Donald Trump Tak Lagi Berkuasa, Turki-Saudi Segera Mesra Kembali
Awal bulan ini, pertemuan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) melihat Arab Saudi dan sekutunya setuju untuk memulihkan hubungan dengan Doha.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Jenderal yang menggulingkannya dan mengawasi tindakan keras terhadap pendukungnya, Abdel Fattah el-Sisi, didukung Riyadh.
Blokade Atas Qatar dan Kepentingan Saudi di Teluk
Krisis 2017 membuat Arab Saudi dan Mesir bergabung dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain untuk memutuskan hubungan diplomatik dan memberlakukan blokade di Qatar.
Kelompok negara itu menuduh Qatar mendukung terorisme dan terlalu dekat dengan saingan mereka Iran. Doha selalu membantah tuduhan tersebut.
Mereka juga mengeluarkan daftar tuntutan yang mencakup penutupan pangkalan militer Turki di Qatar dan mengakhiri semua hubungan dengan Ikhwanul Muslimin dan kelompok terkait.
Erdogan mengutuk sanksi tersebut, sementara parlemen Turki setuju untuk mengerahkan pasukan ke Qatar. Turki juga mengatur pengiriman makanan dan persediaan lainnya ke sekutunya yang terkepung.
Selanjutnya, Saudi, Emirat dan Mesir memblokir media Turki, serta opera sabun Turki yang populer, dan telah terjadi boikot tidak resmi atas barang-barang Turki.
Perpecahan itu diwujudkan di arena seperti Suriah, di mana kuartet Arab bergerak untuk menormalkan hubungan dengan rezim Bashar al-Assad.
Sebaliknya, Erdogan mempertahankan dukungan untuk kelompok pemberontak. Di konflik Libya, Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli.
Sebaliknya, Arab Saudi , UEA, dan Mesir mendukung Libyan National Army (LNA) yang dipimpin Marsekal Khalifa Haftar.
Namun, " gesekan diplomatik" itu kini tidak lagi berkelanjutan, menurut Eyup Ersoy, dosen hubungan internasional di Universitas Ahi Evran Turki.
“Tarik ulur dalam geopolitik kawasan belum membawa supremasi yang jelas bagi masing-masing negara terhadap satu sama lain dan terus menimbulkan biaya politik dan ekonomi,” ujarnya.
Di sisi ekonomi, Turki didorong oleh kebutuhan untuk menarik investor luar negeri untuk menopang ekonominya yang goyah.
“Turki membutuhkan kesamaan dalam kebijakan luar negerinya untuk menarik investasi asing,” kata Ersoy.