Trump Dikabarkan Tarik Puluhan Diplomatnya dari Irak Imbas Ketegangannya dengan Iran
Setelah kematian Soleimani, Iran membalas serangan ke negara adi daya itu dengan meluncurkan rudal ke pasukan AS yang ditempatkan di Irak
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dikabarkan menarik separuh dari diplomat Amerika dari Kedutaan besar (Kedubes) AS di Baghdad, Irak.
Hal ini disebut dipicu ketegangan hubungan dengan Iran yang terus meningkat menjelang peringatan tahun pertama pembunuhan Jenderal Tertinggi sekaligus Kepala Pasukan Quds Iran's Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) Qassem Soleimani yang tewas akibat serangan drone AS pada 3 Januari 2020.
Seperti yang dilaporkan media Politico pada Rabu kemarin, mengutip pernyataan seorang pejabat AS.
Pejabat tersebut memang mengatakan bahwa 'lusinan' staf di Kedubes AS dan fasilitas diplomatik lainnya di Irak akan ditarik dari negara Timur Tengah itu.
Baca juga: Di Ujung Masa Kekuasaan Trump, Jaksa AS Selidiki Dugaan Suap untuk Dapat Ampun Presiden
Namun pejabat di Departemen Luar Negeri AS tidak memberikan rincian apapun, selain mengkonfirmasi bahwa sebagian staf mereka akan meninggalkan Irak.
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (3/12/2020), pengurangan staf ini seharusnya bersifat sementara, namun karena meningkatnya ketegangan hubungan antara AS dan Iran, membuat pemerintah AS tidak bisa memastikan kapan diplomat mereka akan kembali ke Kedutaan AS di Baghdad.
Perlu diketahui, Irak kerap menjadi medan pertempuran antara AS dan Iran.
Setelah kematian Soleimani, Iran membalas serangan ke negara adi daya itu dengan meluncurkan rudal ke pasukan AS yang ditempatkan di Irak.
Serangan balasan ini dilaporkan menyebabkan puluhan tentara AS menderita cedera otak.
Baca juga: Seorang PNS di Riau Ditipu Tentara AS Gadungan, Kenalan Lewat Facebook, Uang Rp 271 Juta Raib
Ketegangan antara AS dan Iran semakin memanas pasca terjadinya pembunuhan terhadap Ilmuwan nuklir terkemuka Iran Mohsen Fakhrizadeh pada Jumat lalu.
Fakhrizadeh selama ini diketahui membantu memimpin program nuklir negara itu.
Ilmuwan nuklir papan atas ini dilaporkan terbunuh setelah tertembak senapan yang dikendalikan dari jarak jauh di timur Teheran, Iran.
Badan Keamanan Nasional Tertinggi Iran pun menegaskan bahwa agen mata-mata Israel Mossad dan Organisasi Mujahidin Rakyat, sebuah organisasi militan politik Iran yang dilarang di negara itu, telah terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan kepada Politico pada hari Rabu kemarin, Departemen Luar Negeri AS tidak menampik kabar bahwa mereka akan melakukan pengurangan staf di Irak.
"Departemen Luar Negeri terus menyesuaikan kehadiran diplomatiknya di kedutaan dan konsulat di seluruh dunia, sejalan dengan misinya, lingkungan keamanan lokal, situasi kesehatan, dan bahkan hari libur," kata seorang pejabat departemen tersebut, dalam sebuah pernyataan.
Ia menambahkan bahwa AS harus memastikan keamanan seluruh warga negaranya, termasuk para staf kedutaan.
"Memastikan keamanan personel pemerintah AS, warga AS, dan keamanan fasilitas kami, tetap menjadi prioritas tertinggi kami," tegas pejabat tersebut.
Sebelumnya, laporan terbaru muncul setelah Trump mempertimbangkan untuk menutup Kedutaan AS di Baghdad.
Menyusul kekhawatiran badan intelijen AS yang disampaikan pada September lalu, terkait kemungkinan dilakukannya serangan terhadap pasukan serta Kedutaan AS di Irak.