6 Minggu Perang, Armenia, Azerbaijan & Rusia Sepakat Damai dan Akhiri Konflik Nagarno-Karabakh
Armenia, Azerbaijan dan Rusia dikabarkan menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri perang yang berlangsung enam minggu di Nagarno-Karabakh, Selasa.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Armenia, Azerbaijan dan Rusia dikabarkan menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri perang yang berlangsung enam minggu di Nagarno-Karabakh, Selasa (10/11/2020),
Secara terpisah, dalam unggahan media sosial Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menggambarkan kesepakatan ini "menyakitkan'.
"Keputusan ini menyakitkan bagi saya secara pribadi dan bagi rakyat kami", kata Pashinyan.
Mengutip Al Jazeera, Pashinyan mengatakan, saat ini perjanjian itu adalah "solusi terbaik untuk situasi yang tengah berlangsung.
Baca juga: Konflik di Nagarno-Karabakh Masih Berlanjut, Azerbaijan Klaim Armenia Langgar Gencatan Senjata
Baca juga: Azerbaijan Hancurkan Gudang Amunisi Tentara Armenia
Kesepakatan itu akan berlaku mulai Selasa (10/11/2020) pukul 01.00 pagi waktu setempat, untuk mengakhiri konflik Armenia vs Azerbaijan.
Perang di Nagarno-Karabakh ini telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang.
Lebih lanjut, kesepakatan ini kemudian dikonfirmasi oleh Azerbaijan dan Kremlin.
"Pernyataan trilateral yang ditandatangani akan menjadi poin (penting) dalam penyelesaian konflik," kata Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dalam pertemuan daring dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang disiarkan televisi.
Baca juga: Main Film Nona, Nadya Arina Rasakan Keseruan Pertama Kali Syuting di Azerbaijan
Etnis Armenia Kehilangan Kota Susha/Sushi
Lebih dalam, kesepakatan itu datang beberapa jam setelah pejabat etnis Armenia di wilayah yang disengketakan menegaskan, kota utama Shusha (dikenal sebagai Shushi di Armenia), kota terbesar kedua di daerah kantong, telah diambil alih oleh pasukan Azeri.
Azerbaijan juga mengatakan pada Senin (9/11/2020), pihaknya telah merebut lusinan pemukiman.
Baca juga: Konflik di Nagarno-Karabakh Masih Berlanjut, Azerbaijan Klaim Armenia Langgar Gencatan Senjata
Penjaga Perdamaian
Osama Bin Javaid dari Al Jazeera, melaporkan dari Baku, Ibu Kota Azerbaijan mengatakan, berita tentang kesepakatan itu membuat orang turun ke jalan untuk merayakan, meski ada jam malam.
Kesepakatan itu termasuk, Armenia menyerahkan kembali beberapa wilayah di tepi wilayah Nagorno-Karabakh.
Sementara Azerbaijan akan menghentikan tekanannya ke Stepanakert.
“Tidak jelas bagaimana transisi ini akan terjadi,” kata Javaid.
"Akan ada penjaga perdamaian dari Rusia dan apa yang kami dengar dari para pemimpin Azeri adalah bahwa mereka ingin hidup berdampingan dengan orang-orang dari daerah itu," terangnya.
Baca juga: Azerbaijan Hancurkan Gudang Amunisi Tentara Armenia
Rusia Kerahkan Hampir 2.000 Pasukan
Lebih jauh, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, telah mulai mengerahkan 1.960 tentara untuk bertindak sebagai penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh.
Putin mengatakan, mereka ditempatkan di sepanjang garis depan di Nagorno-Karabakh dan di koridor antara Armenia dan Nagorno-Karabakh.
Secara teprisah, Aliyev mengatakan, penjaga perdamaian Turki juga akan dikerahkan.
Suasana di Yerevan, Ibu Kota Armenia saat ini memanas.
“Ada gerakan nasionalis yang sangat signifikan di Armenia yang tidak menginginkan bentuk kompromi serius dengan Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh,” kata Robin Forestier-Walker, koresponden Al Jazeera.
Baca juga: Konflik Armenia vs Azerbaijan: Iran Kritik Upaya Perdamaian Kelompok Minsk atas Nagarno-Karabakh
Untuk diketahui, Nagorno-Karabakh berada di Azerbaijan, tetapi telah di bawah kendali etnis Armenia sejak berakhirnya konflik yang menghancurkan pada tahun 1994.
Diperkirakan 30.000 orang tewas dalam perang itu.
Pertempuran terbaru dimulai pada 27 September 2020 lalu.
Konflik Armenia vs Azerbaijan telah menimbulkan kekhawatiran akan perang regional.
Di sisi lain, Rusia memiliki pakta pertahanan dengan Armenia dan pangkalan militer di sana, sedangkan Turki mendukung Azerbaijan.
Dalam enam pekan terakhir, tiga upaya gencatan senjata sebelumnya gagal.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)