Aung San Suu Kyi Hadapi Dua Dakwaan Baru di Pengadilan Myanmar
Aung San Suu Kyi muncul dalam kondisi sehat dalam sidang pengadilan virtual, Senin (1/3/2021).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Tindakan kekerasan yang terjadi itu tampaknya menunjukkan tekad militer untuk memaksakan wewenangnya dalam menghadapi pembangkangan massal, yang bukan hanya terjadi di jalanan tetapi lebih luas lagi dalam pelayanan sipil, administrasi kota, peradilan, sektor pendidikan dan kesehatan dan media.
"Kami menyesalkan begitu banyak nyawa hilang di Myanmar. Orang-orang tidak boleh menghadapi tindakan kekerasan karena mengekspresikan perbedaan pendapat terhadap kudeta militer. Penargetan warga sipil tidak etis," kata kedutaan AS.
Kedutaan Kanada mengatakan itu kaget melihat insiden berdarah tersebut.
Indonesia, yang telah memimpin diplomatik dalam Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tentang krisis di Myanmar, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa.
Para aktivis di seluruh Asia mengadakan unjuk rasa untuk mendukung demonstran Myanmar di Myanmar.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah berkuasa mengatakan lebih dari 470 orang telah ditangkap pada hari Sabtu.
Namun masih belum jelas berapa banyak yang ditahan pada hari Minggu.
Aktivis pemuda Esther Ze Naw mengatakan orang-orang berjuang melawan ketakutan yang mereka jalani di bawah pemerintahan militer.
"Sudah jelas mereka mencoba menanamkan rasa takut pada kami dengan membuat kami berlari dan bersembunyi," katanya.
"Kita tidak bisa menerima itu," tegasnya.
Sehari setelah junta mengumumkan bahwa Duta Besar Myanmar untuk PBB telah dicopot karena menentang pemerintahannya dengan menyerukan tindakan dari PBB, kementerian luar negeri mengumumkan bahwa para diplomat di beberapa kedutaan lain sedang ditarik pulang.
Otoritas junta militer tidak memberikan alasan, tetapi beberapa diplomat telah berada di antara pegawai negeri sipil untuk bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil yang telah melumpuhkan bisnis-binis di Myanmar.
Sementara negara-negara Barat telah mengutuk kudeta dan beberapa telah menjatuhkan sanksi terbatas, sementara para jenderal Myanmar secara tradisional telah menghindari tekanan diplomatik. Mereka telah berjanji untuk mengadakan pemilu baru tetapi tidak menetapkan tanggal.
Partai dan pendukung Suu Kyi mengatakan hasil pemungutan suara November harus dihormati.