Mengenang Fukushima 50, Pahlawan Jepang Tanpa Bintang Jasa
Setelah PLTN Fukushima meledak, ada sekitar 3.000 orang langsung menjauh dan hanya sekitar 50 orang yang kini disebut pahlawan Fukushima 50.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Peringatan 10 tahun gempa besar Jepang Timur terutama ledakan pembangkit nuklir Fukushima tak lepas dari Fukushima 50 (sebenarnya 69 orang) para pahlawan tanpa bintang jasa. Bahkan telah muncul filmnya 6 Maret lalu di bioskop Jepang.
Salah satu tokoh utama Fukushima 50 adalah almarhum Manajer Umum Tepco Masao Yoshida yang meninggal 9 Juli 2013 jam 11.30 dalam usia 58 tahun karena esophageal cancer.
Ditentukan oleh TEPCO perusahaannya sebagai tidak terkait dengan kecelakaan nuklir, karena kecepatan serangannya.
Namun di dalam tim 50 tersebut ada pula beberapa anggota mafia Jepang (yakuza) yang mempertaruhkan nyawanya menghadapi radiasi nuklir yang masih "panas-panasnya" saat itu.
Menurut anggota yakuza tersebut, sebenarnya setelah PLTN Fukushima meledak, ada sekitar 3.000 orang langsung menjauh dan hanya sekitar 50 orang yang kini disebut pahlawan Fukushima 50, beberapa di antaranya adalah anggota yakuza.
"Kami memasok tenaga ke sana karena tidak ada yang mau ke sana, tak ada yang mau terkontaminasi dengan radioaktif. Tapi kami melakukannya, mengambil orang di jalan yang mau kerja di sana. Kalau normalnya gaji mereka orang bawahan sekali sekitar 80.000 yen sebulan, kini dengan tidak ada pekerja yang mau ke sana, kita bisa memperoleh bayaran 1,5 juta yen sebulan, per orang," ujar yakuza si pemasok (tehaishi) tenaga kerja ke PLTN Fukushima setelah ledakan nuklir.
Sejak ledakan hingga sekitar Juli 2011 mereka membantu membersihkan dan menyetop kebocoran di PLTN tersebut.
Namun setelah Revisi UU Anti Yakuza diimplementasikan mulai 1 Oktober 2011, tenaga yakuza mundur karena akan melanggar hukum.
Sementara salah satu pahlawan yang banyak disorot adalah Masao Yoshida.
Pada Maret 2011, Yoshida mempertaruhkan nyawanya untuk mencegah bencana yang dapat mencemari seluruh bagian timur Jepang.
Tidak pernah melupakan tugasnya, dia bekerja untuk mencegah bencana nuklir “sepuluh kali lebih buruk dari Chernobyl.”
Pada 7 Februari 2012, kurang dari setahun setelah bencana, Yoshida menjalani operasi kanker kerongkongan. Awalnya peluang sembuh terlihat baik.
Kemudian pada 26 Juli, dia dirawat di rumah sakit karena pendarahan otak. Dia selamat dari keadaan darurat itu dengan kondisi darurat.