Cegah Kekerasan Militer, Demonstran Myanmar Gelar Aksi Mobil Mogok di Jalanan
Demonstran antikudeta militer Myanmar kembali menggelar aksi turun ke jalan di sejumlah kota dalam jumlah besar, Rabu (17/2/2021).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Kudeta militer ini telah mendorong demonstrasi besar di jalan setiap hari sejak 6 Februari, jumlah massa hingga ratusan ribu orang.
Pengambilalihan pemerintahan oleh militer juga telah menarik kritik dunia Barat yang keras, dengan kemarahan baru dari Washington dan London atas penutupan akses pendanaan para jenderal. Meskipun China telah mengambil sikap yang lebih lembut, duta besarnya di Myanmar pada Selasa (16/2/2021) menepis tuduhan mendukung kudeta.
Utusan Khusus PBB Tom Andrews mengatakan dia khawatir kemungkinan kekerasan terhadap para demonstran dan membuat panggilan mendesak pada negara mana pun yang memiliki pengaruh kepada para jenderal, dan bisnis, untuk menekan mereka agar menghindari tindakan represif.
Ratusan orang telah ditahan oleh militer sejak kudeta, banyak dari mereka ditangkap dalam serangan malam hari. Mereka yang ditangkap termasuk banyak pemimpin senior NLD.
Kelompok Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik mengatakan lebih dari 450 penangkapan telah dilakukan sejak kudeta militer.
Malam ketiga pemutusan internet dilakukan junta militer sehingga tidak ada berita yang muncul dari penangkapan baru pada Rabu (17/2/2021).
Militer merebut kekuasaan atas tuduhan kecurangan dalam pemilu 8 November 2020 lalu. Klaim militer itu dibantah oleh komisi pemilihan umum.
Militer mengatakan deklarasi keadaan darurat sejalan dengan konstitusi yang membuka jalan bagi reformasi demokrasi.
"Tujuan kami adalah untuk mengadakan pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang," kata juru bicara dewan penguasa, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun dalam konferensi pers pertama junta sejak menggulingkan pemerintahan Suu Kyi.
Dia tidak memberikan kerangka waktu, tetapi mengatakan militer tidak akan berkuasa untuk waktu yang lama.
Bentangan terakhir pemerintahan militer berlangsung hampir setengah abad sebelum reformasi demokrasi pada 2011.
Tahanan rumah
Suu Kyi, 75 tahun, menghabiskan hampir 15 tahun di bawah tahanan rumah karena upayanya untuk mengakhiri pemerintahan militer.
Juru bicara dewan yang berkuasa Zaw Min Tun menepis tudingan Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang digulingkan berada dalam penahanan.