Uni Eropa Siap Berikan Sanksi kepada Militer Myanmar
Sanksi itu akan berupa larangan perjalanan dan pembekuan aset, serta meninjau kerja sama pembangunan dan akses bebas tarif Myanmar ke Uni Eropa
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada Myanmar yang dapat membidik bisnis yang dimiliki oleh militer.
Tetapi sanksi itu akan mengesampingkan pembatasan preferensi perdagangannya untuk menghindari pekerja miskin.
Hal itu menjadi keputusan para menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin (22/2/2021) waktu setempat seperti dilansir Reuters, Selasa (23/2/2021).
Tiga minggu setelah junta merebut kekuasaan di Myanmar, pemerintah Uni Eropa ingin menunjukkan dukungan kepada aksi protes harian dan gerakan pembangkangan sipil yang ingin mengembalikan pemerintahan sah hasil pemilu 8 November lalu dari kudeta dan pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Kami tidak siap untuk berdiri dan menonton saja," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas di Brussels.
Baca juga: Jalur Gaza Memulai Vaksinasi Covid-19, Targetkan Petugas Kesehatan
Ia menjelaskan sanksi akan diberikan kepada militer Myanmar, jika upaya diplomasi gagal.
Menteri luar negeri Uni Eropa merilis pernyataan yang mengatakan mereka "siap untuk mengadopsi langkah-langkah pembatasan."
Sanksi itu akan berupa larangan perjalanan dan pembekuan aset, serta meninjau kerja sama pembangunan dan akses bebas tarif Myanmar ke Uni Eropa.
Namun, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan dalam konferensi pers, bahwa preferensi perdagangan khusus yang memberi Myanmar akses bebas tarif ke 450 juta konsumen Uni Eropa tidak akan ditarik, untuk menghindari pekerja termiskin.
"Saya menentang kemungkinan pembatalan (preferensi perdagangan)," katanya, merujuk pada perjanjian Uni Eropa yang memungkinkan Myanmar menjual barang kecuali bebas tarif senjata ke Uni Eropa.
"Kami tidak akan melakukan itu. Ini akan sangat membuat menderita warga, ribuan pekerjaan akan hilang, terutama pekerjaan yang dipegang oleh wanita di sektor tekstil. Dan itu tidak akan membahayakan militer," kata Borrell.
Baca juga: Polisi Selidiki Keterkaitan Kasus Kematian Aprilia Cinta dan Rizka Fitria di Dua Lokasi Berbeda
Pemerintah Uni Eropa telah mengutuk kudeta dan anggota parlemen Uni Eropa mendorong segera diambil sanksi.
“Langkah-langkah yang lebih menghukum pada individu dan pada bisnis yang dimiliki oleh militer itu yang mungkin,” kata Borrell.
Seorang diplomat Uni Eropa mengatakan kepada Reuters bahwa di luar menargetkan individu dan pembekuan aset di bank-bank Eropa, sanksi terhadap konglomerat yang dimiliki oleh militer adalah cara juga akan diambil ke depannya.