Aturan Baru Pencegahan Covid-19 di Prancis Timbulkan Pertanyaan dan Kritik
Aturan Covid-19 baru di Prancis menimbulkan pertanyaan ketika sepertiga populasi ditempatkan dalam penguncian/lockdown pada Sabtu (20/3/2021).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Aturan Covid-19 baru di Prancis menimbulkan pertanyaan ketika sepertiga populasi ditempatkan dalam penguncian/lockdown pada Sabtu (20/3/2021).
Lockdown ini merupakan yang ketiga di negara itu sejak pandemi Covid-19 merebak.
Mengutip France24, akhir pekan di Prancis dihantui lonjakan tajam kasus virus corona.
Bahkan istilah 'lockdown' menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat, apakah memang sesuai untuk mengekang laju infeksi?
"Bisakah kita menyebutkan kuncian ketiga?," kata Menteri Kesehatan Prancis Olivier Véran menanggapi langkah baru Perdana Menteri Juan Castex yang diumukan selama konferensi pers Kamis (18/3/2021).
Baca juga: Perancis Kembali Lockdown, Pasar Saham Eropa Berguguran
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru
"Saya tidak tahu apa yang harus kita sebut sebagai pengambilan tindakan. Tapi ada perbedaan utama, yaitu kita lebih banyak beralih ke alam bebas," tuturnya.
"Kami ingin menghentikan virus tanpa mengunci diri, tanpa dibatasi," tegas Presiden Emmanuel Macron pada Jumat (19/3/2021).
Pernyataan Macron merupakan bentuk penolakan terhadap istilah 'lokcdown', sehari setelah Castex menggunakannya.
"Kami harus belajar hidup dengan (virus), saya sudah mengatakan ini selama setahun," ucap Macron.
Terjemahan: #COVID19 | Aturan yang berkaitan dengan sertifikat perjalanan luar biasa yang berlaku saat ini disederhanakan dan diperingan.
Temukan semua informasi tentang situasi kesehatan dan pembatasan yang diberlakukan di Prancis di: http: //gouvernement.fr/info-coronavirus.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Novavax dan Pfizer Diprediksi Masuk Indonesia Pertengahan Semester Dua 2021
Kontras dengan Lockdown Pertama Prancis
Langkah-langkah baru pada Sabtu (20/3/2021) mempengaruhi 21 juta penduduk Prancis.
Aturan ini sangat kontras dnegan lockdown Prancis yang pertama.
Saat itu, sekolah, taman, dan pertokoan yang penting ditutup secara nasional dari Maret hingga Mei 2020.
Aturan baru juga tidak terlalu membatasi, dibandingkan November dan Desember 2020.
Meski menerapkan lockdown beberapa kali, tujuan Macron masih belum terpenuhi.
Pembatasan ketiga yang diberlakukan Sabtu kemarin akan berlangsung selama empat pekan di 16 departemen administrasi, termasuk membatasi perjalanan di luar departemen dalam negeri tanpa alasan yang "memaksa" atau profesional.
Langkah-langkah tersebut menyangkut 15 departemen yang berdekatan yang membentang dari Normandia timur dan wilayah Paris yang lebih besar di barat laut hingga perbatasan Belgia dan satu-satunya departemen tenggara, Alpes-Maritimes, yang mencakup kota Nice.
Baca juga: PM Selandia Baru Lockdown Kota Auckland 3 Hari Usai Ditemukan 3 Kasus Covid-19
Aturan baru tersebut juga membatasi kebebasan untuk berjalan-jalan atau berlatih olahraga hingga radius 10 kilometer dari rumah seseorang dan tanpa batas waktu antara pukul enam pagi dan tujuh malam, naik dari batas satu jam per satu kilometer yang sebagian besar menandai penguncian sebelumnya.
Untuk skala, perlu dicatat bahwa, dari pusat kota Paris, radius 10 kilometer membentang jauh melampaui batas kota di segala arah.
Aturan baru juga menangguhkan perjalanan langsung di toko-toko non-esensial tertentu, meski pun pengecualian kali ini lebih produktif.
Mereka termasuk toko buku, toko musik, dealer mobil, penata rambut, toko bunga, dan dengan mendekati liburan Paskah, toko cokelat.
Tindakan itu akan mempengaruhi sekira 90.000 bisnis, meski pun pemerintah mengatakan bahwa toko-toko akan dilihat berdasarkan "kasus per kasus" jika "penyimpangan" terungkap.
Baca juga: DKI Jakarta Belum Bisa Berlakukan Pembatasan Mobil Usia 10 Tahun, Alasannya Ini
Beberapa Batasan Dilonggarkan
Warga Paris mengatakan bahwa pembatasan baru tidak membuat banyak perbedaan bagi kehidupan mereka.
"Seperti yang Anda lihat, semua orang sedang makan, melepas topeng mereka," kata siswa Rachel Chea (20) kepada Reuters.
"Itu tidak mengubah apa pun untukku," tuturnya.
Beberapa pembatasan yang ada telah dilonggarkan.
"Pada akhirnya, ini akan lebih baik dari sebelumnya karena jam malam pukul tujuh malam," kata Louise, seorang guru yoga, kepada Agence France-Presse.
Baca juga: Iran Mendakwa Turis Prancis atas Tuduhan Spionase dan Propaganda
Selain itu, meski ada kekhawatiran yang meningkat yang diungkapkan oleh penularan Covid-19 di sekolah, Castex mengumumkan bahwa kelas pendidikan jasmani dapat dilanjutkan di dalam ruangan.
Tidak ada ketentuan yang diumumkan untuk menutup kafetaria sekolah.
Langkah-langkah terbatas memberikan kesan bahwa pemerintah Prancis mengandalkan program vaksinasi.
"Dengan datangnya musim semi, kami menuju periode dengan suhu yang kurang mendukung sirkulasi virus," kata Véran kepada Le Parisien akhir pekan lalu.
Baca juga: Menteri Tenaga Kerja Prancis Positif Covid-19
Harusnya Diputuskan Lebih Awal
Mayoritas orang Prancis yang disurvei mengatakan bahwa langkah-langkah baru yang diumumkan Kamis seharusnya telah diputuskan lebih awal.
Jajak pendapat oleh perusahaan Odoxa yang dirilis pada Jumat (19/3/2021) menunjukkan 78 persen orang Prancis yang disurvei merasa pembatasan baru seharusnya diberlakukan lebih cepat dan 52 persen berpikir pembatasan "tidak cukup mengingat situasi kesehatan saat ini" di tengah penundaan.
Di antara mereka yang disurvei di daerah yang terkena dampak penguncian, 52 persen percaya langkah-langkah itu "terlalu membatasi" dan 53 persen percaya mereka "tidak efektif" untuk membendung Covid-19.
Sekira 47 persen dari mereka yang disurvei oleh Odoxa, termasuk dua pertiga dari anak muda yang disurvei, mengatakan mereka akan menentang aturan penguncian ini.
Hanya lima persen yang mengatakan hal yang sama tentang penguncian tahun lalu, dan 12 persen di tengah penguncian musim gugur berikutnya.
Berita lain terkait Lockdown
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)