TKI di Malaysia Disiksa Majikan, Luka Bakar dan Bekas Sayatan di Sekujur Tubuh, Ini Reaksi Kemenlu
Proses hukum terkait kasus kekerasan terhadap buruh migran di Malaysia terkesan lambat ditangani.
Editor: Hasanudin Aco
Di sisi lain, Kemenlu juga menjadikan momentum kasus MH sebagai peringatan mengenai pentingnya membangun koridor aman untuk migrasi pekerja migran dari Indonesia ke Malaysia.
Indonesia dan Malaysia telah memiliki Nota Kesepakatan (MoU) mengenai penempatan buruh migran sektor domestik, namun sudah kadaluarsa pada 2016. MoU ini berisi tentang teknis perlindungan buruh migran di Indonesia.
"Ini menjadi urgensi Indonesia mendorong agar segera dilakukan percepatan proses negosiasi, agar segera dapat disepakati MoU yang baru mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran kita," kata Yudha.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, menilai kasus kekerasan terhadap buruh migran sektor domestik di Malaysia terus terjadi karena negara tersebut belum menandatangi ratifikasi Konvensi Pekerja Migran.
Menurut Anis, hal ini yang membuat aturan-aturan ketenagakerjaan tidak berpihak kepada buruh migran.
"Dari sisi itu komitmennya terhadap perlindungan pekerja asing itu memang masih dipertanyakan," kata Anis.
Selain segera mendorong MoU baru dengan Malaysia, Anis juga meminta pemerintah Indonesia memberikan perlindungan dan perawatan trauma kepada korban. Sebab, kata dia, proses persidangan nanti juga sangat tergantung dari mental dan kesiapan korban untuk bersaksi di persidangan.
"Karena semua korban punya kondisi berbeda dalam menghadapi proses hukum. Ada yang siap ada yang mereka traumatik, tidak siap. Ini yang harus dipersiapkan pemerintah untuk kesaksiannya, menjadi alat bukti (di persidangan) yang sginifikan," kata Anis.
Sebelum kasus MH, juga terdapat kasus penyiksaan TKI Adelina Lisau di Penang hingga meninggal pada 2018.
Pelakunya dibebaskan pengadilan, akan tetapi proses hukumnya masih berjalan di tingkat banding di Mahkamah Persekutuan.