecam Terjadinya Kekerasan di Paris dan Nice Prancis
PM Jean Castex Kerahkan Pasukan Militer
Perdana Menteri Jean Castex menegaskan kembali janji pemerintah untuk mengerahkan pasukan militer di tempat-tempat keagamaan dan sekolah.
Dia mengatakan, orang Prancis dapat "mengandalkan bangsanya untuk mengizinkan mereka menjalankan agama mereka dengan aman dan bebas sepenuhnya".
Tidak ada yang menjaga gereja yang menjadi target di Lyon pada hari Sabtu, atau gereja di Nice pada hari Kamis.
Baca juga: 4 Hal yang Diketahui tentang Serangan Pisau di Gereja Nice, Prancis
Serangan yang Tuai Kecaman
Lebih jauh, Kementerian Luar Negeri Yunani mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Kami mengutuk serangan terhadap seorang pendeta Ortodoks asal Yunani di dekat Gereja Kabar Sukacita di Lyon, Prancis."
Uskup Agung Ieronymos, Kepala gereja Ortodoks Yunani, mengecam "kengerian yang menentang logika manusia".
"Ekstremis intoleran dan fanatik, fundamentalis kekerasan dan kematian menggunakan agama sebagai peluru yang mengarah pada inti kebebasan dan terutama kebebasan berkeyakinan orang lain," katanya kepada wartawan di ibukota Yunani, Athena.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengutuk "tindakan keji di Lyon".
Baca juga: Bandara di Prancis Ini Kini Jadi Bandara Tersibuk di Eropa
Dia menambahkan dalam sebuah cuitan bahwa "di Eropa, kebebasan hati nurani dijamin untuk semua dan harus dihormati, kekerasan tidak dapat ditoleransi dan harus dikutuk."
Sementara, Presiden Parlemen Uni Eropa David Sassoli mengatakan bahwa "Eropa tidak akan pernah tunduk pada kekerasan dan terorisme."
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)