Pemimpin Tertinggi Iran: Lengsernya Trump Bukan Akhir dari Permusuhan Amerika Serikat
Khamenei mengatakan antagonisme Amerika tidak akan hilang dengan berakhirnya pemerintahan Trump.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN—Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan Amerika Serikat akan tetap memusuhi Republik Islam Iran, bahkan setelah Presiden terpilih Joe Biden menjabat.
Berbicara pada fungsi publik pertamanya sejak desas-desus kesehatannya yang memburuk pada awal Desember, Khamenei mengatakan Amerika Serikat tidak dapat dipercaya meskipun Presiden Donald Trump lengser dari jabatannya
Pernyataan ini menunjukkan sikap waspada Iran terhadap pengganti Presiden Donald Trump.
Baca juga: Pejabat Iran Bantah Rumor Memburuknya Kondisi Kesehatan Ayatollah Ali Khamenei
Khamenei mengatakan antagonisme Amerika tidak akan hilang dengan berakhirnya pemerintahan Trump.
"Rekomendasi tegas saya adalah tidak mempercayai musuh," kata Khamenei dalam sambutan yang disiarkan TV lokal.
"Permusuhan (melawan Iran) bukan hanya dari Trump, yang seharusnya menurut beberapa orang akan berakhir ketika dia lengser, karena (Presiden Barack) Obama juga melakukan hal-hal buruk kepada negara Iran."
Biden adalah Wakil Presiden di era Obama.
Baca juga: Presiden Rusia Vladimir Putin Ucapkan Selamat kepada Biden atas Kemenangan dalam Pemilu AS
Trump menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan dunia pada 2018 serta menjatuhkan sanksi baru.
Kemenangan Biden telah memunculkan kemungkinan bahwa Amerika Serikat akan dapat bergabung kembali dengan perjanjian nuklir Iran 2015.
Beberapa pejabat dan anggota parlemen Iran garis keras yang dekat dengan Khamenei telah mempertanyakan sikap Presiden Hassan Rouhani terkait kepercayaannya terhadap Biden yang akan kembali begabung ke perjanjian tersebut.
Namun Khamenei mengatakan dia tidak menentang upaya pemerintah menuju tujuan akhir tersebut.
"Jika sanksi dapat dicabut, kita tidak boleh menunda bahkan satu jam saja... Jika sanksi dapat dicabut, bijaksana ... dan cara yang bermartabat, ini harus dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Rouhani mengatakan dia senang Trump lengser dari jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat.
Dia menuding Trump sebagai "presiden AS yang paling melanggar hukum" dan "pembunuh" serta “teroris” karena menghambat akses Iran ke vaksin Covid-19.
"Kami tidak terlalu senang dengan kedatangan Biden, tetapi kami senang Trump lengser ... bahwa teroris dan pembunuh seperti itu, yang bahkan tidak memiliki belas kasihan untuk vaksin virus corona, akan pergi," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi.
Hal ini disamaikan Presiden Iran setelah Electoral College atau Dewan Elektoral secara resmi menyatakan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS) ke-46, pada Selasa (15/12/2020).
Biden memperoleh mayoritas suara elektoral (electoral vote) yang solid, yakni 306 suara dan memastikan kemenangannya dalam pemilu bulan lalu.
Pemungutan suara Electoral College menjadi sangat penting tahun ini karena penolakan Presiden Donald Trump untuk mengakui dia telah kalah.
Setiap empat tahun, orang-orang yang duduk di Dewan Elektoral adalah yang sebenarnya menentukan siapa presiden dan wakil presiden baru AS.
California, negara bagian AS yang paling padat penduduknya, menempatkan Biden di atas 270 suara yang diperlukan untuk memenangkan Electoral College, ketika 55 pemilihnya dengan suara bulat melemparkan surat suara untuknya dan pasangannya, Kamala Harris.
Biden dan Harris - wanita pertama, warga kulit hitam pertama dan orang Asia Amerika pertama yang menjadi wakil presiden terpilih - akan dilantik pada 20 Januari 2021.
Sebelum ini, Rouhani juga menegaskan, pada Rabu (4/11/2020), hasil pemilu AS tidak penting bagi Iran.
Namun bagi Iran, kata Rouhani, Presiden berikutnya di Washington harus menghormati perjanjian dan hukum internasional.
"Bagi Teheran, kebijakan pemerintahan AS berikutnya yang penting. Bukan siapa yang memenangkan pemilu AS," tegascRouhani dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi Iran, seperti dilansir Reuters, Rabu (4/11/2020).
Joe Biden telah berjanji akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan enam kekuatan, jika Iran kembali mematuhinya.
Presiden Donald Trump meninggalkan kesepakatan itu pada 2018 dan mengganti sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Sebagai pembalasan, Iran secara bertahap mengurangi kepatuhan terhadap ketentuan kesepakatan.
"Kami ingin dihormati, tidak dikenakan sanksi (oleh Amerika Serikat). Tidak peduli siapa yang memenangkan pemilu AS ... Bagi kami, kebijakan dan prinsip adalah penting," kata Rouhani.
Trump telah mengatakan dia ingin mencapai kesepakatan baru dengan Teheran yang akan membahas program rudal Iran dan dukungan untuk proksi regional di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman.
Iran telah mengesampingkan negosiasi apa pun, kecuali AS yang pertama kali kembali ke kesepatan.(Reuters)