Siaga Tinggi di Irak Jelang Peringatan Setahun Pembunuhan Qassem Soleimani
Milisi Irak yang didukung Iran secara rutin meluncurkan roket di dekat instalasi di Irak, tempat pasukan AS dan Irak berpangkalan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BAGHDAD – Kekhawatiran kian meningkat di kalangan intelijen AS, Irak, dan Israel pekan-pekan sebelum pergantian tahun.
Kekhawatiran itu dipicu informasi kelompok paramiliter dan milisi Irak akan melancarkan serangan balasan atas pembunuhan ilmuwan fisika Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Stasiun televisi CNN dan Times of Israel (TOI) mengabarkan perkembangan ini, Jumat (11/12/2020). Selain terkait kematian Fakhirzadeh, sebentar lagi akan genap setahun pembunuhan Qassem Soleimani.
Jenderal Qassem Soleimani tewas di Bandara Internasional Baghdad, setiba dari Damaskus untuk kunjungan resmi atas undangan pemerintah Irak.
Baca juga: Iran: Kami Tak Akan Lupa Kematian Soleimani dan Pasti Membalas AS
Baca juga: Iran Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Donald Trump atas Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani
Baca juga: Dubes Iran Ungkap Misi Terakhir Jenderal Qassem Soleimani Sebelum Dibunuh Militer Amerika
Rudal menghancurkan mobil yang ditumpangi Qassem, yang saat itu dijemput pemimpin paramiliter Syiah Irak, Popular Mobilization Unit (PMU), Abdul Mahdi al-Muhandis.
Pembunuhan dilakukan atas perintah Presiden AS Donald Trump, atas sangkaan Qassem bersiap melakukan serangan terhadap kepentingan AS di Timur Tengah.
Mengutip keterangan pejabat Pentagon yang mengetahui informasi intelijen terbaru, CNN menyebut gejala-gejala persiapan kelompok milisi Syiah Irak beberapa hari terakhir mengkhawatirkan.
Namun tidak ada indikasi khusus keputusan telah dibuat untuk menyerang pasukan AS atau instalasi diplomatik AS di Irak.
Para pejabat tidak membahas secara spesifik manuver milisi karena sifat informasi intelijen yang sangat sensitif.
Milisi Irak yang didukung Iran secara rutin meluncurkan roket di dekat instalasi di Irak, tempat pasukan AS dan Irak berpangkalan. Para pejabat khawatir tentang serangan lebih besar dan lebih mematikan.
Laporan itu juga mengatakan Iran telah memindahkan sistem pertahanan ke wilayah pesisirnya, dengan para pejabat AS menyimpulkan pemerintah Iran terguncang dan takut akan serangan Israel atau AS.
Washington khawatir situasinya bisa lepas kendali karena masa jabatan Presiden AS Donald Trump akan segera berakhir.
Peringatan setahun pembunuhan Qassem Soleimani juga semakin dekat, yaitu 3 Januari 2021. Segala kemungkinan pecahnya konflik terbuka bisa terjadi, melibatkan AS dan Israel.
Republik Islam Iran mungkin akan menunggu sampai Trump turun jabatan, pelantikan Joe Biden-Kamala Harris dilantik 20 Januari 2021, untuk kemudian membuka negosiasi.
Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh di luar Teheran, meskipun negara Yahudi tetap bungkam. Israel diyakini melakukan pembunuhan sebelumnya ilmuwan nuklir Iran sebelumnya.
Laporan itu muncul setelah dua pesawat pembom AS terbang di atas wilayah Timur Tengah, Kamis (10/12/2020), mengirimkan apa yang menurut pejabat AS sebagai pesan langsung mencegah aksi Iran.
Penerbangan dua pembom B-52H Stratofortress di Timur Tengah merupakan misi kedua dalam waktu kurang dari sebulan.
Manuver igu dirancang untuk menggarisbawahi komitmen berkelanjutan AS terhadap Timur Tengah, bahkan ketika pemerintahan Trump menarik ribuan pasukan dari Irak dan Afghanistan.
Pembom berat jarak jauh, yang mampu membawa senjata konvensional dan nuklir, merupakan pemandangan yang luar biasa dan lebih jarang diterbangkan di Timur Tengah.
Pesawat tempur yang lebih kecil, seperti jet tempur AS, sudah jadi pemandangan biasa di kawasan itu. Banyak negara mengeluhkan penerbangan pembom karena dianggap unjuk kekuatan yang provokatif.
Program penarikan pasukan AS, tapi di sisi lain kehadiran armada kapal induk USS Nimitz di Teluk telah memicu kekhawatiran sekutu, AS akan meninggalkan wilayah tersebut.
Kekhawatiran itu diperparah ketakutan Iran mungkin menyerang AS atau sekutunya sebagai pembalasan atas pembunuhan Fakhrizadeh.
USS Nimitz, dan sebanyak tiga kapal perang lainnya dalam kelompok penyerang, telah dijadwalkan untuk kembali ke pangkalannya di AS akhir tahun ini.
Namun armada itu dipertahankan keberadaannya, hingga ada jadwal baru kepulangan. Para pejabat AS, memperjelas penarikan kapal perang belum diputuskan, tapi waktu tambahan juga tak bisa dipastikan.
Pentagon bulan lalu mengumumkan AS akan mengurangi jumlah pasukan di Irak dan Afghanistan pada pertengahan Januari 2021.
Keputusan itu dalam rangka memenuhi janji Trump untuk menarik pulang tentara AS yang terlibat perang panjang di Afghanistan dan Irak.
AS akan mengurangi jumlah tentaranya di Afghanistan dari 4.500 menjadi 2.500. Di Irak, tentara AS akan dikurangi dari 3.000 menjadi 2.500 personil saja.(Tribunnews.com/CNN/TOI/xna)