Kamala Harris Awali Langkah Besar Pimpin AS Setelah Era Presiden Joe Biden
Kamala Harris akan dilantik di bawah sumpah tangan Hakim Agung Sonia Sotomayor di tangga Gedung Kongres AS.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Kamala Devi Harris akan menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat mulai Rabu (20/1/2021) ini.
Ia membuat sejarah sebagai wanita pertama dan orang kulit berwarna pertama yang mengambil peran sebagai orang kedua di negara adidaya ini.
Harris akan dilantik di bawah sumpah tangan Hakim Agung Sonia Sotomayor di tangga Gedung Kongres AS. Selanjutnya ia memasuki langkah besar berikutnya, calon Presiden AS berikutnya.
Siapakah Kamala Harris?
"Harris adalah seorang wanita brilian, dinamis dan pembuat kebijakan, yang telah menunjukkan dia bisa mendapatkan kepercayaan dari sebagian besar Partai Demokrat," kata Derrick Plumber, ahli strategi Demokrat dikutip Al Jazeera, Rabu (20/1/2021).
“Itu memperkuat dirinya sendiri, tidak hanya sebagai wakil presiden tapi juga di masa depan,” imbuhnya.
Baca juga: Kamala Harris Tunjuk Tiga Perempuan Jadi Staf Utamanya di Gedung Putih
Baca juga: Biden-Harris Akan Multilateralis dan Rewel Soal Hak Asasi Manusia
Baca juga: Jelang Pelantikan Biden-Harris, Zona Hijau Ala Baghdad Diterapkan di Washington
Namun, tambahnya, nasibnya sekarang akan tergantung sukses tidaknya pemerintahan Biden. Biden di usianya 78 tahun, akan menjadi orang tertua dalam sejarah kepresidenan AS.
Ia jika tidak berubah, hanya akan menyelesaikan term pertama saja, dan tidak ingin ikut memperebutkan kembali masa jabatan kedua pada 2024.
Empat, atau delapan tahun ke depan sebagai Wapres akan menjadi ajang pembuktian Harris, putri imigran India dan Jamaika ini.
Ia berusaha memisahkan perbedaan antara sayap tengah dan progresif partai selama tawaran utamanya.
Wapres AS Akan Turut Menentukan Kebijakan Strategis
Setelah membuktikan dirinya sebagai wakil yang patuh selama kampanye, sejak hari pertama, Harris mungkin mengalami suasana berbeda dari wakil presiden sebelumnya.
Joel Goldstein, profesor emeritus hukum Universitas Saint Louis dan penulis beberapa buku tentang wakil presiden, menyebut Harris mendapatkan posisi simbolis.
"Dia memiliki kepentingan simbolis, dan saya pikir mereka akan menuntutnya, dan mungkin akan ada peluang untuknya, yang akan berbeda dari pendahulunya," katanya kepada Al Jazeera.