Blinken Akan Stop Dukung Saudi di Yaman, Haines Janji Buka Rahasia Pembunuhan Khasoggi
Perang di Yaman dimulai pada akhir 2014 ketika kelompok Houthi menguasai sebagian besar negara, termasuk Sanaa, ibu kota Yaman.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri AS (pilihan Joe Biden) Antony Blinken akan mengeksekusi janji kampanye Joe Biden untuk mengakhiri dukungan AS ke Saudi di perang Yaman.
Kebijakan ini menjadi desakan kuat legislator Demokrat, yang mengatakan keterlibatan Washington dalam konflik itu memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Yaman.
Perang di Yaman dimulai pada akhir 2014 ketika kelompok Houthi menguasai sebagian besar negara, termasuk Sanaa, ibu kota Yaman.
Konflik meningkat pada Maret 2015 ketika Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menggelar operasi militer yang didukung AS, guna memulihkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Blinken juga menyebutkan pemerintahan yang akan datang akan meninjau secara menyeluruh pendekatan Washington ke Korea Utara.
Tujuan meningkatkan tekanan pada negara itu untuk kembali ke pembicaraan damai mengenai program senjata nuklirnya.
Antony Blinken didengar pandangan-pandangannya di hadapan anggota Komite Luar Negeri Senat, sehari sebelum pelantikan Biden-Harris.
Bantuan Kemanusiaan untuk Rakyat Korea Utara
Blinken menambahkan, AS juga mempertimbangkan pemberian bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara, yang menghadapi tantangan ekonomi paling berat dan mematikan.
Janji itu datang ketika pemimpin Korea Utara Kim Jong Un awal bulan ini menyebut AS sebagai "musuh utama" negaranya dan berjanji untuk memperluas program rudal nuklir dan balistiknya.
Korea Utara pekan lalu memamerkan rudal balistik baru yang bisa diluncurkan oleh kapal selam, yang oleh media pemerintah disebut sebagai "senjata paling kuat di dunia".
Beberapa analis mengatakan tampilan kekuatan militer adalah tanda Korea Utara dapat melanjutkan uji coba rudal nuklir dan balistik, yang ditangguhkan Kim pada 2018.
Jong-un bertemu tiga kali dengan Presiden AS Donald Trump, namun pembicaraan itu gagal. Tidak tercapai ketidaksepakatan langkah-langkah pelucutan senjata dan pencabutan sanksi.
Di sesi lain, calon Direktur Intelijen Nasional pilihan Joe Biden, Avril Haines, berkomitmen membuka laporan penyelidikan pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi.