300 Orang Pesta dan Mabuk di Tepi Pantai Australia, Kini Terancam Dideportasi Pemerintah
Belakangan di Australia viral postingan pesta besar di tepi pantai untuk merayakan Natal di tengah pandemi corona.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan di Australia viral postingan pesta besar di tepi pantai untuk merayakan Natal di tengah pandemi corona.
Pesta yang dihadiri ratusan pendatang itu melanggar aturan Covid-19 hingga para pesertanya terancam dideportasi pemerintah.
Foto-foto menunjukkan setidaknya 300 orang berpesta sembari minum-minuman tanpa menggunakan masker atau menjaga jarak di Pantai Bronte, Sydney.
Dilansir The Sun, gambar yang viral ini menunjukkan, para peserta pesta telah melanggar aturan untuk berkerumun.
Rekaman video juga memperlihatkan orang-orang berpesta mengenakan topi santa.
Mereka terlihat bernyanyi dan menari sambil membawa gelas.
Beberapa orang terlihat berjalan menembus kerumunan atau membuka lemari es yang berisi minum-minuman.
Baca juga: Indonesia Larang Masuk WNA Selama 2 Minggu Cegah Penyebaran Virus Covid-19 Baru
Baca juga: Satgas Covid-19 Perketat Pengawasan Kedatangan Warga dari Inggris, Eropa, dan Australia
Muda-mudi saling berpelukan bahkan ada yang duduk di bahu temannya sambil menari.
Akibatnya, polisi anti huru-hara dipanggil ke lokasi pesta untuk membubarkannya.
Otoritas Australia mengeluarkan peringatan keras, pesta itu bisa menjadi peristiwa "penyebar super".
"Sungguh mengerikan melihat apa yang jelas merupakan kumpulan besar orang yang tidak peduli tentang Sydney," kata menteri kesehatan New South Wales Brad Hazzard kepada Sydney Morning Herald.
Setelah diidentifikasi, kata Hazzard, kebanyakan peserta pesta berasal dari negara Eropa.
Kini para pendatang itu dilarang keluar dari rumah atau tempat penginapannya untuk dikarantina.
Sebelumnya, Australia menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang disebabkan pesta oleh para turis.
Australia minggu ini memberlakukan pembatasan yang lebih ketat karena kasus Covid-19 mulai meningkat tajam.
Ada 206 kasus aktif dan 909 orang telah meninggal pada 29 Desember.
Saksi mata dalam acara pesta itu, Peter Hannam, seorang jurnalis lokal mengatakan kepada BBC, dia yakin banyak orang yang berpesta adalah turis Inggris.
"Anda bisa mendengar banyak aksen Inggris dengan jelas, dan beberapa orang mengenakan seragam putih sepak bola Inggris," kata Hannam.
Menteri Imigrasi Australia, Alex Hawke mengaku terkejut dan mengatakan pemerintah tidak ragu untuk mendeportasi para wisatawan ini.
"Tentu saja, di bawah undang-undang migrasi, jika seseorang mengancam keselamatan atau kesehatan publik, visa mereka dapat dibatalkan dan dicabut," kata Hawke.
Menteri Imigrasi ini menerangkan pemerintah federal sedang memeriksa insiden ini.
"Orang-orang yang menjadi tamu di negara kita juga harus melakukan hal yang benar, tidak dapat diterima bagi orang-orang yang memiliki visa sementara untuk melanggar perintah kesehatan masyarakat."
"Kami dapat mendeportasi orang, kami telah mencarter penerbangan untuk memulangkan orang ke negara asal," jelas Hawke kepada 2GB pada Selasa lalu.
Baca juga: Analis: Varian Baru Virus Corona Inggris Menyebar Lebih Cepat tapi Tak Sebabkan Penyakit Lebih Parah
Baca juga: Antisipasi Varian Baru Virus Corona, Mulai Hari Ini Bandara Jepang Memperketat Pemeriksaan Penumpang
Dalam wawancara selanjutnya dengan ABC TV, Hawke mengatakan bahwa sebagian besar pemegang visa sementara melakukan hal yang benar.
"Tetapi ada sejumlah kecil pemegang visa yang melakukan hal yang salah dan 10 bulan setelah pandemi ini, itu tidak dapat diterima."
Perdana Menteri NSW, Gladys Berejiklian, ditanyai pada konferensi pers pada Selasa apakah dia akan mendukung deportasi pemegang visa sementara yang melanggar peran tersebut.
Dia bilang itu masalah pemerintah federal.
"Kami akan mendukung keputusan apa pun yang menurut mereka tepat," kata perdana menteri.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)