AS dan Iran Saling Tuduh Tingkatkan Aktivitas Militer Jelang Peringatan Tewasnya Qassem Soleimani
Peringatan kematian Qassem Soleimani juga berlangsung beberapa pekan sebelum Presiden terpilih AS Joe Biden dilantik pada 20 Januari 2021.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) dan Iran saling tuduh meningkatkan ketegangan di Teluk Persia karena kekhawatiran ada potensi konflik yang muncul beberapa hari sebelum peringatan satu tahun kematian Jenderal Qassem Soleimani.
Orang terkemuka Iran tersebut tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS pada awal Januari 2020 yang lalu.
Peringatan kematian Qassem Soleimani juga berlangsung beberapa pekan sebelum Presiden terpilih AS Joe Biden dilantik pada 20 Januari 2021.
Pada Kamis (31/12/2020), Iran meminta Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan AS melakukan peningkatan "petualangan militer" di Teluk dan Laut Oman, termasuk mengirim pembom berkemampuan nuklir ke wilayah tersebut.
Mengutip CNN, Iran pun menyatakan, mereka tidak menginginkan konflik tetapi akan membela diri jika perlu.
Awal pekan ini, pejabat pertahanan mengatakan kepada CNN, pihak intelijen menunjukkan Iran telah memindahkan rudal balistik jarak pendek ke Irak.
Baca juga: Poster Qassem Soleimani Picu Kontroversi di Jalur Gaza
Baca juga: Soal Peringatan Kematian Qassem Soleimani, Iran Sebut Trump Cari Alasan untuk Menyerang
Aktivitas militer yang semakin cepat ini juga diimbangi dengan retorika.
Presiden Donald Trump, yang dilaporkan meminta opsi militer untuk menangani Iran pada November 2020 , men-tweet minggu lalu, dia akan "meminta pertanggungjawaban Iran" jika ada orang Amerika yang terbunuh.
Media Israel memperkuat laporan surat kabar Arab yang mengutip sumber AS yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan, Israel dan Arab Saudi sedang melobi Trump untuk menyerang fasilitas nuklir Iran sebelum dia meninggalkan kantor.
Baca juga: 8 Roket Targetkan Kedutaan Besar AS di Baghdad, Jelang Peringatan Meninggalnya Qassem Soleimani
'Benar-benar prihatin'
Dering keras ancaman terselubung, pesan publik dan sikap militer semakin intens sebelum peringatan tewasnya Jenderal Qasem Soleimani pada 3 Januari 2021.
Ini merupakan tanggal yang dikhawatirkan para pejabat AS akan ditandai oleh Iran dengan menyerang balik.
Kekhawatiran itu muncul ketika beberapa analis di Washington berspekulasi, Trump dapat memicu konflik dengan Iran untuk mengalihkan perhatiannya dari kegagalannya dalam pemilihan dan untuk memperumit rencana penggantinya untuk wilayah tersebut.
"Saya benar - benar prihatin bahwa Presiden mungkin berpikir untuk membebani Presiden terpilih Biden dengan semacam operasi militer dalam perjalanan keluarnya," kata Tom Nichols, pakar urusan internasional yang mengajar di US Naval War College.
Pada Kamis (31/12/2020), Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menuduh, Trump menciptakan dalih untuk perang.
Semua ini terjadi saat Biden bersiap untuk memberlakukan kebijakannya sendiri setelah pelantikannya pada 20 Januari 2021 mendatang.
Presiden terpilih ingin meredakan kampanye "tekanan maksimum" Trump terhadap Teheran, melanjutkan keterlibatan dan kembali ke kesepakatan nuklir Iran.
"Iran merupakan ancaman nyata bagi keamanan nasional AS, terutama selama periode peningkatan risiko karena peringatan pembunuhan Soleimani yang akan datang," kata Sam Vinograd, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional dan analis CNN.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)