Perhitungan Suara Belum Tuntas, Pendukung Capres AS Ngamuk Lempari Toko-toko
Kantor Sheriff Multnomah mengumumkan adanya kerusuhan dan menangkap setidaknya sembilan orang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, AS - Tak hanya terjadi di Indonesia.
Pemilihan presiden (Pilpres) yang berakhir rusuh juga terjadi di Amerika Serikat (AS).
Kendati perhitungan suara belum tuntas namun di atas angin, Calon Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden kemungkinan besar akan menjadi presiden AS berikutnya.
Diberitakan, ratusan polisi negara bagian Oregon dan massa anti-Trump terlibat bentrok di Portland pada Rabu (4/11/2020), saat berlangsungnya pilpres AS (pemilihan presiden Amerika Serikat).
Massa melempari kaca jendela toko-toko dan memecahkannya, lalu Gubernur Oregon memanggil Garda Nasional untuk meredam kerusuhan.
Baca juga: 8 Fakta Pilpres AS Mirip Pilpres Indonesia, Pendukung yang Kalah Ngamuk hingga Tudingan Curang
Kantor Sheriff Multnomah mengumumkan adanya kerusuhan dan menangkap setidaknya sembilan orang.
Ia menyebut kekerasan meluas di pusat kota, dan memperingatkan pihaknya bisa saja mengerahkan pasukan bersenjata dan menembakkan gas air mata.
Sementara itu reporter AFP di lokasi melaporkan, polisi bersenjata mendekati para demonstran tapi tidak ada bentrok.
Massa sebelumnya berunjuk rasa secara damai di taman pusat kota, dihadiri oleh koalisi kelompok sayap kiri anti-kapitalis yang berorasi disertai musik.
"Pertemuan massal di pusat kota Portland masih rusuh. Tinggalkan daerah itu sekarang," tulis kantor sheriff di Twitter sebelum pukul 20.30.
Sebelumnya dikatakan bahwa aparat keamanan menjadi sasaran pelemparan benda-benda seperti botol kaca.
"Demi keselamatan publik, Gubernur Kate Brown melalui nasihat United Command, telah mengaktifkan Garda Nasional Oregon untuk membantu penegakan hukum setempat," lanjutnya.
Portland menjadi tempat bentrokan beberapa bulan terakhir, antara polisi dengan massa yang marah atas pembunuhan orang-orang Afro-Amerika oleh aparat keamanan.
Massa yang berkumpul di tepi sungai Portland bersumpah untuk "mengawal hasil" pilpres AS, dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Hitung Setiap Suara" dan "Pemilihan Selesai. Pertarungan Berlanjut".
"Kami ingin Trump lengser, itu fokus utamanya," kata seorang pimpinan demo dengan suara lantang.
Di sisi lain, sejumlah demonstran membawa senjata api termasuk senapan, dan spanduk anti-rasialisme dan anti-imperialisme yang bergambar senapan dan bertuliskan "Kami Tidak Mau Biden. Kami Ingin Balas Dendam".
Toko-toko tutup duluan
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pemilik bisnis di Amerika Serikat menutup jendela-jendela dengan papan dan bersiap kemungkinan terjadinya kerusuhan pasca pemilu.
Ritel Saks 5th Avenue dan Nordstrom, serta jaringan farmasi CVS termasuk toko-toko yang mengambil tindakan jaga-jaga dengan menutup jendela kaca dengan papan.
Walmart mengatakan pekan lalu mereka untuk sementara menurunkan senjata dan amunisi dari tempat pajangan di ribuan jaringan supermarket itu di Amerika Serikat.
Walmart mengatakan khawatir terjadinya kerusuhan. Sehari kemudian, mereka mencabut keputusan itu.
Polisi di Rodeo Drive, Los Angeles, pertokoan terkenal di Berverly Hills, California, ditutup pada Selasa (03/11).
Untuk menjadi presiden terpilih, seorang calon harus memenangkan paling sedikit 270 suara elektoral dalam sistem yang disebut electoral college.
Setiap negara bagian di AS diberi jatah suara tertentu berdasarkan jumlah penduduk. Secara total ada 538 suara untuk diperebutkan.
Sistem ini memungkinkan seorang calon menang dalam perolehan suara secara nasional, seperti Hillary Clinton pada 2016 - namun kalah dalam pemilu karena kalah dalam electoral college.
Pemilu pada 3 November ini diselenggarakan di tengah pandemi virus corona.
Sumber: Kompas.com/BBC